Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PMK 110/PMK.03/2020 Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Covid-19

PMK 110/PMK.03/2020 menetapkan Jenis-jenis Insentif Pajak untuk Wajib Pajak terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 Tahun 2020.

Jenis Insentif Pajak untuk Wajib Pajak terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 terdiri dari :

1. Insentif PPh Pasal 21
Insentif PPh Pasal 21 berupa PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah atas penghasilan yang diterima Pegawai dengan kriteria tertentu diberikan sejak Masa Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak Desember 2020.

2. Insentif PPh Final berdasarkan PP 23 Tahun 2018.
Insentif PPh Final berdasarkan PP 23 Tahun 2018 berupa PPh Final ditanggung Pemerintah Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu diberikan sejak Masa Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak Desember 2020.

3. Insentif PPh Final Jasa Konstruksi
Insentif PPh Final Jasa Konstruksi berupa PPh final Jasa atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Penerima P3-TGAI ditanggung Pemerintah sejak Tanggal 14 Agustus sd Masa Desember 2020.

4. Insentif PPh Pasal 22 Impor
Insentif PPh Pasal 22 Impor berupa PPh Pasal 22 Impor dibebaskan dari pemungutan kepada Wajib Pajak Tertentu berlaku sejak tanggal Surat Keterangan Bebas diterbitkan sampai dengan tanggal 31 Desember 2020.

5. Insentif PPh Pasal 25

a. Insentif PPh Pasal 25 Badan berupa penurunan Tarif dari 25 % menjadi 22 % berlaku sejak masa April 2020 sampai dengan Masa Desember 2020.

b. Insentif PPh Pasal 25 Badan berupa pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebesar 30% (tiga puluh persen) dari angsuran PPh Pasal 25 yang seharusnya terutang berlaku sejak masa April 2020 sampai dengan Masa Juni 2020.

b. Insentif PPh Pasal 25 Badan berupa pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebesar 50% (lima puluh persen) dari angsuran PPh Pasal 25 yang seharusnya terutang berlaku sejak masa Juli 2020 sampai dengan Masa Desember 2020.

Apabila Wajib Pajak telah memanfaatkan Insentif Penurunan Tarif PPh Badan dan pengurangan angsuran sebesar 30 %, maka untuk pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 50 % tidak perlu lagi mengajukan permohonan.

6. Insentif PPN
Insentif PPN berupa PKP dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak sebagai PKP berisiko rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN.

PMK 110/PMK.03/2020 selengkapnya :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 110/PMK.03/2020
 
TENTANG


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
 
Menimbang :

a. bahwa untuk penanganan dampak pandemi Corona Virus Disease 2019, perlu dilakukan perluasan sektor yang akan diberikan insentif perpajakan yang diperlukan selama masa pemulihan ekonomi nasional dengan memberikan kemudahan pemanfaatan insentif yang lebih luas;
 
b. bahwa untuk meningkatkan produksi dan/atau peredaran usaha bagi Wajib Pajak, perlu mengatur kembali ketentuan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak sektor tertentu yang terdampak pandemi Corona Virus Disease 2019 dan pengenaan PPh final ditanggung Pemerintah untuk jasa konstruksi tertentu;
 
c. bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.03/2020 tentang lnsentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 masih belum menampung kebutuhan insentif perpajakan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b sehingga perlu dilakukan perubahan terhadap Peraturan Menteri Keuangan dimaksud;
 
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.03/2020 tentang lnsentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019;
  
Mengingat :
1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
 
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
 
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
 
4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4881) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5014); 
6. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
 
7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik lndonesia Tahun 2019 Nomor 1745);
8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.03/2020 tentang lnsentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 781);
 
MEMUTUSKAN:

Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 86/PMK.03/2020 TENTANG INSENTIF PAJAK UNTUK WAJIB PAJAK TERDAMPAK PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019. 
Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.03/2020 tentang lnsentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Viros Disease 2019 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 781) diubah sebagai berikut:
 
1. Ketentuan Pasal l diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan: 
1. Undang-Undang Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPh adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
 
2. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
 
3. Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut PPh adalah Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPh.
 
4. Pemberi Kerja adalah orang pribadi atau badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan, atau unit, termasuk lnstansi Pemerintah, yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan/atau pembayaran lain dengan nama atau dalam bentuk apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh Pegawai.
5. Pegawai adalah orang pribadi yang bekerja pada Pemberi Kerja, berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik secara tertulis maupun tidak tertulis, untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam jabatan atau kegiatan tertentu dengan memperoleh imbalan yang dibayarkan berdasarkan periode tertentu, penyelesaian pekerjaan, atau ketentuan lain yang ditetapkan Pemberi Kerja.
 
6. Kemudahan lmpor Tujuan Ekspor yang selanjutnya disebut KITE adalah Kemudahan lmpor Tujuan Ekspor Pembebasan, Kemudahan lmpor Tujuan Ekspor Pengembalian, dan/atau Kemudahan lmpor Tujuan Ekspor lndustri Kecil dan Menengah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
 
7. Perusahaan KITE adalah badan usaha yang telah memenuhi ketentuan dan ditetapkan melalui keputusan Menteri Keuangan untuk mendapatkan fasilitas KlTE sesuai perundang-undangan di bidang kepabeanan.

8. Kawasan Berikat adalah tempat penimbunan berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai sesuai ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
9. Penyelenggara Kawasan Berikat adalah badan hukum yang melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan Kawasan Berikat. 
 
10. Penyelenggara Kawasan Berikat sekaligus Pengusaha Kawasan Berikat yang selanjutnya disebut Pengusaha Kawasan Berikat adalah badan hukum yang melakukan kegiatan penyelenggaraan sekaligus pengusahaan Kawasan Berikat.
11. Pengusaha di Kawasan Berikat merangkap Penyelenggara di Kawasan Berikat yang selanjutnya disebut POKB adalah badan hukum yang melakukan kegiatan pengusahaan kawasan berikat yang berada di dalam Kawasan Berikat milik Penyelenggara Kawasan Berikat yang berstatus sebagai badan hukum yang berbeda.
12. Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disebut NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
13. Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disebut KPP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak. 
14. Wajib Pajak Berstatus Pusat adalah Wajib Pajak yang terdaftar di KPP dan memiliki NPWP dengan kode 3 (tiga) digit terakhir 000.
15. Wajib Pajak Berstatus Cabang adalah Wajib Pajak yang terdaftar di KPP dan memiliki NPWP dengan kode 3 (tiga) digit terakhir selain 000.
16. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang KUP. 
17. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender. 
18. Surat Pemberitahuan Tahunan yang selanjutnya disebut SPT Tahunan adalah surat pemberitahuan yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 
19. Instansi Pemerintah adalah instansi pemerintah pusat, instansi pemerintah daerah, dan instansi pemerintah desa, yang melaksanakan kegiatan pemerintahan serta memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 
 
20. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 adalah Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. 

21. Pemotong atau Pemungut Pajak adalah Wajib Pajak yang dikenai kewajiban untuk melakukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PPh.
 
22. Surat Keterangan PPh berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 yang selanjutnya disebut Surat Keterangan adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak yang menerangkan bahwa Wajib Pajak dikenai PPh berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018.

23. Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi yang selanjutnya disebut P3-TGAI adalah program perbaikan, rehabilitasi, atau peningkatan jaringan irigasi dengan berbasis peran serta masyarakat petani yang dilaksanakan oleh Perkumpulan Petani Pemakai Air, Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air, atau Induk Perkumpulan Petani Pemakai Air. 
24. Perkumpulan Petani Pemakai Air yang selanjutnya disebut P3A adalah kelembagaan pengelolaan irigasi yang menjadi wadah petani pemakai air dalam suatu daerah layanan/petak tersier atau desa yang dibentuk secara demokratis oleh petani pemakai air termasuk lembaga lokal pengelola irigasi. 
25. Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air yang selanjutnya disebut GP3A adalah kelembagaan sejumlah P3A yang bersepakat bekerja sama memanfaatkan air irigasi dan jaringan irigasi pada daerah layanan blok sekunder, gabungan beberapa blok sekunder, atau satu daerah irigasi. 
 
26. lnduk Perkumpulan Petani Pemakai Air yang selanjutnya disebut IP3A adalah kelembagaan sejumlah GP3A yang bersepakat bekerja sama untuk memanfaatkan air irigasi dan jaringan irigasi pada daerah layanan blok primer, gabungan beberapa blok primer, atau satu daerah irigasi.
 
27. Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah Pejabat yang diberi kewenangan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan dalam rangka pelaksanaan P3-TGAI di Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. 
 
28. Wajib Pajak Penerima P3-TGAl adalah P3A, GP3A, dan/atau IP3A yang melaksanakan P3-TGAI sebagaimana telah ditetapkan oleh PPK dan disahkan oleh Kepala Satuan Kerja Balai Besar Wilayah Sungai atau Balai Wilayah Sungai Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
 
29. Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disebut PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN. 
30. Pengusaha Kena Pajak yang selanjutnya disebut PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN. 
 
31. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. 
 
2. Di antara BAB Ill dan BAB IV disisipkan 1 (satu) bab, yakni BAB IIIA, sehingga berbunyi sebagai berikut:
BAB IIIA

INSENTIF PPh FINAL JASA KONSTRUKSI
 
3. Di antara Pasal 6 dan Pasal 7 disisipkan 2 (dua) Pasal, yakni Pasal 6A dan Pasal 68, sehingga berbunyi sebagai berikut: 
Pasal 6A
(1) Atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi berdasarkan Peraturan Pemerintah mengenai PPh atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi dikenai PPh yang bersifat final.
 
(2) PPh final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilunasi dengan cara:
 
a. dipotong oleh pengguna jasa pada saat pembayaran, dalam hal pengguna jasa merupakan Pemotong Pajak; atau 
 
b. disetor sendiri oleh penyedia jasa, dalam hal pengguna jasa bukan merupakan Pemotong Pajak. 
 
3) PPh final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Penerima P3-TGAI ditanggung Pemerintah.
 
(4) Pemotong Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a yang melakukan pembayaran dalam pelaksanaan P3-TGAI kepada Wajib Pajak Penerima P3-TGAJ tidak melakukan pemotongan PPh final. 
 
(5) PPh final ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak diperhitungkan sebagai penghasilan yang dikenakan pajak. 
 
(6) PPh final ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan sejak Peraturan Menteri ini diundangkan sampai dengan Masa Pajak Desember 2020.
Pasal 6B
 
(1) Pemotong Pajak harus menyampaikan laporan realisasi PPh final ditanggung Pemerintah melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id dengan menggunakan formulir sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf R yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. 
 
(2) Pemotong Pajak harus membuat Surat Setoran Pajak atau cetakan kode billing yang dibubuhi cap atau tulisan "PPh FINAL JASA KONSTRUKSI DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR ../PMK.03/2020" atas PPh final ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6A ayat (3).
 
(3) Pemotong Pajak menyampaikan laporan realisasi PPh final ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. 
4. Ketentuan ayat (1) dan ayat (4) Pasal 10 diubah, sehingga Pasal 10 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 10
 
(1) Wajib Pajak yang:

a. memiliki kode Klasifikasi Lapangan Usaha sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf M yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; 
 
b. telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE; atau 
 
c. telah mendapatkan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB; 
 
diberikan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebesar 50% (lima puluh persen) dari angsuran PPh Pasal 25 yang seharusnya terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9. 
 
(2) Klasifikasi Lapangan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah sebagaimana Klasifikasi Lapangan Usaha yang tercantum pada: 
 
a. SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2018 yang telah dilaporkan Wajib Pajak; atau
 
b. data yang terdapat dalam administrasi perpajakan (master file) Wajib Pajak, bagi Wajib Pajak yang baru terdaftar setelah tahun 2018. 
 
(3) Wajib Pajak menyampaikan pemberitahuan kepada kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini untuk memanfaatkan insentif pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 
 
(4) Pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sejak:
 
a. Masa Pajak Juli 2020 bagi Wajib Pajak yang telah menyampaikan pemberitahuan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (3); atau 
 
b. Masa Pajak pemberitahuan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan,

sampai dengan Masa Pajak Desember 2020. 
 
(5) Contoh penghitungan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf N yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. 
6. Ketentuan Pasal 14 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: 

Pasal 14
 
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Pemberi Kerja atau wajib Pajak yang telah menyampaikan pemberitahuan insentif PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah dan/atau pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25, dan/atau permohonan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 lmpor dan/atau Surat Keterangan berdasarkan: 
a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.03/2020 tentang lnsentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona;
 
b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020 tentang lnsentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019; dan/atau
 
c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.03/2020 tentang lnsentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019, 
tidak perlu menyampaikan kembali pemberitahuan dan/atau permohonan berdasarkan Peraturan Menteri ini. 
6. Ketentuan Pasal 15 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
 
Pasal 15
 
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Pemberi Kerja atau Wajib Pajak yang telah disetujui untuk memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah, PPh final ditanggung Pemerintah, pembebasan PPh Pasal 22 lmpor, dan/atau pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran PPN berdasarkan:
a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.03/2020 tentang lnsentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona;
b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019; dan/atau
 
c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.03/2020 tentang lnsentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019,

tetap dapat memanfaatkan insentif pajak tersebut sampai dengan Masa Pajak Desember 2020. 
7. Mengubah Lampiran Peraturan Menteri ini sehingga sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C, huruf N, dan huruf R yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
 
Pasal II
 
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
 
Ditetapkan di Jakarta 
pada tanggal 14 Agustus 2020 

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, 
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
 
Diundangkan di Jakarta 
pada tanggal 14 Agustus 2020

DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, 

ttd. 

WIDODO EKATJAHJANA
 
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 918

Download Lampiran PMK 110/PMK.03/2020


Status PMK 110/PMK.03/2020

1. PMK 110/PMK.03/2020 mulai berlaku sejak Tanggal 14 Agustus 2020 sampai dengan tanggal 1 Pebruari 2021.



Baca Juga :