PER-23/PJ/2013 Tentang Standar Pemeriksaan
PER-23/PJ/2013 Tanggal 11 Juni 2013 Tentang Standar Pemeriksaan mengatur tentang :
- Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
- Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Untuk Tujuan Lain.
PER-23/PJ/2013 Tanggal 11 Juni 2013 Tentang Standar Pemeriksaan selengkapnya :
Menimbang :
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 92 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Standar Pemeriksaan;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:
1. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan.
(1) Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan Pemeriksaan untuk tujuan lain harus dilaksanakan sesuai dengan Standar Pemeriksaan.
(2) Standar Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai ukuran mutu Pemeriksaan.
(3) Standar Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi standar umum Pemeriksaan, standar pelaksanaan Pemeriksaan, dan standar pelaporan hasil Pemeriksaan.
(1) Standar umum Pemeriksaan berlaku bagi Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan Pemeriksaan untuk tujuan lain.
(2) Standar umum Pemeriksaan merupakan standar yang bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan Pemeriksa Pajak
(3) Pemeriksaan dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak yang memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Telah mendapat pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup serta memiliki keterampilan sebagai Pemeriksa Pajak.
1) Persyaratan ini merupakan syarat kompetensi untuk dapat menjadi seorang Pemeriksa Pajak, baik sebagai individu maupun sebagai tim Pemeriksa Pajak (kompetensi kolektif).
2) Pemeriksa Pajak harus memiliki pengetahuan dan keahlian yang memadai di bidang perpajakan, akuntansi, dan Pemeriksaan.
3) Pemeriksa Pajak diharuskan memiliki pengetahuan umum tentang lingkungan dan proses bisnis Wajib Pajak, termasuk di antaranya adalah kemampuan menerapkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku.
4) Pemeriksa Pajak harus memiliki keterampilan berkomunikasi secara jelas dan efektif, baik secara lisan maupun tulisan.
5) Pemeriksa Pajak harus memelihara dan meningkatkan keahlian dan kompetensinya melalui pendidikan berkelanjutan. Pendidikan dimaksud dapat berupa diklat-diklat, kursus singkat, maupun seminar, baik yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pajak, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, maupun oleh instansi lainnya, di dalam maupun di luar negeri.
b. Menggunakan keterampilannya secara cermat dan seksama.
1) Dalam pelaksanaan Pemeriksaan dan penyusunan LHP, Pemeriksa Pajak harus menggunakan keterampilannya secara profesional, cermat dan seksama, objektif, dan independen, serta selalu menjaga integritas.
2) Pemeriksa Pajak dianggap telah menggunakan keterampilannya secara cermat dan seksama apabila dalam melaksanakan Pemeriksaan didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
c. Jujur dan bersih dari tindakan-tindakan tercela serta senantiasa mengutamakan kepentingan negara.
1) Pemeriksa Pajak dituntut untuk selalu jujur dan bersih dari tindakan tercela serta mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi ataupun golongan.
2) Pemeriksa Pajak harus tunduk pada kode etik yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
3) Dalam semua hal yang berkaitan dengan Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak harus bersikap independen, yaitu tidak mudah dipengaruhi oleh keadaan, kondisi, perbuatan dan/atau Wajib Pajak yang diperiksanya. Gangguan independensi yang dapat dialami oleh Pemeriksa Pajak selama Pemeriksaan meliputi hal-hal berikut:
a) memiliki hubungan pertalian darah ke atas, ke bawah, atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan Wajib Pajak;
b) memiliki kepentingan keuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan Wajib Pajak;
c) pernah bekerja atau memberikan jasa di bidang yang berhubungan dengan masalah perpajakan, akuntansi, ataupun keuangan kepada Wajib Pajak dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir;
d) memiliki teman dekat/keluarga yang dapat berposisi sebagai wakil Wajib Pajak yang diperiksa; atau
e) keadaan, kondisi, dan perbuatan tertentu lainnya yang menurut pertimbangan Pemeriksa Pajak dapat mengganggu independensi.
4) Dalam hal Pemeriksa Pajak mengalami gangguan independensi sebagaimana dimaksud pada angka 3) maka Pemeriksa Pajak harus memberitahukan kepada Kepala UP2 tentang adanya gangguan independensi tersebut. Selanjutnya, Kepala UP2 harus segera mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi gangguan independensi tersebut.
d. Taat terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(4) Dalam hal diperlukan, Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan oleh tenaga ahli dari luar Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
Pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilakukan sesuai standar pelaksanaan Pemeriksaan, yaitu:
a. Pelaksanaan Pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, yang paling sedikit meliputi kegiatan mengumpulkan dan mempelajari data Wajib Pajak, menyusun Rencana Pemeriksaan (audit plan), dan menyusun Program Pemeriksaan (audit program), serta mendapat pengawasan yang seksama.
1) Kegiatan mengumpulkan dan mempelajari data Wajib Pajak, meliputi:
a) Mempelajari profil Wajib Pajak.
b) Menganalisis data keuangan Wajib Pajak.
c) Mempelajari data lain yang relevan, baik dari Direktorat Jenderal Pajak maupun dari pihak lain,
2) Penyusunan Rencana Pemeriksaan (audit plan).
a) Rencana Pemeriksaan disusun oleh Supervisor.
b) Rencana Pemeriksaan disusun berdasarkan identifikasi masalah yang dilakukan Supervisor atas data Wajib Pajak yang telah dikumpulkan dan dipelajari.
c) Rencana Pemeriksaan harus ditelaah dan mendapat persetujuan dari Kepala UP2 sebelum SP2 diterbitkan.
d) Rencana Pemeriksaan antara lain berisi:
i) Identitas Wajib Pajak yang memberikan gambaran umum mengenai Wajib Pajak;
ii) Identitas tim Pemeriksa Pajak yang berisi susunan tim dan jumlah SP2 yang sedang dikerjakan tim Pemeriksa Pajak yang bersangkutan; dan
iii) Uraian Rencana Pemeriksaan yang berisi informasi mengenai identifikasi masalah, perkiraan tanggal selesai Pemeriksaan, serta pos-pos yang akan diperiksa.
e) Rencana Pemeriksaan dapat dilakukan perubahan jika Pemeriksa Pajak menemukan kondisi yang berbeda saat melakukan Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak dengan kondisi awal yang dijadikan pertimbangan saat membuat Rencana Pemeriksaan.
f) Perubahan Rencana Pemeriksaan dapat disetujui atau ditolak berdasarkan pertimbangan Kepala UP2.
g) Perubahan Rencana Pemeriksaan harus memperhatikan jangka waktu Pemeriksaan.
3) Penyusunan Program Pemeriksaan (audit program).
a) Program Pemeriksaan disusun oleh Supervisor dan dibantu oleh Ketua Tim berdasarkan Rencana Pemeriksaan.
b) Program Pemeriksaan sekurang-kurangnya menyatakan Metode Pemeriksaan, Teknik Pemeriksaan, dan Prosedur Pemeriksaan yang dilakukan oleh Pemeriksa Pajak, dan buku, catatan, dan dokumen yang diperlukan.
c) Dalam hal terdapat perubahan Rencana Pemeriksaan berupa penambahan pos-pos yang akan diperiksa maka harus dibuat Perubahan Program Pemeriksaan.
d) Kepala UP2 menandatangani Program Pemeriksaan untuk mengetahui apakah Program Pemeriksaan yang dibuat sesuai dengan pos-pos yang akan diperiksa sebagaimana tercantum dalam Rencana Pemeriksaan dan perubahannya.
e) Program Pemeriksaan harus memuat Rencana Program Pemeriksaan dan Realisasi Program Pemeriksaan
Untuk kelancaran dan kelengkapan dalam menjalankan Pemeriksaan, tim Pemeriksa Pajak harus menyiapkan sarana yang diperlukan.
b. Pemeriksaan dilaksanakan dengan melakukan pengujian berdasarkan Metode Pemeriksaan dan Teknik Pemeriksaan sesuai dengan Program Pemeriksaan (audit program) yang telah disusun.
c. Temuan hasil Pemeriksaan harus didasarkan pada bukti kompeten yang cukup dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
1) Bukti kompeten adalah bukti yang valid dan relevan dengan tetap mempertimbangkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha atas transaksi Wajib Pajak yang memiliki hubungan istimewa.
a) Valid berarti bukti dapat diandalkan untuk menyimpulkan suatu fakta. Tingkat validitas bukti dipengaruhi oleh 3 (tiga) hal sebagai berikut:
i) Independensi dan kualifikasi sumber diperolehnya bukti.
Bukti yang diperoleh dari pihak yang independen tingkat validitasnya lebih tinggi dibandingkan bukti yang diperoleh dari pihak yang tidak independen. Selain independensi, perlu juga memperhatikan hubungan pihak yang memberikan bukti dengan bukti yang diberikan.
ii) Kondisi bukti diperoleh.
Tingkat kesulitan mendapatkan bukti yang dipengaruhi situasi dan/atau kondisi dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan tingkat validitas bukti.
iii) Cara bukti diperoleh.
Bukti yang diperoleh secara langsung oleh Pemeriksa Pajak (misalnya observasi) tingkat validitasnya lebih tinggi dibandingkan bukti yang diperoleh secara tidak langsung (misalnya bukti yang disediakan oleh Wajib Pajak). Cara memperoleh bukti juga harus memperhatikan legalitas cara perolehan bukti.
b) Relevan berarti bahwa bukti harus berkaitan dengan pos-pos yang akan diperiksa sebagaimana tercantum dalam Program Pemeriksaan.
2) Bukti yang cukup adalah bukti yang memadai untuk mendukung temuan hasil Pemeriksaan. Kecukupan terkait dengan pertimbangan profesional (professional judgement) Pemeriksa Pajak.
d. Pemeriksaan dilakukan oleh suatu tim Pemeriksa Pajak yang terdiri dari seorang Supervisor, seorang Ketua Tim, dan seorang atau lebih Anggota Tim, dan dalam keadaan tertentu Ketua Tim dapat merangkap sebagai Anggota Tim.
Keadaan tertentu Ketua Tim dapat merangkap sebagai Anggota Tim adalah:
1) terbatasnya jumlah Pemeriksa Pajak pada UP2; dan/atau
2) berdasarkan pertimbangan Kepala UP2.
e. Tim Pemeriksa Pajak dapat dibantu oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian tertentu, baik yang berasal dari Direktorat Jenderal Pajak maupun yang berasal dari instansi di luar Direktorat Jenderal Pajak yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai tenaga ahli, seperti penerjemah bahasa, ahli di bidang teknologi informasi, dan pengacara.
f. Apabila diperlukan, Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan secara bersama-sama dengan tim pemeriksa dari instansi lain.
g. Pemeriksaan dapat dilaksanakan di kantor Direktorat Jenderal Pajak, tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, dan/atau tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak.
h. Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan di luar jam kerja.
i. Pelaksanaan Pemeriksaan didokumentasikan dalam bentuk KKP.
Kegiatan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus didokumentasikan dalam bentuk KKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf i dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. KKP wajib disusun oleh Pemeriksa Pajak dan berfungsi sebagai:
1) bukti bahwa Pemeriksaan telah dilaksanakan sesuai standar pelaksanaan Pemeriksaan;
2) bahan dalam melakukan pembahasan akhir hasil Pemeriksaan dengan Wajib Pajak mengenai temuan hasil Pemeriksaan;
3) dasar pembuatan LHP;
4) sumber data atau informasi bagi penyelesaian keberatan atau banding yang diajukan oleh Wajib Pajak; dan
5) referensi untuk Pemeriksaan berikutnya.
b. KKP harus memberikan gambaran mengenai:
1) Prosedur Pemeriksaan yang dilaksanakan;
2) data, keterangan, dan/atau bukti yang diperoleh;
3) pengujian yang telah dilakukan; dan
4) simpulan dan hal-hal lain yang dianggap perlu yang berkaitan dengan Pemeriksaan.
c. KKP harus ditelaah Supervisor untuk meyakini bahwa:
1) Pemeriksaan telah dilakukan sesuai dengan Rencana Pemeriksaan dan perubahannya.
2) Pemilihan Metode Pemeriksaan, Teknik Pemeriksaan, Prosedur Pemeriksaan, penghitungan matematis koreksi, dan dasar hukum koreksi telah dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.
d. KKP harus diparaf oleh pembuat dan penelaah KKP.
Kegiatan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilaporkan dalam bentuk LHP yang disusun sesuai standar pelaporan hasil Pemeriksaan, yaitu:
a. LHP disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup dan pos-pos yang diperiksa sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, memuat simpulan Pemeriksa Pajak yang didukung temuan yang kuat tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan, dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait dengan Pemeriksaan.
b. LHP untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sekurang-kurangnya memuat:
1) penugasan Pemeriksaan;
2) identitas Wajib Pajak;
3) pembukuan atau pencatatan Wajib Pajak;
4) pemenuhan kewajiban perpajakan;
5) data/informasi yang tersedia;
6) buku dan dokumen yang dipinjam;
7) materi yang diperiksa;
8) uraian hasil Pemeriksaan;
9) ikhtisar hasil Pemeriksaan;
10) penghitungan pajak terutang; dan
11) simpulan dan usul Pemeriksa Pajak.
c. LHP disusun dan ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
d. LHP ditandatangani oleh Kepala UP2 untuk mengetahui apakah:
1) Pos-pos yang diperiksa telah sesuai dengan Rencana Pemeriksaan dan perubahannya.
2) Dasar hukum koreksi telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.
Pelaksanaaan Pemeriksaan untuk tujuan lain harus dilakukan sesuai standar pelaksanaan Pemeriksaan, yaitu:
a. Pelaksanaan Pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik, sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, dan mendapat pengawasan yang seksama.
1) Persiapan yang baik harus didukung dengan penyusunan Program Pemeriksaan (audit program).
a) Program Pemeriksaan disusun oleh Supervisor dan dibantu oleh Ketua Tim sesuai tujuan dan kriteria Pemeriksaan.
b) Program Pemeriksaan sekurang-kurangnya menyatakan Metode Pemeriksaan, Teknik Pemeriksaan, dan Prosedur Pemeriksaan yang dilakukan oleh Pemeriksa Pajak, dan buku, catatan, dan dokumen yang diperlukan.
2) Pengawasan yang seksama dilakukan oleh Supervisor dalam rangka memastikan bahwa pelaksanaan Pemeriksaan sejalan dengan tujuan dan kriteria Pemeriksaan.
b. Luas Pemeriksaan disesuaikan dengan kriteria dilakukannya Pemeriksaan untuk tujuan lain.
c. Pemeriksaan dilakukan oleh tim Pemeriksa Pajak yang terdiri dari 1 (satu) orang Supervisor, 1 (satu) orang Ketua Tim, dan 1 (satu) orang atau lebih Anggota Tim, dan dalam keadaan tertentu Ketua Tim dapat merangkap sebagai Anggota Tim.
Keadaan tertentu Ketua Tim dapat merangkap sebagai Anggota Tim adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d.
d. Pemeriksaan dapat dilaksanakan di kantor Direktorat Jenderal Pajak, tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, dan/atau di tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak.
e. Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan di luar jam kerja.
f. Pelaksanaan Pemeriksaan didokumentasikan dalam bentuk KKP.
Kegiatan Pemeriksaan untuk tujuan lain harus didokumentasikan dalam bentuk KKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf f dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. KKP wajib disusun oleh Pemeriksa Pajak dan berfungsi sebagai:
1) bukti bahwa Pemeriksa Pajak telah melaksanakan Pemeriksaan berdasarkan Standar Pemeriksaan; dan
2) dasar pembuatan LHP.
b. KKP harus memberikan gambaran mengenai:
1) data, keterangan, dan/atau bukti yang diperoleh;
2) Prosedur Pemeriksaan yang dilaksanakan; dan
3) simpulan dan hal-hal lain yang dianggap perlu yang berkaitan dengan Pemeriksaan.
c. KKP harus ditelaah Supervisor untuk meyakini bahwa pelaksanaan Pemeriksaan telah sesuai dengan tujuan dan kriteria Pemeriksaan, dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.
d. KKP harus diparaf oleh pembuat dan penelaah KKP.
Kegiatan Pemeriksaan untuk tujuan lain harus dilaporkan dalam bentuk LHP yang disusun sesuai standar pelaporan hasil Pemeriksaan, yaitu:
a. LHP disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup atau pos-pos yang diperiksa sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, memuat simpulan Pemeriksa Pajak dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait.
b. LHP untuk tujuan lain sekurang-kurangnya memuat :
1) identitas Wajib Pajak;
2) penugasan Pemeriksaan;
3) dasar (tujuan) Pemeriksaan;
4) buku dan dokumen yang dipinjam;
5) materi yang diperiksa;
6) uraian hasil Pemeriksaan; dan
7) simpulan dan usul Pemeriksa.
c. LHP disusun dan ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
d. LHP ditandatangani oleh Kepala UP2 untuk mengetahui apakah:
1) Hasil Pemeriksaan telah sesuai kriteria Pemeriksaan tujuan lain.
2) Simpulan, usul, dan/atau rekomendasi yang diberikan telah memiliki dasar hukum yang tepat.
(1) Pelaksanaan dan pelaporan Pemeriksaan mengacu pada Pedoman Petunjuk Teknis, dan/atau Petunjuk Pelaksanaan di bidang Pemeriksaan.
(2) Pedoman di bidang Pemeriksaan adalah panduan Pemeriksaan yang memuat acuan yang bersifat umum yang dapat dijabarkan dalam Petunjuk Teknis di bidang Pemeriksaan untuk mendukung pelaksanaan Pemeriksaan yang harus digunakan Pemeriksa Pajak sebagai rujukan dalam Pemeriksaan.
(3) Petunjuk Teknis di bidang Pemeriksaan adalah bimbingan yang merupakan tuntunan teknis Pemeriksaan yang dapat digunakan Pemeriksa Pajak dalam melakukan Pemeriksaan.
(4) Petunjuk Pelaksanaan di bidang Pemeriksaan adalah bimbingan yang merupakan tuntunan operasional dan administrasi, yang memuat cara pelaksanaan Pemeriksaan, termasuk urutan pelaksanaannya yang harus diikuti oleh Pemeriksa Pajak dalam melakukan Pemeriksaan.
(1) Pemeriksaan dilakukan secara objektif dan profesional berdasarkan Standar Pemeriksaan ini.
(2) Pemeriksa Pajak tidak dikenai sanksi dalam hal Pemeriksaan yang dilakukan telah sesuai dengan Standar Pemeriksaan, serta dilaksanakan berdasarkan iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan.
(1) Pada saat berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-9/PJ/2010 tentang Standar Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
(2) Pada saat berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini, ketentuan pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-9/PJ/2010 tentang Standar Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Direktur Jenderal ini dan tidak dicabut dan/atau dinyatakan tidak berlaku oleh ketentuan lain.
Peraturan Direktur Jenderal ini berlaku mulai tanggal 1 Februari 2013.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 Juni 2013
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd
A. FUAD RAHMANY
Status PER-23/PJ/2013 Tanggal 11 Juni 2013 Tentang Standar Pemeriksaan adalah sebagai berikut :
- PER-23/PJ/2013 ditetapkan tanggal 11 Juni 2013 dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Februari 2013.
Baca Juga :
- Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
- Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Untuk Tujuan Lain.
PER-23/PJ/2013 Tanggal 11 Juni 2013 Tentang Standar Pemeriksaan selengkapnya :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR : PER-23/PJ/2013
TENTANG
STANDAR PEMERIKSAAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 92 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Standar Pemeriksaan;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan (Berita Negara Republik IndonesiaTahun 2013 Nomor 47);
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG STANDAR PEMERIKSAAN.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG STANDAR PEMERIKSAAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:
1. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan.
2. Standar Pemeriksaan adalah capaian minimum yang harus dicapai dalam melaksanakan Pemeriksaan.
3. Pemeriksa Pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan Pemeriksaan.
4. Unit Pelaksana Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat UP2 adalah unit yang berada di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang melaksanakan Pemeriksaan.
5. Surat Perintah Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat SP2 adalah surat perintah untuk melakukan Pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
6. Surat Pemberitahuan yang selanjutnya disingkat SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
7. Rencana Pemeriksaan (Audit Plan) adalah rencana kerja Pemeriksaan yang disusun oleh Supervisor dan harus ditelaah serta mendapat persetujuan dari Kepala UP2 yang berisi identitas Wajib Pajak, identitas tim Pemeriksa Pajak, dan uraian rencana.
8. Program Pemeriksaan (Audit Program) adalah pernyataan pilihan Metode Pemeriksaan, Teknik Pemeriksaan, dan Prosedur Pemeriksaan yang akan dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak dalam melakukan Pemeriksaan sesuai dengan Rencana Pemeriksaan.
9. Metode Pemeriksaan adalah Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Pemeriksaan yang dilakukan terhadap buku, catatan, dan dokumen serta data, informasi, dan keterangan lain.
10. Teknik Pemeriksaan adalah cara-cara pengumpulan bukti, pengujian, dan/atau pembuktian yang dikembangkan oleh Pemeriksa Pajak untuk meyakini kebenaran pos-pos yang diperiksa.
11. Prosedur Pemeriksaan adalah serangkaian langkah dalam suatu Teknik Pemeriksaaan, berupa petunjuk rinci yang biasanya tertulis dalam bentuk perintah, untuk dilakukan oleh Pemeriksa Pajak.
12. Kertas Kerja Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat KKP adalah catatan secara rinci dan jelas yang dibuat oleh Pemeriksa Pajak mengenai prosedur Pemeriksaan yang ditempuh, data, keterangan, dan/atau bukti yang dikumpulkan, pengujian yang dilakukan dan simpulan yang diambil sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan.
13. Laporan Hasil Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat LHP adalah laporan yang berisi tentang pelaksanaan dan hasil Pemeriksaan yang disusun oleh Pemeriksa Pajak secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan Pemeriksaan.
14. Supervisor adalah Pemeriksa Pajak yang bertugas membuat Rencana Pemeriksaan dalam rangka menguji pemenuhan kewajiban perpajakan, membuat Program Pemeriksaan, melakukan pengendalian dan pengawasan atas pelaksanaan Pemeriksaan, melakukan telaah atas KKP serta memberikan bimbingan kepada Pemeriksa Pajak yang berada dalam suatu kelompok Pemeriksa Pajak.
15. Ketua Tim adalah Pemeriksa Pajak yang bertugas membantu Supervisor dalam menyusun Program Pemeriksaan, mengarahkan dan mengoordinasikan pelaksanaan Pemeriksaan serta sekaligus melaksanakan Pemeriksaan bersama-sama dengan Anggota Tim yang berada dalam suatu tim Pemeriksa Pajak.
16. Anggota Tim adalah Pemeriksa Pajak yang bertugas melaksanakan Pemeriksaan dalam suatu tim Pemeriksa Pajak.
BAB II
STANDAR PEMERIKSAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 2
(1) Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan Pemeriksaan untuk tujuan lain harus dilaksanakan sesuai dengan Standar Pemeriksaan.
(2) Standar Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai ukuran mutu Pemeriksaan.
(3) Standar Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi standar umum Pemeriksaan, standar pelaksanaan Pemeriksaan, dan standar pelaporan hasil Pemeriksaan.
Bagian Kedua
Standar Umum Pemeriksaan
Pasal 3
(1) Standar umum Pemeriksaan berlaku bagi Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan Pemeriksaan untuk tujuan lain.
(2) Standar umum Pemeriksaan merupakan standar yang bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan Pemeriksa Pajak
(3) Pemeriksaan dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak yang memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Telah mendapat pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup serta memiliki keterampilan sebagai Pemeriksa Pajak.
1) Persyaratan ini merupakan syarat kompetensi untuk dapat menjadi seorang Pemeriksa Pajak, baik sebagai individu maupun sebagai tim Pemeriksa Pajak (kompetensi kolektif).
2) Pemeriksa Pajak harus memiliki pengetahuan dan keahlian yang memadai di bidang perpajakan, akuntansi, dan Pemeriksaan.
3) Pemeriksa Pajak diharuskan memiliki pengetahuan umum tentang lingkungan dan proses bisnis Wajib Pajak, termasuk di antaranya adalah kemampuan menerapkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku.
4) Pemeriksa Pajak harus memiliki keterampilan berkomunikasi secara jelas dan efektif, baik secara lisan maupun tulisan.
5) Pemeriksa Pajak harus memelihara dan meningkatkan keahlian dan kompetensinya melalui pendidikan berkelanjutan. Pendidikan dimaksud dapat berupa diklat-diklat, kursus singkat, maupun seminar, baik yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pajak, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, maupun oleh instansi lainnya, di dalam maupun di luar negeri.
b. Menggunakan keterampilannya secara cermat dan seksama.
1) Dalam pelaksanaan Pemeriksaan dan penyusunan LHP, Pemeriksa Pajak harus menggunakan keterampilannya secara profesional, cermat dan seksama, objektif, dan independen, serta selalu menjaga integritas.
2) Pemeriksa Pajak dianggap telah menggunakan keterampilannya secara cermat dan seksama apabila dalam melaksanakan Pemeriksaan didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
c. Jujur dan bersih dari tindakan-tindakan tercela serta senantiasa mengutamakan kepentingan negara.
1) Pemeriksa Pajak dituntut untuk selalu jujur dan bersih dari tindakan tercela serta mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi ataupun golongan.
2) Pemeriksa Pajak harus tunduk pada kode etik yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
3) Dalam semua hal yang berkaitan dengan Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak harus bersikap independen, yaitu tidak mudah dipengaruhi oleh keadaan, kondisi, perbuatan dan/atau Wajib Pajak yang diperiksanya. Gangguan independensi yang dapat dialami oleh Pemeriksa Pajak selama Pemeriksaan meliputi hal-hal berikut:
a) memiliki hubungan pertalian darah ke atas, ke bawah, atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan Wajib Pajak;
b) memiliki kepentingan keuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan Wajib Pajak;
c) pernah bekerja atau memberikan jasa di bidang yang berhubungan dengan masalah perpajakan, akuntansi, ataupun keuangan kepada Wajib Pajak dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir;
d) memiliki teman dekat/keluarga yang dapat berposisi sebagai wakil Wajib Pajak yang diperiksa; atau
e) keadaan, kondisi, dan perbuatan tertentu lainnya yang menurut pertimbangan Pemeriksa Pajak dapat mengganggu independensi.
4) Dalam hal Pemeriksa Pajak mengalami gangguan independensi sebagaimana dimaksud pada angka 3) maka Pemeriksa Pajak harus memberitahukan kepada Kepala UP2 tentang adanya gangguan independensi tersebut. Selanjutnya, Kepala UP2 harus segera mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi gangguan independensi tersebut.
d. Taat terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(4) Dalam hal diperlukan, Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan oleh tenaga ahli dari luar Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
Bagian Ketiga
Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
Pasal 4
Pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilakukan sesuai standar pelaksanaan Pemeriksaan, yaitu:
a. Pelaksanaan Pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, yang paling sedikit meliputi kegiatan mengumpulkan dan mempelajari data Wajib Pajak, menyusun Rencana Pemeriksaan (audit plan), dan menyusun Program Pemeriksaan (audit program), serta mendapat pengawasan yang seksama.
1) Kegiatan mengumpulkan dan mempelajari data Wajib Pajak, meliputi:
a) Mempelajari profil Wajib Pajak.
b) Menganalisis data keuangan Wajib Pajak.
c) Mempelajari data lain yang relevan, baik dari Direktorat Jenderal Pajak maupun dari pihak lain,
2) Penyusunan Rencana Pemeriksaan (audit plan).
a) Rencana Pemeriksaan disusun oleh Supervisor.
b) Rencana Pemeriksaan disusun berdasarkan identifikasi masalah yang dilakukan Supervisor atas data Wajib Pajak yang telah dikumpulkan dan dipelajari.
c) Rencana Pemeriksaan harus ditelaah dan mendapat persetujuan dari Kepala UP2 sebelum SP2 diterbitkan.
d) Rencana Pemeriksaan antara lain berisi:
i) Identitas Wajib Pajak yang memberikan gambaran umum mengenai Wajib Pajak;
ii) Identitas tim Pemeriksa Pajak yang berisi susunan tim dan jumlah SP2 yang sedang dikerjakan tim Pemeriksa Pajak yang bersangkutan; dan
iii) Uraian Rencana Pemeriksaan yang berisi informasi mengenai identifikasi masalah, perkiraan tanggal selesai Pemeriksaan, serta pos-pos yang akan diperiksa.
e) Rencana Pemeriksaan dapat dilakukan perubahan jika Pemeriksa Pajak menemukan kondisi yang berbeda saat melakukan Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak dengan kondisi awal yang dijadikan pertimbangan saat membuat Rencana Pemeriksaan.
f) Perubahan Rencana Pemeriksaan dapat disetujui atau ditolak berdasarkan pertimbangan Kepala UP2.
g) Perubahan Rencana Pemeriksaan harus memperhatikan jangka waktu Pemeriksaan.
3) Penyusunan Program Pemeriksaan (audit program).
a) Program Pemeriksaan disusun oleh Supervisor dan dibantu oleh Ketua Tim berdasarkan Rencana Pemeriksaan.
b) Program Pemeriksaan sekurang-kurangnya menyatakan Metode Pemeriksaan, Teknik Pemeriksaan, dan Prosedur Pemeriksaan yang dilakukan oleh Pemeriksa Pajak, dan buku, catatan, dan dokumen yang diperlukan.
c) Dalam hal terdapat perubahan Rencana Pemeriksaan berupa penambahan pos-pos yang akan diperiksa maka harus dibuat Perubahan Program Pemeriksaan.
d) Kepala UP2 menandatangani Program Pemeriksaan untuk mengetahui apakah Program Pemeriksaan yang dibuat sesuai dengan pos-pos yang akan diperiksa sebagaimana tercantum dalam Rencana Pemeriksaan dan perubahannya.
e) Program Pemeriksaan harus memuat Rencana Program Pemeriksaan dan Realisasi Program Pemeriksaan
.
4) Menyiapkan sarana Pemeriksaan.
4) Menyiapkan sarana Pemeriksaan.
Untuk kelancaran dan kelengkapan dalam menjalankan Pemeriksaan, tim Pemeriksa Pajak harus menyiapkan sarana yang diperlukan.
b. Pemeriksaan dilaksanakan dengan melakukan pengujian berdasarkan Metode Pemeriksaan dan Teknik Pemeriksaan sesuai dengan Program Pemeriksaan (audit program) yang telah disusun.
c. Temuan hasil Pemeriksaan harus didasarkan pada bukti kompeten yang cukup dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
1) Bukti kompeten adalah bukti yang valid dan relevan dengan tetap mempertimbangkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha atas transaksi Wajib Pajak yang memiliki hubungan istimewa.
a) Valid berarti bukti dapat diandalkan untuk menyimpulkan suatu fakta. Tingkat validitas bukti dipengaruhi oleh 3 (tiga) hal sebagai berikut:
i) Independensi dan kualifikasi sumber diperolehnya bukti.
Bukti yang diperoleh dari pihak yang independen tingkat validitasnya lebih tinggi dibandingkan bukti yang diperoleh dari pihak yang tidak independen. Selain independensi, perlu juga memperhatikan hubungan pihak yang memberikan bukti dengan bukti yang diberikan.
ii) Kondisi bukti diperoleh.
Tingkat kesulitan mendapatkan bukti yang dipengaruhi situasi dan/atau kondisi dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan tingkat validitas bukti.
iii) Cara bukti diperoleh.
Bukti yang diperoleh secara langsung oleh Pemeriksa Pajak (misalnya observasi) tingkat validitasnya lebih tinggi dibandingkan bukti yang diperoleh secara tidak langsung (misalnya bukti yang disediakan oleh Wajib Pajak). Cara memperoleh bukti juga harus memperhatikan legalitas cara perolehan bukti.
b) Relevan berarti bahwa bukti harus berkaitan dengan pos-pos yang akan diperiksa sebagaimana tercantum dalam Program Pemeriksaan.
2) Bukti yang cukup adalah bukti yang memadai untuk mendukung temuan hasil Pemeriksaan. Kecukupan terkait dengan pertimbangan profesional (professional judgement) Pemeriksa Pajak.
d. Pemeriksaan dilakukan oleh suatu tim Pemeriksa Pajak yang terdiri dari seorang Supervisor, seorang Ketua Tim, dan seorang atau lebih Anggota Tim, dan dalam keadaan tertentu Ketua Tim dapat merangkap sebagai Anggota Tim.
Keadaan tertentu Ketua Tim dapat merangkap sebagai Anggota Tim adalah:
1) terbatasnya jumlah Pemeriksa Pajak pada UP2; dan/atau
2) berdasarkan pertimbangan Kepala UP2.
e. Tim Pemeriksa Pajak dapat dibantu oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian tertentu, baik yang berasal dari Direktorat Jenderal Pajak maupun yang berasal dari instansi di luar Direktorat Jenderal Pajak yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai tenaga ahli, seperti penerjemah bahasa, ahli di bidang teknologi informasi, dan pengacara.
f. Apabila diperlukan, Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan secara bersama-sama dengan tim pemeriksa dari instansi lain.
g. Pemeriksaan dapat dilaksanakan di kantor Direktorat Jenderal Pajak, tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, dan/atau tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak.
h. Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan di luar jam kerja.
i. Pelaksanaan Pemeriksaan didokumentasikan dalam bentuk KKP.
Pasal 5
Kegiatan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus didokumentasikan dalam bentuk KKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf i dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. KKP wajib disusun oleh Pemeriksa Pajak dan berfungsi sebagai:
1) bukti bahwa Pemeriksaan telah dilaksanakan sesuai standar pelaksanaan Pemeriksaan;
2) bahan dalam melakukan pembahasan akhir hasil Pemeriksaan dengan Wajib Pajak mengenai temuan hasil Pemeriksaan;
3) dasar pembuatan LHP;
4) sumber data atau informasi bagi penyelesaian keberatan atau banding yang diajukan oleh Wajib Pajak; dan
5) referensi untuk Pemeriksaan berikutnya.
b. KKP harus memberikan gambaran mengenai:
1) Prosedur Pemeriksaan yang dilaksanakan;
2) data, keterangan, dan/atau bukti yang diperoleh;
3) pengujian yang telah dilakukan; dan
4) simpulan dan hal-hal lain yang dianggap perlu yang berkaitan dengan Pemeriksaan.
c. KKP harus ditelaah Supervisor untuk meyakini bahwa:
1) Pemeriksaan telah dilakukan sesuai dengan Rencana Pemeriksaan dan perubahannya.
2) Pemilihan Metode Pemeriksaan, Teknik Pemeriksaan, Prosedur Pemeriksaan, penghitungan matematis koreksi, dan dasar hukum koreksi telah dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.
d. KKP harus diparaf oleh pembuat dan penelaah KKP.
Bagian Keempat
Standar Pelaporan Hasil Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
Pasal 6
Kegiatan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilaporkan dalam bentuk LHP yang disusun sesuai standar pelaporan hasil Pemeriksaan, yaitu:
a. LHP disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup dan pos-pos yang diperiksa sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, memuat simpulan Pemeriksa Pajak yang didukung temuan yang kuat tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan, dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait dengan Pemeriksaan.
b. LHP untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sekurang-kurangnya memuat:
1) penugasan Pemeriksaan;
2) identitas Wajib Pajak;
3) pembukuan atau pencatatan Wajib Pajak;
4) pemenuhan kewajiban perpajakan;
5) data/informasi yang tersedia;
6) buku dan dokumen yang dipinjam;
7) materi yang diperiksa;
8) uraian hasil Pemeriksaan;
9) ikhtisar hasil Pemeriksaan;
10) penghitungan pajak terutang; dan
11) simpulan dan usul Pemeriksa Pajak.
c. LHP disusun dan ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
d. LHP ditandatangani oleh Kepala UP2 untuk mengetahui apakah:
1) Pos-pos yang diperiksa telah sesuai dengan Rencana Pemeriksaan dan perubahannya.
2) Dasar hukum koreksi telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.
Bagian Kelima
Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Untuk Tujuan Lain
Pasal 7
Pelaksanaaan Pemeriksaan untuk tujuan lain harus dilakukan sesuai standar pelaksanaan Pemeriksaan, yaitu:
a. Pelaksanaan Pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik, sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, dan mendapat pengawasan yang seksama.
1) Persiapan yang baik harus didukung dengan penyusunan Program Pemeriksaan (audit program).
a) Program Pemeriksaan disusun oleh Supervisor dan dibantu oleh Ketua Tim sesuai tujuan dan kriteria Pemeriksaan.
b) Program Pemeriksaan sekurang-kurangnya menyatakan Metode Pemeriksaan, Teknik Pemeriksaan, dan Prosedur Pemeriksaan yang dilakukan oleh Pemeriksa Pajak, dan buku, catatan, dan dokumen yang diperlukan.
2) Pengawasan yang seksama dilakukan oleh Supervisor dalam rangka memastikan bahwa pelaksanaan Pemeriksaan sejalan dengan tujuan dan kriteria Pemeriksaan.
b. Luas Pemeriksaan disesuaikan dengan kriteria dilakukannya Pemeriksaan untuk tujuan lain.
c. Pemeriksaan dilakukan oleh tim Pemeriksa Pajak yang terdiri dari 1 (satu) orang Supervisor, 1 (satu) orang Ketua Tim, dan 1 (satu) orang atau lebih Anggota Tim, dan dalam keadaan tertentu Ketua Tim dapat merangkap sebagai Anggota Tim.
Keadaan tertentu Ketua Tim dapat merangkap sebagai Anggota Tim adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d.
d. Pemeriksaan dapat dilaksanakan di kantor Direktorat Jenderal Pajak, tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, dan/atau di tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak.
e. Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan di luar jam kerja.
f. Pelaksanaan Pemeriksaan didokumentasikan dalam bentuk KKP.
Pasal 8
Kegiatan Pemeriksaan untuk tujuan lain harus didokumentasikan dalam bentuk KKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf f dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. KKP wajib disusun oleh Pemeriksa Pajak dan berfungsi sebagai:
1) bukti bahwa Pemeriksa Pajak telah melaksanakan Pemeriksaan berdasarkan Standar Pemeriksaan; dan
2) dasar pembuatan LHP.
b. KKP harus memberikan gambaran mengenai:
1) data, keterangan, dan/atau bukti yang diperoleh;
2) Prosedur Pemeriksaan yang dilaksanakan; dan
3) simpulan dan hal-hal lain yang dianggap perlu yang berkaitan dengan Pemeriksaan.
c. KKP harus ditelaah Supervisor untuk meyakini bahwa pelaksanaan Pemeriksaan telah sesuai dengan tujuan dan kriteria Pemeriksaan, dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.
d. KKP harus diparaf oleh pembuat dan penelaah KKP.
Bagian Keenam
Standar Pelaporan Hasil Pemeriksaan UntukTujuan Lain
Pasal 9
Kegiatan Pemeriksaan untuk tujuan lain harus dilaporkan dalam bentuk LHP yang disusun sesuai standar pelaporan hasil Pemeriksaan, yaitu:
a. LHP disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup atau pos-pos yang diperiksa sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, memuat simpulan Pemeriksa Pajak dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait.
b. LHP untuk tujuan lain sekurang-kurangnya memuat :
1) identitas Wajib Pajak;
2) penugasan Pemeriksaan;
3) dasar (tujuan) Pemeriksaan;
4) buku dan dokumen yang dipinjam;
5) materi yang diperiksa;
6) uraian hasil Pemeriksaan; dan
7) simpulan dan usul Pemeriksa.
c. LHP disusun dan ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
d. LHP ditandatangani oleh Kepala UP2 untuk mengetahui apakah:
1) Hasil Pemeriksaan telah sesuai kriteria Pemeriksaan tujuan lain.
2) Simpulan, usul, dan/atau rekomendasi yang diberikan telah memiliki dasar hukum yang tepat.
BAB III
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 10
(1) Pelaksanaan dan pelaporan Pemeriksaan mengacu pada Pedoman Petunjuk Teknis, dan/atau Petunjuk Pelaksanaan di bidang Pemeriksaan.
(2) Pedoman di bidang Pemeriksaan adalah panduan Pemeriksaan yang memuat acuan yang bersifat umum yang dapat dijabarkan dalam Petunjuk Teknis di bidang Pemeriksaan untuk mendukung pelaksanaan Pemeriksaan yang harus digunakan Pemeriksa Pajak sebagai rujukan dalam Pemeriksaan.
(3) Petunjuk Teknis di bidang Pemeriksaan adalah bimbingan yang merupakan tuntunan teknis Pemeriksaan yang dapat digunakan Pemeriksa Pajak dalam melakukan Pemeriksaan.
(4) Petunjuk Pelaksanaan di bidang Pemeriksaan adalah bimbingan yang merupakan tuntunan operasional dan administrasi, yang memuat cara pelaksanaan Pemeriksaan, termasuk urutan pelaksanaannya yang harus diikuti oleh Pemeriksa Pajak dalam melakukan Pemeriksaan.
Pasal 11
(1) Pemeriksaan dilakukan secara objektif dan profesional berdasarkan Standar Pemeriksaan ini.
(2) Pemeriksa Pajak tidak dikenai sanksi dalam hal Pemeriksaan yang dilakukan telah sesuai dengan Standar Pemeriksaan, serta dilaksanakan berdasarkan iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan.
BAB IV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 12
(1) Pada saat berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-9/PJ/2010 tentang Standar Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
(2) Pada saat berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini, ketentuan pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-9/PJ/2010 tentang Standar Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Direktur Jenderal ini dan tidak dicabut dan/atau dinyatakan tidak berlaku oleh ketentuan lain.
Pasal 13
Peraturan Direktur Jenderal ini berlaku mulai tanggal 1 Februari 2013.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 Juni 2013
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd
A. FUAD RAHMANY
Status PER-23/PJ/2013 Tanggal 11 Juni 2013 Tentang Standar Pemeriksaan adalah sebagai berikut :
- PER-23/PJ/2013 ditetapkan tanggal 11 Juni 2013 dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Februari 2013.
Baca Juga :