PMK Nomor 7/PMK.03/2015 Tanggal 12 Januari 2015 Tentang Tata Cara Pembentukan dan Pelaksanaan Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement)
Rangkuman/Ringkasan
dan Isi PMK Nomor 7/PMK.03/2015 Tanggal
12 Januari 2015 Tentang Tata Cara Pembentukan dan Pelaksanaan
Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement) :
- Rangkuman/Ringkasan PMK Nomor 7/PMK.03/2015 Tanggal 12 Januari 2015 Tentang Tata Cara Pembentukan dan Pelaksanaan Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement) adalah sebagai berikut :
- Pasal 1 Tentang Pengertian dari Undang-Undang, Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, Otoritas Pajak Negara Mitra atau Otoritas Pajak Yurisdiksi Mitra, Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedure), Persetujuan Bersama, Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement), Hubungan Istimewa, Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (arm’s length principle (ALP)), Harga Wajar atau Laba Wajar, Penentuan Harga Transfer atau Transfer Pricing, Analisis Kesebandingan, Naskah APA .
- Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 4 Tentang Tata Cara Pengajuan Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement).
- Pasal 5 Tentang Tentang Tata Pembentukan Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement).
- Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9 Tentang Pembicaraan Awal Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement).
- Pasal 10 Tentang Undangan pengajuan Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement).
- Pasal 11 Tentang Permohonan Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement).
- Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15 dan Pasal 16 Tentang Pembahasan Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement).
- Pasal 17 dan Pasal 18 Tentang Nasakah Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement).
- Pasal 19 Tentang Pelaksanaan Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement).
- Pasal 20 dan Pasal 21 Tentang Evaluasi Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement).
- Pasal 22 Tentang Pembaruan (Renewal) Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement).
- Pasal 23 Tentang Dokumentasi pelaksanaan Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement).
- Pasal 24 dan Pasal 25 Tentang Pengaruh Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement) terhadap kegiatan Pemeriksaan, Pemeriksaan Bukti Permulaan dan Penyidikan Pajak.
- Pasal 26 Tentang Tata cara penyelesaian permohonan Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement) sebelum berlakunya PMK Nomor 7/PMK.03/2015 yang belum selesai diproses.
- Pasal 27 Tentang Ketentuan lebih lanjut dari PMK Nomor 7/PMK.03/2015 akan diatur dengan Peraturan Direktur Jen deral Pajak.
- Pasal 28 Tentang Saat berlakunya PMK Nomor 7/PMK.03/2015.
PERATURAN
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7/PMK.03/2015
TENTANG
TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PELAKSANAAN KESEPAKATAN
HARGA TRANSFER (ADVANCE PRICING AGREEMENT)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
NOMOR 7/PMK.03/2015
TENTANG
TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PELAKSANAAN KESEPAKATAN
HARGA TRANSFER (ADVANCE PRICING AGREEMENT)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a.
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 18
ayat (3a) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008 diatur bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk melakukan
perjanjian dengan Wajib Pajak dan bekerja sama dengan pihak otoritas pajak
negara lain untuk menentukan harga transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai
hubungan istimewa yang berlaku selama suatu periode tertentu dan mengawasi
pelaksanaannya serta melakukan renegosiasi setelah periode tertentu tersebut
berakhir;
b.
bahwa perjanjian antara Direktur
Jenderal Pajak dengan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dimaksudkan untuk memberikan kepastian dan menghindari terjadinya kesalahan
dalam rangka penentuan harga transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai
hubungan istimewa;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan
ketentuan Pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Keuangan tentang Tata Cara Pembentukan dan Pelaksanaan Kesepakatan Harga
Transfer (Advance Pricing Agreement);
Mengingat :
1.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun
2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5268);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PELAKSANAAN KESEPAKATAN HARGA TRANSFER (ADVANCE PRICING AGREEMENT).
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1.
|
Undang-Undang adalah Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang.
|
2.
|
Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra
adalah negara atau yurisdiksi yang terikat dengan Pemerintah Indonesia dalam
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.
|
3.
|
Persetujuan Penghindaran Pajak
Berganda yang selanjutnya disebut P3B adalah perjanjian antara Pemerintah
Indonesia dengan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra untuk mencegah
terjadinya pengenaan pajak berganda dan pengelakan pajak.
|
4.
|
Otoritas Pajak Negara Mitra atau
Otoritas Pajak Yurisdiksi Mitra yang selanjutnya disebut Otoritas Pajak
Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra adalah otoritas perpajakan pada Negara
Mitra atau otoritas perpajakan pada Yurisdiksi Mitra yang berwenang
melaksanakan ketentuan dalam P3B.
|
5.
|
Prosedur Persetujuan Bersama
(Mutual Agreement Procedure) yang selanjutnya disebut MAP adalah prosedur
administratif yang diatur dalam P3B untuk menyelesaikan permasalahan yang
timbul dalam penerapan P3B.
|
6.
|
Persetujuan Bersama adalah hasil
yang telah disepakati dalam penerapan P3B oleh pejabat yang berwenang dari
Pemerintah Indonesia dan pemerintah Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra
sehubungan dengan MAP yang telah dilaksanakan.
|
7.
|
Kesepakatan Harga Transfer
(Advance Pricing Agreement) yang selanjutnya disebut APA adalah perjanjian
tertulis antara:
a.
Direktur
Jenderal Pajak dan Wajib Pajak; atau
b.
Direktur
Jenderal Pajak dengan Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra P3B
yang melibatkan Wajib Pajak,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
18 ayat (3a) Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya untuk
menyepakati kriteria-kriteria dan/atau menentukan harga wajar atau laba wajar
dimuka.
|
8.
|
Hubungan Istimewa adalah hubungan
istimewa sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Pajak
Penghasilan 1984 dan perubahannya atau Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
|
9.
|
Prinsip Kewajaran dan Kelaziman
Usaha (arm’s length principle (ALP)) yang selanjutnya disebut Prinsip
Kewajaran dan Kelaziman Usaha adalah prinsip yang menyatakan bahwa apabila
kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai
Hubungan Istimewa sama atau sebanding dengan kondisi dalam transaksi yang
dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang
dijadikan sebagai pembanding, harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan
antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dimaksud harus sama
dengan atau berada dalam rentang harga atau rentang laba dalam transaksi yang
dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang
dijadikan sebagai pembanding.
|
10.
|
Harga Wajar atau Laba Wajar adalah
harga atau laba yang terjadi atas transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak
yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa dalam kondisi yang sebanding atau
harga atau laba yang ditentukan sebagai harga atau laba yang memenuhi Prinsip
Kewajaran dan Kelaziman Usaha.
|
11.
|
Penentuan Harga Transfer atau
Transfer Pricing yang selanjutnya disebut Transfer Pricing adalah penentuan
harga dalam transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.
|
12.
|
Analisis Kesebandingan adalah
analisis yang dilakukan oleh Wajib Pajak atau Direktur Jenderal Pajak atas
kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang
mempunyai Hubungan Istimewa untuk diperbandingkan dengan kondisi yang
sebanding dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak
mempunyai Hubungan Istimewa, dan analisis untuk mengidentifikasi atas
perbedaan kondisi dalam kedua jenis transaksi dimaksud.
|
13.
|
Naskah APA adalah dokumen yang
berisi kesepakatan antara Direktur Jenderal Pajak dengan Wajib Pajak di
Indonesia mengenai penentuan harga transfer dan kriteria-kriteria dalam
penentuan harga transfer untuk tahun pajak selama jangka waktu APA.
|
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
RUANG LINGKUP
Pasal 2
(1)
|
Pengajuan APA dapat dilakukan
oleh:
a.
Wajib
Pajak dalam negeri Indonesia dan Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; atau
b.
Wajib
Pajak dalam negeri Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
|
(2)
|
Wajib Pajak dalam negeri Indonesia
dan Wajib Pajak luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat
mengajukan APA sepanjang telah beroperasi atau melakukan kegiatan usaha di Indonesia
paling singkat selama 3 (tiga) tahun.
|
(3)
|
Pengajuan APA sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dilakukan melalui Otoritas Pajak Negara Mitra atau
Yurisdiksi Mitra.
|
(4)
|
Pengajuan APA sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi seluruh atau sebagian transaksi yang dilakukan oleh
Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.
|
Pasal 3
(1)
|
APA berlaku dan mengikat bagi:
a.
Direktur
Jenderal Pajak dengan Wajib Pajak; atau
b.
Direktur
Jenderal Pajak dengan Wajib Pajak dan Otoritas Pajak Negara Mitra atau
Yurisdiksi Mitra,
selama jangka waktu APA.
|
(2)
|
APA paling sedikit memuat:
a.
para
pihak yang memiliki Hubungan Istimewa;
b.
transaksi
yang termasuk dalam ruang lingkup APA;
c.
metode
Transfer Pricing;
d.
pembanding
(comparables);
e.
jangka
waktu berlakunya APA;
f.
asumsi
kritikal (critical assumptions); dan
g.
penyesuaian
Transfer Pricing (transfer pricing adjustment).
|
Pasal 4
Jangka waktu pemberlakuan APA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dapat diberikan:
a.
paling lama 3 (tiga) tahun pajak;
atau
b.
paling lama 4 (empat) tahun pajak,
untuk APA yang pembahasannya melibatkan Otoritas Pajak Negara Mitra atau
Yurisdiksi Mitra sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2).
BAB III
PEMBENTUKAN APA
Pasal 5
PEMBENTUKAN APA
Pasal 5
(1)
|
Tahapan pembentukan APA meliputi:
a.
pengajuan
permohonan pembicaraan awal oleh Wajib Pajak kepada Direktur Jenderal Pajak;
b.
pembicaraan
awal antara Direktur Jenderal Pajak dengan Wajib Pajak;
c.
penyampaian
undangan dari Direktur Jenderal Pajak kepada Wajib Pajak dalam rangka
pengajuan permohonan APA berdasarkan hasil dari pembicaraan awal;
d.
pengajuan
permohonan APA oleh Wajib Pajak kepada Direktur Jenderal Pajak;
e.
pembentukan
tim pembahas APA oleh Direktur Jenderal Pajak;
f.
analisis
dan evaluasi serta pembahasan permohonan APA oleh tim pembahas dengan Wajib
Pajak;
g.
pembahasan
APA melalui MAP, dalam hal APA dimaksud melibatkan Otoritas Pajak Negara
Mitra atau Yurisdiksi Mitra;
h.
penyusunan
Naskah APA; dan
i.
penerbitan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak yang berisi mengenai Naskah APA dan
pelaksanaan Naskah APA tersebut.
|
(2)
|
Dalam hal APA diajukan oleh Wajib
Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b, tahapan
pembentukan APA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap harus dipenuhi oleh
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a yang terkait
dengan permohonan APA.
|
Bagian
Kesatu
Pembicaraan Awal
Pasal 6
Pembicaraan Awal
Pasal 6
(1)
|
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a mengajukan permohonan pembicaraan awal secara
tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak dengan mencantumkan transaksi dan
tahun pajak yang akan dicakup dalam APA.
|
(2)
|
Wajib Pajak yang mengajukan
permohonan pembicaraan awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
menyampaikan pernyataan kesediaan secara tertulis untuk menyediakan seluruh dokumen
yang diperlukan dalam proses permohonan APA, dan melengkapi dokumen pendukung
sebagai berikut:
a.
penjelasan
dari Wajib Pajak mengenai alasan mengajukan permohonan APA;
b.
penjelasan
mengenai kegiatan dan usaha Wajib Pajak;
c.
penjelasan
mengenai rencana usaha (business plan) Wajib Pajak;
d.
struktur
perusahaan yang meliputi antara lain struktur kelompok usaha, struktur
kepemilikan dan struktur organisasi;
e.
penjelasan
mengenai pemegang saham dan penjelasan mengenai transaksi yang dilakukan oleh
pemegang saham dengan Wajib Pajak;
f.
penjelasan
mengenai pihak-pihak lainnya yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan Wajib
Pajak dan penjelasan rinci mengenai transaksi yang dilakukan pihak-pihak lain
tersebut dengan Wajib Pajak;
g.
penjelasan
mengenai transaksi dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa untuk 3
(tiga) tahun pajak terakhir, dalam hal ada;
h.
penjelasan
mengenai transaksi yang diusulkan untuk dibahas dan yang dicakup dalam APA;
i.
metode
dan penjelasan atas penentuan harga transfer yang diusulkan oleh Wajib Pajak dan
dokumentasi yang dilakukan oleh Wajib Pajak mengenai Analisis Kesebandingan,
analisis fungsional, pemilihan dan penentuan pembanding, dan penentuan metode
Transfer Pricing;
j.
penjelasan
mengenai situasi atau keadaan dalam kegiatan atau usaha Wajib Pajak yang
perubahannya dapat mempengaruhi secara material kesesuaian metode Transfer
Pricing Wajib Pajak;
k.
penjelasan
mengenai sistem akuntansi, proses produksi, dan proses pembuatan keputusan;
l.
penjelasan
mengenai pihak lain yang menjadi pesaing yang mempunyai jenis kegiatan atau
usaha atau produk yang sama atau sejenis dengan Wajib Pajak, termasuk
penjelasan mengenai karakteristik dan pangsa pasar pesaing;
m.
fotokopi
akta pendirian dan perubahan Wajib Pajak, atau sejenisnya;
n.
fotokopi
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dan Laporan Keuangan Wajib
Pajak selama 3 (tiga) tahun terakhir; dan
o.
dokumen
pendukung lainnya yang diperlukan.
|
(3)
|
Permohonan pembicaraan awal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus:
a.
berdasarkan
transaksi riil dan/atau transaksi yang sudah direncanakan berdasarkan
keputusan pengurus atau direksi perusahaan;
b.
sesuai
dengan pedoman atau peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
Transfer Pricing; dan
c.
tidak
dilakukan semata-mata untuk meminimalisasi beban pajak.
|
(4)
|
Permohonan pembicaraan awal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diajukan paling lambat 6 (enam)
bulan sebelum dimulainya tahun pajak yang akan dicakup dalam APA.
|
Pasal 7
(1)
|
Dalam hal pengajuan APA dilakukan
oleh Wajib Pajak dalam negeri Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b melalui Otoritas Pajak Negara Mitra
atau Yurisdiksi Mitra sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), Direktur
Jenderal Pajak menyampaikan surat pemberitahuan kepada Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a yang terkait dengan
permohonan APA.
|
(2)
|
Dalam hal Wajib Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a yang terkait dengan permohonan APA
menyetujui permohonan APA yang diajukan oleh Wajib Pajak dalam negeri Negara
Mitra atau Yurisdiksi Mitra sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib
Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a yang terkait dengan
permohonan APA mengajukan permohonan pembicaraan awal sesuai ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
|
(3)
|
Direktur Jenderal Pajak menolak
permohonan APA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a yang terkait dengan
permohonan APA tidak menyetujui permohonan APA yang diajukan oleh Wajib Pajak
dalam negeri Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
|
Pasal 8
(1)
|
Direktur Jenderal Pajak melakukan
pembicaraan awal dengan Wajib Pajak untuk:
a.
membahas
perlu atau tidaknya dilaksanakan APA;
b.
membahas
ruang lingkup APA yang diusulkan oleh Wajib Pajak;
c.
memberikan
kesempatan kepada Wajib Pajak untuk menjelaskan penentuan metode Transfer
Pricing yang diusulkannya;
d.
membahas
kemungkinan pembentukan APA yang melibatkan Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi
Mitra;
e.
membahas
dokumentasi dan analisis yang dilakukan oleh Wajib Pajak;
f.
membahas
jangka waktu dan periode tahun pajak yang dicakup dalam pembentukan APA; dan
g.
membahas
hal-hal lain yang terkait dengan pembentukan dan penerapan APA.
|
(2)
|
Atas permohonan pembicaraan awal
dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), Direktur
Jenderal Pajak melakukan evaluasi dan menentukan jadwal pembicaraan awal
dengan Wajib Pajak.
|
(3)
|
Pembicaraan awal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali.
|
(4)
|
Dalam rangka pembicaraan awal,
Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan peninjauan ke tempat kegiatan usaha
Wajib Pajak untuk melengkapi data atau informasi yang diperlukan.
|
Pasal 9
(1)
|
Pembicaraan awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam pembahasan APA.
|
(2)
|
Pembicaraan awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
mengikat Direktur Jenderal Pajak atau Wajib Pajak untuk menindaklanjuti ke
tahap pembahasan APA.
|
Bagian
Kedua
Undangan Pengajuan Permohonan APA
Pasal 10
Undangan Pengajuan Permohonan APA
Pasal 10
(1)
|
Dalam hal berdasarkan hasil
pembicaraan awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal Pasal 8 Direktur Jenderal
Pajak memutuskan bahwa pembicaraan awal dapat ditindaklanjuti ke tahap
pembahasan APA, Direktur Jenderal Pajak menyampaikan surat undangan kepada
Wajib Pajak untuk mengajukan permohonan APA.
|
(2)
|
Surat undangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu)
bulan sebelum dimulainya tahun pajak yang akan dicakup dalam APA.
|
(3)
|
Dalam hal berdasarkan hasil
pembicaraan awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Direktur Jenderal Pajak
memutuskan bahwa pembicaraan awal dengan Wajib Pajak tidak dapat
ditindaklanjuti ke tahap pembahasan APA, Direktur Jenderal Pajak menyampaikan
surat pemberitahuan kepada Wajib Pajak yang menyatakan bahwa Wajib Pajak
tidak dapat mengajukan permohonan APA.
|
(4)
|
Surat pemberitahuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) disampaikan dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu)
bulan sebelum berakhirnya tahun pajak yaitu tahun diajukannya permohonan
pembicaraan awal APA oleh Wajib Pajak.
|
Bagian
Ketiga
Permohonan APA
Pasal 11
Permohonan APA
Pasal 11
(1)
|
Berdasarkan undangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), Wajib Pajak dapat menyampaikan permohonan
APA kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Direktur Peraturan Perpajakan II
dengan mencantumkan informasi sebagai berikut:
a.
nama
Wajib Pajak, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat Wajib Pajak;
b.
identitas
pendukung pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan Wajib Pajak; dan
c.
ruang
lingkup transaksi dan tahun pajak yang dicakup dalam APA.
|
(2)
|
Permohonan APA sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a.
diajukan
secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
b.
ditandatangani
oleh Wajib Pajak atau wakilnya yang sah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang; dan
c.
dalam
hal ditandatangani oleh kuasa, dilampiri surat kuasa khusus sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang.
|
(3)
|
Permohonan APA sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan dokumen pendukung meliputi:
a.
penjelasan
rinci mengenai hasil pembicaraan awal yang telah dilakukan sebelumnya antara
Direktur Jenderal Pajak dengan Wajib Pajak;
b.
penjelasan
rinci mengenai metode Transfer Pricing yang diusulkan oleh Wajib Pajak,
termasuk dokumentasi yang telah dilakukan oleh Wajib Pajak;
c.
penjelasan
rinci mengenai kondisi yang membentuk metode Transfer Pricing;
d.
penjelasan
rinci dan dokumentasi yang menunjukkan bahwa penerapan metode Transfer
Pricing yang diusulkan oleh Wajib Pajak memenuhi Prinsip Kewajaran dan
Kelaziman Usaha;
e.
penjelasan
rinci mengenai analisis asumsi kritikal (critical assumptions); dan
f.
dokumen
pendukung terkait lainnya yang diperlukan.
|
(4)
|
Permohonan APA sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) harus diterima oleh Direktur Peraturan Perpajakan II paling lambat pada
akhir tahun pajak sebelum dimulainya tahun pajak yang dicakup dalam APA.
|
(5)
|
Dalam hal batas waktu diterimanya
permohonan APA dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
terlampaui sampai dengan paling lama 1 (satu) tahun, tahun pajak yang dicakup
dalam APA menjadi berkurang 1 (satu) tahun pajak.
|
(6)
|
Dalam hal batas waktu diterimanya
permohonan APA dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
terlampaui, permohonan APA tidak dapat ditindaklanjuti ke tahap pembahasan
APA.
|
Bagian
Keempat
Pembahasan APA
Pasal 12
Pembahasan APA
Pasal 12
(1)
|
Berdasarkan permohonan APA,
Direktur Jenderal Pajak membentuk tim pembahas APA.
|
(2)
|
Tim pembahas APA sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berasal dari unsur-unsur pegawai negeri sipil di
lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, dan/atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh
Direktur Jenderal Pajak.
|
(3)
|
Tim pembahas APA sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) antara lain mempunyai tugas:
a.
melakukan
analisis dan evaluasi atas permohonan APA termasuk analisis ekonomi untuk
tahun pajak yang dicakup dalam APA;
b.
mengajukan
usul pemeriksaan tujuan lain dalam rangka analisis dan evaluasi atas
permohonan APA, dalam hal diperlukan;
c.
meminta
Wajib Pajak untuk memberikan data atau informasi lain yang diperlukan serta
melakukan peninjauan ke tempat kegiatan usaha Wajib Pajak dan/atau pihak yang
mempunyai Hubungan Istimewa, dalam hal diperlukan;
d.
meminta
informasi yang diperlukan dari pihak terkait lainnya, dalam hal diperlukan;
e.
melakukan
pembahasan APA dengan Wajib Pajak;
f.
melakukan
pembahasan dengan unit terkait di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak;
g.
menyiapkan
usulan rekomendasi naskah posisi APA Direktorat Jenderal Pajak; dan
h.
melakukan
dokumentasi atas kegiatan dalam rangka APA.
|
(4)
|
Pembahasan APA dengan Wajib Pajak
meliputi:
a.
ruang
lingkup transaksi dan tahun pajak yang akan dicakup oleh APA;
b.
analisis
kesebandingan, pemilihan, dan penentuan data pembanding;
c.
penentuan
metode Transfer Pricing yang tepat;
d.
kondisi
dan faktor-faktor yang mempengaruhi asumsi kritikal (critical assumptions)
dalam penentuan metode Transfer Pricing; dan
e.
penjelasan
mengenai ada atau tidaknya pengenaan pajak berganda.
|
(5)
|
Pembahasan APA sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan memenuhi standar analisis dan
evaluasi yang meliputi standar umum analisis dan evaluasi, standar
pelaksanaan analisis dan evaluasi, dan standar pelaporan hasil analisis dan
evaluasi.
|
Pasal 13
(1)
|
Dalam hal berdasarkan pembahasan
APA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (4) diketahui dapat menyebabkan
terjadinya pengenaan pajak berganda, Direktur Jenderal Pajak dapat:
a.
mengajukan
permohonan MAP kepada Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra;
b.
menerima
permohonan APA yang diajukan oleh Wajib Pajak dalam negeri Negara Mitra atau
Yurisdiksi Mitra melalui Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
|
(2)
|
Dalam hal pembahasan APA
melibatkan Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, pembahasan APA
dilakukan sesuai dengan perundang-undangan yang mengatur mengenai MAP.
|
Pasal 14
(1)
|
Terhadap hasil analisis dan
evaluasi permohonan APA, tim pembahas APA menyampaikan usulan rekomendasi APA
kepada Direktur Jenderal Pajak.
|
(2)
|
Direktur Jenderal Pajak membahas
usulan rekomendasi APA dari tim pembahas APA sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) bersama dengan tim quality assurance.
|
(3)
|
Tim quality assurance sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) merupakan tim yang dibentuk oleh Direktur Jenderal
Pajak untuk membahas usulan rekomendasi APA sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
|
(4)
|
Berdasarkan hasil pembahasan
usulan rekomendasi APA antara Direktur Jenderal Pajak dengan tim quality
assurance, Direktur Jenderal Pajak memutuskan untuk menyetujui atau tidaknya
usulan rekomendasi APA dimaksud.
|
(5)
|
Dalam hal pembahasan APA
melibatkan Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, hasil pembahasan
Direktur Jenderal Pajak dengan tim quality assurance sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) digunakan sebagai posisi runding Direktorat Jenderal Pajak
dalam melakukan MAP.
|
Pasal 15
(1)
|
Pembahasan APA dilaksanakan dalam
jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak permohonan APA diterima.
|
(2)
|
Dalam hal pembahasan APA
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memerlukan perpanjangan waktu mengingat
adanya pengajuan pemeriksaan tujuan lain dalam rangka analisis dan evaluasi
atas permohonan APA, perpanjangan waktu pembahasan APA dimaksud dapat
dilakukan paling lama 1 (satu) tahun sejak berakhirnya jangka waktu
pembahasan APA sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
(3)
|
Dalam hal pembahasan APA melibatkan
Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, jangka waktu pembahasan
APA dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam MAP.
|
Pasal 16
(1)
|
Hasil pembahasan APA berupa
kesepakatan antara Direktur Jenderal Pajak dengan Wajib Pajak atau tidak
dicapai kesepakatan antara Direktur Jenderal Pajak dengan Wajib Pajak.
|
(2)
|
Dalam hal APA melibatkan Otoritas
Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, kesepakatan yang dicapai sebagai
hasil pembahasan APA dituangkan dalam Persetujuan Bersama.
|
(3)
|
Dalam hal hasil pembahasan APA
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa tidak dicapai kesepakatan,
permohonan APA dianggap batal.
|
(4)
|
Dalam hal APA yang melibatkan
Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra tidak menghasilkan Persetujuan
Bersama, tindak lanjut pembahasan APA berupa:
a.
pembahasan
APA yang hanya dilakukan antara Direktur Jenderal Pajak dengan Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a; atau
b.
penghentian
pembahasan APA.
|
Bagian
Kelima
Naskah APA
Pasal 17
Naskah APA
Pasal 17
(1)
|
Hasil pembahasan APA yang berupa
kesepakatan antara Direktur Jenderal Pajak dengan Wajib Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) ditindaklanjuti dengan penyusunan Naskah
APA.
|
(2)
|
Naskah APA ditandatangani oleh Direktur
Jenderal Pajak dan Wajib Pajak.
|
(3)
|
Naskah APA paling sedikit memuat:
a.
nama
Wajib Pajak, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat Wajib Pajak, serta identitas
pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan Wajib Pajak yang terkait dengan
APA;
b.
ruang
Iingkup transaksi yang dicakup;
c.
tahun
pajak yang dicakup;
d.
ketentuan
umum yang digunakan dalam APA;
e.
metode
Transfer Pricing yang disepakati;
f.
faktor-faktor
yang mempengaruhi asumsi kritikal (critical assumptions) penerapan metode
Transfer Pricing;
g.
Harga
Wajar atau Laba Wajar, atau rentang Harga Wajar atau rentang Laba Wajar untuk
setiap jenis barang/jasa atau transaksi yang dicakup;
h.
kewajiban
yang harus dilaksanakan dalam penerapan APA dan kewajiban pelaporan;
i.
konsekuensi
hukum;
j.
kerahasiaan
informasi;
k.
peninjauan
kembali dan pembatalan;
l.
mekanisme
penyelesaian masalah yang timbul dalam penerapan APA;
m.
kondisi
yang menyebabkan Direktur Jenderal Pajak dapat meninjau atau membatalkan APA;
dan
n.
informasi
lain yang mendukung keterangan sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai
dengan huruf m.
|
Pasal 18
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan yang berisi mengenai Naskah APA dan pelaksanaan Naskah APA tersebut.
BAB IV
PELAKSANAAN, EVALUASI, DAN PEMBARUAN (RENEWAL) APA
Bagian Kesatu
Pelaksanaan APA
Pasal 19
PELAKSANAAN, EVALUASI, DAN PEMBARUAN (RENEWAL) APA
Bagian Kesatu
Pelaksanaan APA
Pasal 19
(1)
|
APA diberlakukan terhitung sejak
tahun pajak saat Naskah APA disepakati.
|
(2)
|
Dalam hal APA melibatkan Otoritas
Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, APA diberlakukan sesuai dengan
hasil Persetujuan Bersama.
|
Bagian
Kedua
Evaluasi APA
Pasal 20
Evaluasi APA
Pasal 20
(1)
|
Wajib Pajak wajib menyampaikan
laporan kepatuhan tahunan (annual compliance report) kepada Direktur Jenderal
paling lambat 4 (empat) bulan setelah berakhirnya tahun pajak.
|
(2)
|
Dalam hal Naskah APA yang disusun
berdasarkan Persetujuan Bersama menyepakati cakupan tahun pajak sebelum
ditandatanganinya Naskah APA, penyampaian laporan kepatuhan tahunan yang
meliputi tahun pajak sebelum tahun pajak ditandatanganinya Naskah APA
disampaikan paling lambat 4 (empat) bulan setelah bulan ditandatanganinya
Naskah APA.
|
(3)
|
Laporan kepatuhan tahunan (annual
compliance report) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi kesesuaian
pelaksanaan APA dalam kegiatan atau usaha Wajib Pajak kepada Direktur
Jenderal Pajak untuk seluruh tahun pajak yang dicakup dalam APA, dan harus
memuat:
a.
penjelasan
rinci mengenai kepatuhan Wajib Pajak menerapkan metode Transfer Pricing dalam
transaksi yang dicakup dalam APA;
b.
penjelasan
rinci mengenai keakuratan dan konsistensi penerapan metode Transfer Pricing;
c.
penjelasan
rinci mengenai keakuratan faktor-faktor yang mempengaruhi asumsi kritikal
(critical assumptions) penerapan metode Transfer Pricing; dan
d.
informasi
lain yang mendukung penjelasan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b,
dan huruf c.
|
(4)
|
Faktor-faktor yang mempengaruhi
asumsi kritikal (critical assumptions) sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf c antara lain:
a.
perubahan
ketentuan perundang-undangan perpajakan dan aturan pelaksanaannya;
b.
perubahan
tarif dan bea masuk;
c.
perubahan
ketentuan perundang-undangan di bidang usaha yang terkait;
d.
peristiwa
di luar kekuasaan dan kendali manusia/perusahaan (force majeur);
e.
munculnya
pesaing baru yang mempengaruhi struktur harga pasar secara signifikan;
f.
keluarnya
kebijakan pemerintah yang dapat mempengaruhi kegiatan Wajib Pajak;
g.
perubahan
kondisi ekonomi yang dapat mempengaruhi volume penjualan, unit produksi, atau
pangsa pasar secara signifikan;
h.
perubahan
kegiatan usaha Wajib Pajak, seperti restrukturisasi perusahaan; atau
i.
perubahan
nilai tukar mata uang yang signifikan.
|
(5)
|
Dalam hal terjadi faktor-faktor
yang mempengaruhi asumsi kritikal (critical assumptions) sebagaimana dimaksud
pada ayat (4), Wajib Pajak harus menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur
Jenderal Pajak.
|
(6)
|
Wajib Pajak dapat menyampaikan
permohonan peninjauan ulang atau permohonan pembatalan APA dalam hal terjadi
faktor-faktor sebagaimana dimaksud pada ayat (4), paling lambat 30 (tiga
puluh) hari sejak timbulnya faktor-faktor dimaksud.
|
Pasal 21
(1)
|
Direktur Jenderal Pajak melakukan
evaluasi atas laporan kepatuhan tahunan (annual compliance report)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.
|
(2)
|
Direktur Jenderal Pajak dapat
meninjau kembali atau membatalkan APA dalam hal:
a.
Wajib
Pajak tidak mematuhi APA;
b.
Wajib
Pajak menyampaikan data/informasi yang tidak benar;
c.
Wajib
Pajak tidak menyampaikan laporan kepatuhan tahunan (annual compliance report)
sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2);
d.
Wajib
Pajak menyampaikan laporan kepatuhan tahunan yang tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3);
e.
terdapat
perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi asumsi kritikal (assumption
critical) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4);
f.
Wajib
Pajak tidak menyampaikan pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
ayat (5);
g.
Wajib
Pajak menyampaikan permohonan peninjauan ulang atau permohonan pembatalan APA
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (6);
h.
ditemukan
fakta bahwa APA memuat kesalahan; atau
i.
Wajib
Pajak telah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
|
(3)
|
Dalam hal Direktur Jenderal Pajak
meninjau kembali atau membatalkan APA sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Direktur Jenderal Pajak mengirimkan surat pemberitahuan peninjauan kembali
atau pembatalan kepada Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1) huruf a atau kepada Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
|
(4)
|
Dalam hal Direktur Jenderal Pajak
dan Wajib Pajak melakukan peninjauan kembali Naskah APA, hasil peninjauan
kembali dimaksud dituangkan dalam perubahan Naskah APA dan ditandatangani
oleh Direktur Jenderal Pajak dan Wajib Pajak.
|
(5)
|
Dalam hal Direktur Jenderal Pajak
memutuskan dilakukan peninjauan kembali Naskah APA sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan mengenai perubahan
atas keputusan penerbitan Naskah APA dan pelaksanaan Naskah APA.
|
(6)
|
Dalam hal Direktur Jenderal Pajak
memutuskan dilakukan pembatalan APA, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan
keputusan mengenai pencabutan atas keputusan penerbitan Naskah APA dan
pelaksanaan Naskah APA.
|
Bagian
Ketiga
Pembaruan (Renewal) APA
Pasal 22
Pembaruan (Renewal) APA
Pasal 22
(1)
|
Pembaruan (renewal) APA dapat
dilakukan pada tahun pajak terakhir berlakunya APA.
|
(2)
|
Pengajuan pembaruan (renewal) APA
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperlakukan sama dengan pengajuan APA
sesuai tahapan pembentukan APA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
|
(3)
|
Dalam rangka melakukan pembaruan
(renewal) APA, Direktur Jenderal Pajak mempertimbangkan kesepakatan-kesepakatan
dalam APA yang dilakukan pembaruan (renewal).
|
BAB V
DOKUMENTASI
Pasal 23
DOKUMENTASI
Pasal 23
(1)
|
Direktur Jenderal Pajak melakukan
dokumentasi atas seluruh tahapan dalam pelaksanaan pembentukan APA, termasuk:
a.
hasil
analisis dan evaluasi APA;
b.
hasil
pembahasan APA;
c.
agreed
minutes atau records of discussion selama pembentukan APA;
d.
surat
menyurat, termasuk surat menyurat elektronik; dan
e.
media
rekam digital atau elektronik.
|
(2)
|
Dokumen atau informasi yang
disampaikan oleh Wajib Pajak dalam pembentukan APA merupakan kerahasiaan
Wajib Pajak yang dilarang untuk diberitahukan kepada pihak lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 Undang-Undang.
|
(3)
|
Dalam hal proses pembentukan APA
tidak dicapai kesepakatan antara Direktur Jenderal Pajak dengan Wajib Pajak
atau Direktur Jenderal Pajak membatalkan APA, dokumen Wajib Pajak yang
dipergunakan selama proses pembentukan APA harus dikembalikan kepada Wajib
Pajak.
|
(4)
|
Dokumen sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tidak dapat digunakan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai dasar
untuk melakukan pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, atau penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan.
|
BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 24
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 24
(1)
|
APA tidak menghalangi Direktur
Jenderal Pajak untuk melaksanakan pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan,
atau penyidikan pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
|
(2)
|
Dalam hal APA yang melibatkan
Otoritas Pajak Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra berakibat pada pembetulan
surat ketetapan pajak atau surat keputusan keberatan, pembetulan surat
ketetapan pajak atau surat keputusan keberatan dimaksud dilakukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
(3)
|
Dikecualikan dari ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (4), untuk permintaan dan/atau
perolehan dokumen yang diperlukan oleh Direktur Jenderal Pajak pada saat
melakukan pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, atau penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan, permintaan dan/atau perolehan dokumen dimaksud
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
Pasal 25
(1)
|
Dalam hal diperlukan, Direktur
Jenderal Pajak dapat menghadirkan tenaga ahli di luar Direktorat Jenderal
Pajak pada tahapan pembentukan APA.
|
(2)
|
Dengan persetujuan Direktur
Jenderal Pajak, Wajib Pajak dapat menghadirkan tenaga ahli pada tahapan
pembentukan APA.
|
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 26
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 26
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, terhadap pengajuan APA yang telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan belum diterbitkan Naskah APA, dilakukan pemrosesan lebih lanjut berdasarkan Peraturan Menteri ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan tim pembahas dan tim quality assurance, dan tahap pembentukan APA, serta pelaksanaan, evaluasi, dan pembaruan (renewal) APA diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 28
Peraturan Menteri ini berlaku setelah 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 12 Januari 2015
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BAMBANG P.S. BRODJONEGORO
pada tanggal 12 Januari 2015
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BAMBANG P.S. BRODJONEGORO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 12 Januari 2015
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 39
Status PMK Nomor 7/PMK.03/2015 Tanggal 12 Januari 2015 adalah sebagai berikut :
- PMK Nomor 7/PMK.03/2015 Tanggal 12 Januari 2015 mulai berlaku setelah 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
- PMK Nomor 7/PMK.03/2015 telah dicabut dan diganti dengan PMK-22/PMK.03/2020 Tanggal 18 Maret 2020 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement)
Baca Juga :
Peraturan Pajak Tahun 2015