PMK Nomor 91/PMK.010/2015 Tanggal 30 April 2015 Tentang Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Atas Keterlambatan Penyampaian SPT, Pembetulan SPT, Dan Keterlambatan Pembayaran Atau Penyetoran Pajak
Rangkuman/Ringkasan
dan Isi PMK Nomor 91/PMK.010/2015
Tanggal 30 April 2015 Tentang
Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Atas Keterlambatan
Penyampaian SPT, Pembetulan SPT, Dan Keterlambatan Pembayaran Atau Penyetoran
Pajak adalah sebagai berikut :
- Rangkuman/Ringkasan PMK Nomor 91/PMK.010/2015 Tanggal 30 April 2015 Tentang Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Atas Keterlambatan Penyampaian SPT, Pembetulan SPT, Dan Keterlambatan Pembayaran Atau Penyetoran Pajak adalah sebagai berikut :
- Pasal 1 Tentang Pengertian Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Surat Pemberitahuan, SPT Masa, SPT Tahunan, Surat Tagihan Pajak, dan Sanksi Administrasi.
- Pasal 2 Tentang Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat mengurangkan atau menghapuskan Sanksi Administrasi .
- Pasal 3 Tentang Jenis Sanksi Administrasi yang dapat dikurangkan atau dihapuskan.
- Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6 dan Pasal 7 Tentang Tata cara permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi.
- Pasal 8 Tentang Saat berlakunya PMK Nomor 91/PMK.010/2015.
- Lampiran PMK Nomor 91/PMK.010/2015 Tentang Formulir-formulir yang digunakan dalam permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi.
- Status PMK Nomor 91/PMK.010/2015 Tanggal 30 April 2015 Tentang Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Atas Keterlambatan Penyampaian SPT, Pembetulan SPT, Dan Keterlambatan Pembayaran Atau Penyetoran Pajak adalah sebagai berikut :
- PMK Nomor 91/PMK.010/2015 mulai berlaku sejak tanggal 4 Mei 2015.
- Peraturan Yang Terkait :
- Isi PMK Nomor 91/PMK.010/2015 Tanggal 30 April 2015 Tentang Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Atas Keterlambatan Penyampaian SPT, Pembetulan SPT, Dan Keterlambatan Pembayaran Atau Penyetoran Pajak adalah sebagai berikut :
PERATURAN
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 91/PMK.03/2015
TENTANG
PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI ATAS KETERLAMBATAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN,
PEMBETULAN SURAT PEMBERITAHUAN, DAN KETERLAMBATAN PEMBAYARAN ATAU PENYETORAN PAJAK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
NOMOR 91/PMK.03/2015
TENTANG
PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI ATAS KETERLAMBATAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN,
PEMBETULAN SURAT PEMBERITAHUAN, DAN KETERLAMBATAN PEMBAYARAN ATAU PENYETORAN PAJAK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a.
bahwa dalam rangka melakukan
pembinaan terhadap Wajib Pajak dan untuk mendorong Wajib Pajak
menyampaikan Surat Pemberitahuan, membayar atau menyetorkan kekurangan pembayaran
pajak dalam Surat Pemberitahuan, serta melaksanakan pembetulan Surat
Pemberitahuan di tahun 2015 sebagai upaya untuk meningkatkan penerimaan negara
dan membangun basis perpajakan yang kuat, diperlukan adanya instrumen kebijakan
di bidang perpajakan;
b.
bahwa berdasarkan Pasal 36 ayat (1)
huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2009, Direktur Jenderal Pajak diberikan kewenangan untuk
mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan
kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib
Pajak atau bukan karena kesalahannya;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan
ketentuan Pasal 36 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Keuangan tentang Pengurangan Atau Penghapusan Sanksi Administrasi Atas
Keterlambatan Penyampaian Surat Pemberitahuan, Pembetulan Surat Pemberitahuan,
Dan Keterlambatan Pembayaran Atau Penyetoran Pajak;
Mengingat :
1.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2.
Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun
2015 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 51);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI ATAS KETERLAMBATAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN, PEMBETULAN SURAT PEMBERITAHUAN, DAN KETERLAMBATAN PEMBAYARAN ATAU PENYETORAN PAJAK.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
1.
Undang-Undang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2009.
2.
Surat Pemberitahuan yang selanjutnya
disebut SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan
penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak,
dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
3.
SPT Masa adalah Surat Pemberitahuan
untuk suatu Masa Pajak.
4.
SPT Tahunan adalah Surat
Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
5.
Surat Tagihan Pajak adalah surat
untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga
dan/atau denda.
6.
Sanksi Administrasi adalah sanksi
administrasi berupa bunga atau denda yang terutang sesuai dengan ketentuan
Pasal 7, Pasal 8 ayat (2), Pasal 8 ayat (2a), Pasal 9 ayat (2a), Pasal 9 ayat
(2b), atau Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP.
Pasal 2
Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat mengurangkan atau menghapuskan Sanksi Administrasi dalam hal Sanksi Administrasi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya.
Pasal 3
Sanksi Administrasi yang dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terbatas atas:
a.
keterlambatan penyampaian SPT
Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya dan/atau SPT
Masa untuk Masa Pajak Desember 2014 dan sebelumnya;
b.
keterlambatan pembayaran atau
penyetoran atas kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT
Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya;
c.
keterlambatan pembayaran atau
penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak sebagaimana
tercantum dalam SPT Masa untuk Masa Pajak Desember 2014 dan sebelumnya;
dan/atau
d.
pembetulan yang dilakukan oleh Wajib
Pajak dengan kemauan sendiri atas SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun
Pajak 2014 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa untuk Masa Pajak Desember 2014 dan
sebelumnya yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar,
yang dilakukan pada tahun 2015.
Pasal 4
(1)
|
Dalam rangka mendapatkan
pengurangan atau penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2, Wajib Pajak menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak.
|
||
(2)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a.
1 (satu)
permohonan untuk 1 (satu) Surat Tagihan Pajak;
b.
diajukan
secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
c.
ditandatangani
oleh Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak orang pribadi atau wakil Wajib Pajak
dalam hal Wajib Pajak badan, dan tidak dapat dikuasakan;dan
d.
disampaikan
ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
|
||
(3)
|
Permohonan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus dilampiri dokumen berupa:
a.
surat
pernyataan yang menyatakan bahwa keterlambatan penyampaian SPT, keterlambatan
pembayaran pajak, dan/atau pembetulan SPT dilakukan karena kekhilafan atau
bukan karena kesalahan dan ditandatangani di atas meterai oleh Wajib Pajak
dalam hal Wajib Pajak orang pribadi atau wakil Wajib Pajak dalam hal Wajib
Pajak badan;
b.
fotokopi
SPT atau SPT pembetulan yang disampaikan atau print-out SPT atau SPT
pembetulan berbentuk dokumen elektronik yang disampaikan;
c.
fotokopi
bukti penerimaan atau bukti pengiriman surat yang dianggap sebagai bukti
penerimaan penyampaian SPT atau SPT pembetulan;
d.
fotokopi
Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat
Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan pajak terutang yang tercantum dalam SPT
Masa atau bukti pelunasan kekurangan pajak yang tercantum dalam SPT Tahunan
Pajak Penghasilan atau bukti pelunasan pajak yang kurang dibayar yang
tercantum dalam SPT pembetulan; dan
e.
fotokopi
Surat Tagihan Pajak.
|
||
(4)
|
Selain harus memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), terhadap permohonan
pengurangan atau penghapusan Sanksi Administrasi berlaku ketentuan sebagai
berikut:
a.
Sanksi
Administrasi dalam Surat Tagihan Pajak belum dibayar oleh Wajib Pajak; atau
b.
Sanksi
Administrasi dalam Surat Tagihan Pajak sudah dibayar sebagian oleh Wajib
Pajak.
|
||
(5)
|
Dalam hal Sanksi Administrasi
dalam Surat Tagihan Pajak telah diperhitungkan dengan kelebihan pembayaran
pajak, yang dilakukan melalui potongan SPM dan/atau transfer pembayaran,
Sanksi Administrasi dalam Surat Tagihan Pajak dianggap belum dibayar oleh Wajib
Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
|
||
(6)
|
Permohonan pengurangan atau
penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diajukan oleh Wajib Pajak paling banyak 2 (dua) kali.
|
||
(7)
|
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan
permohonan pengurangan atau penghapusan Sanksi Administrasi yang kedua,
permohonan tersebut harus diajukan setelah surat keputusan Direktur Jenderal
Pajak atas permohonan yang pertama dikirim.
|
||
(8)
|
Permohonan pengurangan atau
penghapusan Sanksi Administrasi yang kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
tetap diajukan terhadap Surat Tagihan Pajak yang telah diterbitkan surat
keputusan Direktur Jenderal Pajak.
|
||
(9)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) sampai dengan ayat (5) berlaku juga untuk permohonan pengurangan
atau penghapusan Sanksi Administrasi yang kedua.
|
||
Pasal 5
(1)
|
Direktur Jenderal Pajak
menindaklanjuti permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (1) dan ayat (7) dengan meneliti:
a.
pemenuhan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 4 ayat (3);
b.
pemenuhan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4); dan
c.
pemenuhan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
|
|
(2)
|
Dalam hal hasil penelitian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyimpulkan bahwa permohonan Wajib Pajak
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan
Pasal 4 ayat (3), ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(4), dan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Direktur Jenderal
Pajak menerbitkan:
a.
Surat
Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi; atau
b.
Surat
Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi.
|
|
(3)
|
Surat Keputusan Penghapusan Sanksi
Administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diterbitkan oleh
Direktur Jenderal Pajak dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
Sanksi
Administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak belum dibayar oleh
Wajib Pajak; dan
b.
jumlah
Sanksi Administrasi yang dihapuskan adalah sebesar jumlah Sanksi Administrasi
dalam Surat Tagihan Pajak.
|
|
(4)
|
Surat Keputusan Pengurangan Sanksi
Administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diterbitkan oleh
Direktur Jenderal Pajak dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
Sanksi
Administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak sudah dibayar sebagian
oleh Wajib Pajak; dan
b.
jumlah
Sanksi Administrasi yang dikurangkan adalah sebesar sisa Sanksi Administrasi
yang belum dibayar oleh Wajib Pajak.
|
|
(5)
|
Surat Keputusan Penghapusan Sanksi
Administrasi atau Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak paling lama 6
(enam) bulan sejak tanggal diterimanya permohonan Wajib Pajak.
|
|
(6)
|
Dalam hal hasil penelitian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menyimpulkan bahwa permohonan Wajib Pajak
tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan
Pasal 4 ayat (3), ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4),
dan/atau ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, permohonan Wajib
Pajak dikembalikan.
|
|
(7)
|
Terhadap permohonan Wajib Pajak
yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2)
dan/atau Pasal 4 ayat (3), Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kembali.
|
|
(8)
|
Terhadap permohonan Wajib Pajak
yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan/atau
Pasal 4 ayat (4), Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonan kembali.
|
|
(9)
|
Apabila jangka waktu 6 (enam)
bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah lewat tetapi Direktur Jenderal
Pajak tidak menerbitkan surat keputusan atau tidak mengembalikan
permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6),
permohonan tersebut dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak harus
menerbitkan surat keputusan sesuai dengan permohonan yang diajukan oleh Wajib
Pajak.
|
Pasal 6
Terhadap Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan kepada Wajib Pajak sehubungan dengan adanya:
a.
penyampaian SPT Tahunan
Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa
untuk Masa Pajak Desember 2014 dan sebelumnya;
b.
keterlambatan pembayaran atau
penyetoran atas kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT
Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya;
c.
keterlambatan pembayaran atau
penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak sebagaimana
tercantum dalam SPT Masa untuk Masa Pajak Desember 2014 dan sebelumnya;
dan/atau
d.
pembetulan yang dilakukan oleh Wajib
Pajak dengan kemauan sendiri atas SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun
Pajak 2014 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa untuk Masa Pajak Desember 2014 dan
sebelumnya yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar,
yang dilakukan pada tahun 2015, tindakan penagihan pajak
atas Surat Tagihan Pajak tersebut ditangguhkan apabila Wajib Pajak menyampaikan
permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan/atau Pasal 4 ayat
(7).
Pasal 7
Dokumen berupa:
a.
Permohonan pengurangan atau
penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan
Pasal 4 ayat (7);
b.
Surat Pengembalian Permohonan
Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (7);
c.
Surat Keputusan Penghapusan Sanksi
Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a dan Surat
Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (2) huruf b,
dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
Pasal 8
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 April 2015
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BAMBANG P. S. BRODJONEGORO
pada tanggal 30 April 2015
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BAMBANG P. S. BRODJONEGORO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 4 Mei 2015
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015
NOMOR 671
- Lampiran PMK Nomor 91/PMK.010/2015 Tanggal 30 April 2015 Tentang Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Atas Keterlambatan Penyampaian SPT, Pembetulan SPT, Dan Keterlambatan Pembayaran Atau Penyetoran Pajak silahkan KLIK DISINI