Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pemerintah Menetapkan BUMN Sebagai Pemungut PPN dan PPnBM Sejak 01 Juli 2012

Setelah kurang lebih 8 tahun BUMN bukan sebagai pemungut PPN dan PPnBM (KMK  Nomor 563/KMK.03/2003) maka dengan PMK  Nomor : 85/PMK.03/2012 Tanggal 07 Juni 2012 Tentang Penunjukan BUMN Untuk Memungut, Menyetor, Dan Melaporkan PPN  Atau PPnBM Serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporannya
yang telah diubah dengan 136/PMK. 03/2012 Tanggal 16 Agustus 2012 pemerintah kembali menetapkan BUMN sebagai Pemungut PPN dan PPnBM Sejak 01 Juli 2012.

Akibatnya BUMN harus memungut dan menyetorkan PPN dan/atau PPnBM atas transaksi pembelian barang dan/atau pemakaian jasa dari rekanannya. Sehingga BUMN mempunyai kewajiban Pelaporan PPN dan/PPnBM sebagai berikut :
1.    Melaporkan SPT Masa PPN 1107 Put atas transaksi pembelian barang dan/atau pemakaian Jasa dari rekanan yang harus dipungut dan disetor PPN dan/PPnBMnya oleh BUMN.
2.    Melaporkan SPT Masa PPN 1111 atas transaksi penjualan barang dan/atau penyerahan jasa oleh BUMN.

Rekanan BUMN adalah perusahaan (Badan atau Orang Pribadi) yang melakukan penjualan barang dan/atau penyerahan jasa kepada BUMN.

Bagi Rekanan BUMN apabila melakukan transaksi penjualan barang dan/atau penyerahan Jasa kepada BUMN maka mempunyai kewajiban pajak PPN dan/atau PPnBM sebagai berikut :
·        Tidak semua penjualan barang dan/atau penyerahan Jasa kepada BUMN dipungut PPN dan/atau PPnBM, yang tidak dipungut PPN dan/atau PPnBM oleh BUMN adalah atas transaksi sebagai berikut :
  1. pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) termasuk jumlah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang  terutang dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
  2.  pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang menurut ketentuan perundangundangan di bidang perpajakan mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
  3. pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero);
  4. pembayaran atas rekening telepon.
  5. pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan; dan/atau
  6. pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
·        Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang diatas pada angka 1, angka 2, angka 3, angka 4 dan angka 5dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh rekanan sesuai dengan peraturan perundangundangan PPN dan PPnBM.
·        Rekanan wajib membuat Faktur Pajak dan SSP atas penjualan barang dan/atau penyerahan Jasa kepada BUMN yang memenuhi ketentuan untuk dipungut PPN dan/atau PPnBM oleh BUMN.
·        Faktur Pajak harus dibuat pada saat:
1.      penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak
2.      penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;  atau
3.      penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebaglan tahap pekerjaan.
·        Faktur Pajak yang dibuat oleh Rekanan harus memenuhi ketentuan sesuai dengan peraturan di bidang PPN dan PPnBM.
·        Faktur Pajak dibuat dalarn rangkap 2 (dua) dengan peruntukan sebagai berikut:
  1.   lembar kesatu untuk Badan Usaha Milik Negara; dan
  2.   lembar kedua untuk Rekanan.

·        SSP diisi dengan membubuhkan NPWP serta identitas Rekanan, dan penandatanganan SSP tersebut dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara sebagai penyetor atas nama Rekanan.
·        SSP dibuat dalam rangkap 4 (empat) dengan peruntukan sebagai berikut:
  1.  lembar kesatu untuk Rekanan;
  2.  lembar kedua untuk KPPN melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos;
  3.  lembar ketiga untuk Rekanan yang dilampirkan pada SPT Masa PPN;dan
  4. lembar keempat untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos.

·        Setelah Faktur Pajak dan SSP diserahkan kepada BUMN, maka selanjutnya Rekanan akan menerima dari BUMN berupa :
  1. Faktur Pajak Lembar ke-2 yang telah dibubuhkan cap "Disetor Tanggal " dan ditandatangani oleh pihak BUMN.
  2.  SSP Lembar ke-1 dan ke-3 yang telah disetor PPN dan/atau PPnBM terutang ke Bank Persepsi/kantor Pos Oleh BUMN.
·           Rekanan melaporkan PPN dan/PPnBM atas transaksi penjualan barang dan/ atau penyerahan jasa dengan BUMN kepada Kantor Pelayanan Pajak dengan menggunakan SPT Masa PPN dan mengisikan pada penyerahan kepada Pemungut dengan melampirkan SSP lembar ke-3 yang diterima dari BUMN.
·           Apabila Rekanan sampai dengan batas waktu pelaporan SPT Masa PPN belum menerima SSP lembar ke-3 dari BUMN maka rekanan tetap melaporkan transaksi tersebut tanpa dilampiri SSP lembar ke-3. Apabila   SSP lembar ke-3  tersebut  diterima setelah pelaporan SPT Masa PPN, maka dilaporkan dengan SPT Masa PPN pada masa pajak diterimanya SSP lembar ke-3 tersebut.

Referensi :
  1.  PMK  Nomor : 85/PMK.03/2012 Tanggal 07 Juni 2012 Tentang Penunjukan BUMN Untuk Memungut, Menyetor, Dan Melaporkan PPN  Atau PPnBM Serta Tata Cara Pemungutan,Penyetoran, Dan Pelaporannya
  2. PMK 136/PMK.03/2012 Tanggal 16 Agustus 2012 tentang Perubahan PMK  Nomor : 85/PMK.03/2012