Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PMK Nomor 89/PMK.010/2015 Tanggal 28 April 2015 Tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-Bidang Usaha Tertentu Dan/Atau Di Daerah-Daerah Tertentu Serta Pengalihan Aktiva dan Sanksi Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri Yang Diberikan Fasilitas PPh

PMK Nomor 89/PMK.010/2015 Tanggal 28 April 2015 Tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-Bidang Usaha Tertentu Dan/Atau Di Daerah-Daerah Tertentu Serta Pengalihan Aktiva dan Sanksi Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri Yang Diberikan Fasilitas PPh adalah sebagai berikut :

- Pasal 1 Tentang Pengertian Penanaman Modal, Bidang-bidang Usaha Tertentu, Daerah-daerah Tertentu.

- Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan yang diberikan kepada Wajib Pajak Dalam Negeri yang menamkan modal pada Bidang-bidang Usaha Tertentu dan Daerah-daerah Tertentu.

- Pasal 6 dan Pasal 7 Tentang Saat berlakunya Fasilitas Pajak Penghasilan.

- Pasal 8 Tentang Tempat permohonan Fasilitas Pajak Penghasilan.

- Pasal 9 Tentang Izin penanaman modal sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015.

- Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 dan Pasal 14 Tentang Tata cara pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan.

- Pasal 15 dan Pasal 16 Tentang Jangka waktu penyelesaian permohonan Fasilitas Pajak Penghasilan.

- Pasal 17 dan Pasal 18 Tentang Kewajiban bagi Wajib Pajak yang telah memperoleh keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan.

- Pasal 19 Tentang Status permohonan fasilitas pajak penghasilan yang diajukan sebelum berlakunya PMK Nomor 89/PMK.010/2015 .

- Pasal 20 Tentang Pencabutan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 144/PMK.011/2012 Tentang Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu.

- Pasal 21 Tentang Saat berlakunya PMK Nomor 89/PMK.010/2015.

- Lampiran PMK Nomor 89/PMK.010/2015 Tentang Formulir-formulir yang digunakan dalam permohonan fasilitas pajak penghasilan.



PMK Nomor 89/PMK.010/2015 Tanggal 28 April 2015 Tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-Bidang Usaha Tertentu Dan/Atau Di Daerah-Daerah Tertentu Serta Pengalihan Aktiva dan Sanksi Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri Yang Diberikan Fasilitas PPh selengkapnya :


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 89/PMK.010/2015

TENTANG

TATA CARA PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN
MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAH-DAERAH TERTENTU SERTA PENGALIHAN AKTIVA DAN SANKSI BAGI WAJIB PAJAK BADAN DALAM NEGERI YANG DIBERIKAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu serta Pengalihan Aktiva dan Sanksi bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang Diberikan Fasilitas Pajak Penghasilan;

Mengingat :

Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5688);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAH-DAERAH TERTENTU SERTA PENGALIHAN AKTIVA DAN SANKSI BAGI WAJIB PAJAK BADAN DALAM NEGERI YANG DIBERIKAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN.

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1.    Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.
2.    Bidang-bidang Usaha Tertentu adalah bidang usaha di sektor kegiatan ekonomi yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional.
3.    Daerah-daerah Tertentu adalah daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang layak dikembangkan.

Pasal 2

(1)
Kepada Wajib Pajak badan dalam negeri yang melakukan Penanaman Modal baik Penanaman Modal baru maupun perluasan dari usaha yang telah ada, pada:
a.     Bidang-bidang Usaha Tertentu sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Pemerintah Nomor ........... Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu; dan/atau
b.    Bidang-bidang Usaha Tertentu dan Daerah-daerah Tertentu sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Pemerintah Nomor ........... Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu,
dapat diberikan fasilitas Pajak Penghasilan.
(2)
Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut:
a.
pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah Penanaman Modal berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan utama usaha, dibebankan selama 6 (enam) tahun masing-masing sebesar 5% (lima persen) pertahun yang dihitung sejak saat mulai berproduksi secara komersial;
b.
penyusutan yang dipercepat atas aktiva berwujud dan amortisasi yang dipercepat atas aktiva tak berwujud yang diperoleh dalam rangka Penanaman Modal baru dan/atau perluasan usaha, dengan masa manfaat dan tarif penyusutan serta tarif amortisasi ditetapkan sebagai berikut:
1.
untuk penyusutan yang dipercepat atas aktiva berwujud:
Kelompok Aktiva Berwujud
Masa Manfaat Menjadi
Tarif Penyusutan Berdasarkan Metode
Garis Lurus
Saldo Menurun
I.  
Bukan Bangunan



     
Kelompok I
2 tahun
50%
100% (dibebankan sekaligus)
     
Kelompok II
4 tahun
25%
50%
     
Kelompok III
8 tahun
12,5%
25%
     
Kelompok IV
10 tahun
10%
20%
II. 
Bangunan



    
Permanen
10 tahun
10%
-
    
Tidak Permanen
5 tahun
20%
-
2.
untuk amortisasi yang dipercepat atas aktiva tak berwujud:
Kelompok Aktiva Tak Berwujud
Masa Manfaat Menjadi
Tarif Amortisasi Berdasarkan Metode
Garis Lurus
Saldo Menurun
     Kelompok I
2 tahun
50%
100% (dibebankan sekaligus)
     Kelompok II
4 tahun
25%
50%
     Kelompok III
8 tahun
12,5%
25%
     Kelompok IV
10 tahun
10%
20%
c.
pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah menurut perjanjian penghindaran pajak berganda yang berlaku; dan
d.
kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 (lima) tahun tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun, dengan ketentuan sebagai berikut:
1.
tambahan 1 tahun
:
apabila Penanaman Modal baru pada bidang usaha yang diatur pada ayat (1) huruf a dilakukan di kawasan industri dan/atau kawasan berikat;
2.
tambahan 1 tahun
:
apabila Wajib Pajak yang melakukan Penanaman Modal baru mengeluarkan biaya untuk infrastruktur ekonomi dan/atau sosial di lokasi usaha paling sedikit sebesar Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
3.
tambahan 1 tahun
:
apabila menggunakan bahan baku dan/atau komponen hasil produksi dalam negeri paling sedikit 70% (tujuh puluh persen) sejak tahun ke 4 (empat);
4.
tambahan 1 tahun atau 2 tahun
:
a)
tambahan 1 (satu) tahun apabila mempekerjakan sekurang-kurangnya 500 (lima ratus) orang tenaga kerja Indonesia selama 5 (lima) tahun berturut-turut;atau
b)
tambahan 2 (dua) tahun apabila mempekerjakan sekurang-kurangnya 1000 (seribu) orang tenaga kerja Indonesia selama 5 (lima) tahun berturut-turut;
5.
tambahan 2 tahun
:
apabila mengeluarkan biaya penelitian dan pengembangan di dalam negeri dalam rangka pengembangan produk atau efisiensi produksi paling sedikit 5% (lima persen) dari jumlah Penanaman Modal dalam jangka waktu 5 (lima) tahun;
6.
tambahan 2 tahun
:
apabila Penanaman Modal berupa perluasan dari usaha yang telah ada pada Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau Daerah-daerah Tertentu yang diatur pada ayat (1) huruf a dan/atau huruf b sebagian sumber pembiayaannya berasal dari laba setelah pajak (earning after tax) Wajib Pajak pada satu tahun pajak sebelum tahun diterbitkannya izin prinsip perluasan penanaman modal; dan/atau
7.
tambahan 2 tahun
:
apabila melakukan ekspor paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari nilai total penjualan, untuk Penanaman Modal pada bidang-bidang usaha yang diatur pada ayat (1) huruf a yang dilakukan diluar kawasan berikat.
(3)
Pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga diberikan kepada Wajib Pajak yang atas usulan pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan sesuai ketentuan Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010, ditolak oleh Menteri Keuangan.

Pasal 3

(1)
Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, dibebankan sejak tahun pajak saat mulai berproduksi secara komersial.
(2)
Pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan selama 6 (enam) tahun masing-masing sebesar 5% (lima persen) per tahun dikalikan jumlah Penanaman Modal yang ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan.

Pasal 4

(1)
Penghitungan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b, dimulai sejak bulan berlakunya keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan.
(2)
Penghitungan penyusutan atas aktiva berwujud dan amortisasi atas aktiva tak berwujud untuk bulan sebelum berlakunya keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan, dilakukan sesuai ketentuan mengenai penyusutan dan amortisasi sebagaimana diatur dalam Pasal 11 dan Pasal 11A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan beserta perubahannya.
(3)
Pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
Kelompok aktiva berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b angka 1) dan kelompok aktiva tak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b angka 2) adalah sesuai ketentuan mengenai penyusutan dan amortisasi sebagaimana diatur dalam Pasal 11 dan Pasal 11A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan beserta perubahannya.
b.
Dasar penyusutan dan amortisasi dipercepat adalah:
1)
harga perolehan aktiva bagi Wajib Pajak yang menggunakan metode penyusutan garis lurus;
2)
nilai sisa buku aktiva bagi Wajib Pajak yang menggunakan metode penyusutan saldo menurun.
c.
Tarif penyusutan yang dipercepat atas aktiva berwujud adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b angka 1) dan tarif amortisasi yang dipercepat adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b angka 2) .
d.
Masa manfaat dipercepat aktiva adalah setengah dari sisa masa manfaat aktiva sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan beserta perubahannya dengan ketentuan bagian bulan dihitung sebagai 1 (satu) bulan penuh.
(4)
Dalam hal aktiva tetap yang lama diganti dengan aktiva tetap yang baru, dasar penyusutan aktiva tetap baru adalah harga perolehan aktiva baru dimaksud.


Pasal 5

(1)
Terhadap aktiva tetap yang mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a dilarang digunakan selain untuk tujuan pemberian fasilitas, atau dialihkan sebagian atau seluruh aktiva tetap dimaksud kecuali diganti dengan aktiva tetap baru, sebelum berakhirnya jangka waktu yang lebih lama antara:
a.  jangka waktu 6 (enam) tahun sejak saat mulai berproduksi secara komersial; atau
b. masa manfaat aktiva sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b angka 1.
(2)
Terhadap aktiva tak berwujud yang mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b dilarang digunakan selain untuk tujuan pemberian fasilitas, atau dialihkan sebagian atau seluruh aktiva tak berwujud dimaksud kecuali diganti dengan aktiva tak berwujud baru, sebelum berakhirnya masa manfaat aktiva tak berwujud dimaksud sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b angka 2.

Pasal 6

(1)
Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c dapat dimanfaatkan sejak berlakunya keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan dan berakhir pada saat Wajib Pajak tidak lagi memenuhi ketentuan bidang usaha, Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), atau cakupan produk, serta persyaratan lainnya dalam lampiran keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) .
(2)
Dalam hal Wajib Pajak selain menghasilkan produk yang diberikan fasilitas juga menghasilkan produk yang tidak diberikan fasilitas, besaran dividen yang mendapat fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c adalah sebesar persentase total nilai penjualan produk yang mendapat fasilitas terhadap total nilai penjualan seluruh produk pada tahun pajak sebelum dividen dibagikan.
(3)
Kepada Wajib Pajak yang melakukan perluasan usaha, besarnya dividen yang mendapat fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c sebanding dengan persentase nilai realisasi aktiva perluasan usaha terhadap total nilai buku fiskal aktiva yang diperoleh sebelum perluasan usaha ditambah dengan nilai realisasi aktiva perluasan usaha pada waktu selesainya perluasan usaha.

Pasal 7

(1)
Fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d dapat dimanfaatkan sejak berlakunya keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan dan Wajib Pajak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d angka 1, angka 2, angka 3, angka 4, angka 5, angka 6 dan/atau angka 7.
(2)
Dalam hal Wajib Pajak dapat memenuhi sebagian atau seluruh persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d, sehingga Wajib Pajak dimaksud dapat memperoleh tambahan jangka waktu kompensasi kerugian yang melebihi dari 5 (lima) tahun, besarnya tambahan jangka waktu kompensasi kerugian yang diberikan adalah paling lama untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
(3)
Untuk mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak.
(4)
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan lapangan menerbitkan keputusan tentang penambahan jangka waktu fasilitas kompensasi kerugian.
(5)
Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan keputusan tentang penambahan jangka waktu fasilitas kompensasi kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(6)
Pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
Ketentuan tambahan 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d angka 1 berlaku untuk kerugian seluruh tahun pajak sepanjang Penanaman Modal baru dilakukan di kawasan industri dan/atau kawasan berikat dan berakhir saat Wajib Pajak tidak lagi memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) .
b.
Ketentuan tambahan 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d angka 2 berlaku untuk kerugian tahun pajak dicapainya pengeluaran untuk infrastruktur ekonomi dan sosial di lokasi usaha paling sedikit sebesar Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
c.
Ketentuan tambahan 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d angka 3 berlaku:
1.
terhitung sejak tahun pajak ke 4 (empat) setelah Wajib Pajak memperoleh izin Penanaman Modal atau izin perluasan Penanaman Modal dan Wajib Pajak bersangkutan menggunakan bahan baku dan/atau komponen hasil produksi dalam negeri paling sedikit 70% (tujuh puluh persen); dan
2.
pada tahun pajak sebelum tahun pajak ke 4 (empat) setelah Wajib Pajak memperoleh izin Penanaman Modal atau izin perluasan Penanaman Modal bersangkutan dan Wajib Pajak menggunakan bahan baku dan/atau komponen hasil produksi dalam negeri paling sedikit 70% (tujuh puluh persen) .
d.
Ketentuan tambahan 1 (satu) tahun atau 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d angka 4 berlaku:
1.
tambahan 1 (satu) tahun berlaku untuk kerugian pada tahun pajak setelah Wajib Pajak mempekerjakan sekurang-kurangnya 500 (lima ratus) orang tenaga kerja Indonesia selama 5 (lima) tahun berturut-turut;atau
2.
tambahan 2 (dua) tahun berlaku untuk kerugian pada tahun pajak setelah Wajib Pajak mempekerjakan sekurang-kurangnya 1000 (seribu) orang tenaga kerja Indonesia selama 5 (lima) tahun berturut-turut;
3.
tenaga kerja Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 adalah tenaga kerja yang berkewarganegaraan Indonesia dan tercantum dalam Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Pasal 21 Wajib Pajak.
e.
Ketentuan tambahan 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d angka 5 berlaku untuk kerugian tahun pajak saat dicapainya pengeluaran biaya penelitian dan pengembangan di dalam negeri dalam rangka pengembangan produk atau efisiensi produksi paling sedikit 5% (lima persen) dari jumlah realisasi Penanaman Modal, dalam jangka waktu 5 (lima) tahun.
f.
Ketentuan tambahan 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d angka 6 berlaku:
1)
Wajib Pajak yang dapat diberikan fasilitas tambahan kompensasi kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d angka 6 adalah Wajib Pajak yang memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1);
2)
sumber pembiayaan perluasan Penanaman Modal berasal dari laba setelah pajak (earning after tax) Wajib Pajak pada satu tahun pajak sebelum tahun diterbitkannya izin prinsip perluasan Penanaman Modal;
3)
kerugian yang dapat diberikan fasilitas tambahan jangka waktu kompensasi kerugian selama 2 (dua) tahun adalah kerugian fiskal pada tahun pajak saat mulai berproduksi secara komersial atas kegiatan perluasan Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada angka 2) ;
g.
Ketentuan tambahan 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d angka 7 berlaku untuk tahun pajak dilakukannya ekspor paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari nilai total penjualan .
(7)
Wajib Pajak yang melakukan pembukuan secara terpisah atas Penanaman Modal yang mendapatkan fasilitas dan yang tidak mendapatkan fasilitas, penghitungan besarnya kerugian yang mendapat fasilitas tambahan jangka waktu kompensasi kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d angka 1, angka 2, angka 3, angka 4, angka 5, dan/atau angka 7 sesuai dengan penghitungan berdasarkan pembukuan secara terpisah atas Penanaman Modal yang mendapatkan fasilitas dan yang tidak mendapatkan fasilitas.

(8)
Dalam hal Wajib Pajak tidak melakukan pembukuan secara terpisah atas Penanaman Modal yang mendapatkan fasilitas dan yang tidak mendapatkan fasilitas, besarnya kerugian yang mendapat fasilitas tambahan jangka waktu kompensasi kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d angka 1, angka 2, angka 3, angka 4, angka 5, dan/atau angka 7 dihitung dengan formula sebagai berikut:
KMF   =
BVMF
 X   TK
------------------------
(BVTF +BVMF)

KMF
=
Kerugian yang mendapat fasilitas Pajak Penghasilan
BVMF
=
Total nilai buku fiskal aktiva tetap yang mendapatkan fasilitas pada akhir tahun pajak terjadinya kerugian
BVTF
=
Total nilai buku fiskal aktiva tetap yang tidak mendapatkan fasilitas pada akhir tahun pajak terjadinya kerugian
TK
=
Total kerugian

(9)
Besarnya kerugian yang mendapat fasilitas tambahan jangka waktu kompensasi kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d angka 6 dihitung dengan formula sebagai berikut:
KMF   =
EAT
 X   TK
------------------------
BVAT

BVAT
=
BVMF + BVTF
KMF
=
Kerugian yang mendapat fasilitas Pajak Penghasilan
EAT
=
Laba setelah pajak yang ditanamkan kembali dalam perluasan usaha
BVAT
=
Total nilai buku fiskal seluruh aktiva tetap
BVMF
=
Total nilai buku fiskal aktiva tetap yang mendapatkan fasilitas pada akhir tahun pajak terjadinya kerugian
BVTF
=
Total nilai buku fiskal aktiva tetap yang tidak mendapatkan fasilitas pada akhir tahun pajak terjadinya kerugian
TK
=
Total kerugian tahun pajak saat mulai berproduksi secara komersial


Pasal 8

Permohonan untuk mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) diajukan oleh Wajib Pajak kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dan pengajuannya dilakukan sebelum saat mulai berproduksi secara komersial.

Pasal 9

Pada saat Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 berlaku, terhadap Wajib Pajak yang izin prinsip Penanaman Modal atau izin prinsip perluasan Penanaman Modalnya diterbitkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atau instansi lain yang berwenang sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu sampai dengan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015, dapat diajukan usulan untuk diberikan fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, sepanjang:
a.     izin prinsip Penanaman Modal atau izin prinsip perluasan Penanaman Modal tersebut belum pernah diterbitkan keputusan persetujuan atau penolakan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu;
b.    bidang usaha, Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), cakupan produk, persyaratan, dan/atau Daerah/Provinsi sesuai dengan Lampiran I atau Lampiran II Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015;
c.     belum berproduksi secara komersial pada saat Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 berlaku; dan
d.    usulan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan dimaksud diterima oleh Menteri Keuangan paling lama 1 (satu) tahun setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015.

Pasal 10

Pemberian fasilitas Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), berlaku ketentuan sebagai berikut:
a.
Diperuntukkan bagi:
1)
Wajib Pajak yang pada saat menyampaikan permohonan pemberian fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan sesuai Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010, memilih untuk dapat diberikan fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015; atau
2)
Wajib pajak yang telah menyampaikan permohonan pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan Badan sesuai Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, yang mengajukan permohonan untuk memilih untuk dapat diberikan fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 setelah atas permohonan untuk mendapatkan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan Badan sesuai Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 ditolak oleh Menteri Keuangan.
b.
Memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015;
c.
Wajib Pajak dianggap telah mengajukan permohonan mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8; dan
d.
Dilakukan pemrosesan berdasarkan Peraturan Menteri ini.

Pasal 11

(1)
Atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9, dilakukan pembahasan dalam rapat yang dikoordinasikan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal untuk memutuskan dapat tidaknya permohonan dimaksud diusulkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal kepada Menteri Keuangan.
(2)
Direktur Jenderal Pajak, staf ahli Menteri Keuangan yang mempunyai tugas memberikan telaahan mengenai masalah-masalah di bidang penerimaan negara, dan/atau pejabat yang ditunjuk dapat hadir dalam rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 12

(1)
Keputusan mengenai pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mempertimbangkan usulan dari Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.
(2)
Usulan dari Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak dengan dilampiri dokumen berupa:
a.        fotokopi surat permohonan Wajib Pajak kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dan bukti tanda terima surat permohonan Wajib Pajak dimaksud;
b.       surat penolakan pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan Badan, untuk permohonan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;
c.        izin Penanaman Modal atau izin perluasan Penanaman Modal yang diterbitkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atau instansi lain yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d.       rincian aktiva tetap; dan
e.        surat keterangan pemenuhan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015, kesesuaian cakupan produk, dan pemenuhan tiap persyaratan sesuai Lampiran I dan/atau Lampiran II Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 dari kementerian pembina sektor terkait.
(3)
Terhadap usulan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) yang disampaikan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal kepada Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, selain dilampiri dengan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus dilampiri dengan surat keterangan belum beroperasi secara komersial yang diterbitkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.

Pasal 13

(1)
Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan menerbitkan keputusan persetujuan atau penolakan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) setelah mendapat rekomendasi staf ahli Menteri Keuangan yang mempunyai tugas memberikan telaahan mengenai masalah-masalah di bidang penerimaan negara.
(2)
Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis oleh staf ahli Menteri Keuangan yang mempunyai tugas memberikan telaahan mengenai masalah-masalah di bidang penerimaan negara kepada Direktur Jenderal Pajak.
(3)
Keputusan persetujuan atau penolakan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mendasarkan pada dokumen-dokumen, berupa:
a.     rekomendasi tertulis staf ahli Menteri Keuangan yang mempunyai tugas memberikan telaahan mengenai masalah-masalah di bidang penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
b.    usulan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan dari Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dan lampiran dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dan ayat (3).
(4)
Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus tersedia lengkap pada saat rapat yang dikoordinasikan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan saat disampaikan kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2).

(5)
Keputusan persetujuan atau penolakan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak usulan dari Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2).

(6)
Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 14

(1)
Saat mulai berproduksi secara komersial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) adalah saat pertama kali hasil produksi dijual ke pasaran dan/atau digunakan sendiri untuk proses produksi lebih lanjut.
(2)
Saat mulai berproduksi secara komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan.
(3)
Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud ayat (2) dilakukan setelah Direktur Jenderal Pajak menerima permohonan tertulis dari Wajib Pajak secara lengkap atau berdasarkan penelitian terhadap surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan badan Wajib Pajak diketahui Wajib Pajak telah mulai berproduksi secara komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4)
Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan Wajib Pajak kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Direktur Pemeriksaan dan Penagihan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya tahun pajak dilakukannya produksi secara komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5)
Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini, yang paling sedikit dilampiri dengan:
a.     fotokopi keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan;
b.    fotokopi izin Penanaman Modal atau izin perluasan Penanaman Modal yang menjadi dasar penerbitan keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan dan izin usaha tetapnya;
c.     fotokopi dan softcopy atas rincian dan jenis aktiva tetap pada saat pengajuan permohonan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan dan pada saat Wajib Pajak mulai berproduksi secara komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
d.    dokumen-dokumen yang berkaitan dengan transaksi penjualan hasil produksi ke pasaran pertama kali, atau pertama kali digunakan sendiri untuk proses produksi lebih lanjut.
(6)
Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi kegiatan:
a.
penentuan mengenai saat Wajib Pajak pertama kali melakukan penjualan hasil produksi ke pasaran dan/atau menggunakan sendiri untuk proses produksi lebih lanjut;
b.
penghitungan jumlah Penanaman Modal yang digunakan sebagai dasar penghitungan fasilitas pengurangan penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, yaitu:
1)
sebesar realisasi Penanaman Modal, dalam hal realisasi Penanaman Modal kurang dari atau sama dengan rencana Penanaman Modal;
2)
sebesar rencana Penanaman Modal, dalam hal realisasi lebih besar dari rencana Penanaman Modal.
c.
pengujian kesesuaian penjualan hasil produksi ke pasaran dengan bidang usaha, Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), atau cakupan produk, serta persyaratan lainnya dalam lampiran keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.

Pasal 15

(1)
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari sejak permohonan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 diterima secara lengkap, harus menerbitkan keputusan yang berisi mengenai:
a.     saat mulai berproduksi secara komersial;
b.    penetapan jumlah Penanaman Modal yang digunakan sebagai dasar penghitungan fasilitas pengurangan penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a;
c.     kesesuaian antara penjualan hasil produksi ke pasaran dengan bidang usaha, Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), atau cakupan produk serta persyaratan lainnya dalam lampiran keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.
(2)
Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 16

(1)
Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (6) terdapat ketidaksesuaian antara penjualan hasil produksi ke pasaran dengan bidang usaha, Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), atau cakupan produk, serta persyaratan lainnya dalam lampiran keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, permohonan penetapan saat mulai berproduksi secara komersial ditolak, dan keputusan persetujuan pemberian fasilitas dicabut, serta kepada Wajib Pajak dikenakan sanksi perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)
Keputusan pencabutan pemberian fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 
Pasal 17

(1)
Wajib Pajak yang telah memperoleh keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan wajib menyampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak laporan mengenai hal-hal sebagai berikut:
a.     jumlah realisasi Penanaman Modal;
b.    jumlah realisasi produksi;
c.     rincian aktiva tetap.
sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(2)
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak setiap semester paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah akhir semester yang bersangkutan dalam periode sejak diterbitkannya keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sampai dengan diterbitkannya keputusan saat mulai berproduksi secara komersial.

(3)
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak setiap semester paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah akhir semester yang bersangkutan dalam periode sejak diterbitkannya keputusan saat mulai berproduksi secara komersial sampai dengan berakhirnya masa manfaat aktiva secara fiskal.

(4)
Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau menyampaikan laporan namun tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), terhadap Wajib Pajak dimaksud dapat dilakukan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak.


Pasal 18

(1)
Terhadap penyalahgunaan fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu dan Peraturan Menteri ini, dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, dilakukan pencabutan terhadap keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan, dan tidak dapat lagi diberikan fasilitas Pajak Penghasilan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu dan Peraturan Menteri ini.
(2)
Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan menerbitkan keputusan pencabutan keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu.

Pasal 19

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
1.
Terhadap usulan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu yang telah disampaikan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dilakukan pemrosesan lebih lanjut berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 144/PMK.011/2012.
2.
Terhadap permohonan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu yang:
a.       telah disampaikan oleh Wajib Pajak kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal; dan
b.      atas permohonan dimaksud belum disampaikan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal kepada Menteri Keuangan pada saat berlakunya Peraturan Menteri ini,
Wajib Pajak harus menyampaikan permohonan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015.

Pasal 20

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 144/PMK.011/2012 tentang Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 21

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 6 Mei 2015.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 April 2015
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BAMBANG P. S. BRODJONEGORO


Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 28 April 2015
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

YASONNA H. LAOLY

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 652


Status PMK Nomor 89/PMK.010/2015 Tanggal 28 April 2015 Tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-Bidang Usaha Tertentu Dan/Atau Di Daerah-Daerah Tertentu Serta Pengalihan Aktiva dan Sanksi Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri Yang Diberikan Fasilitas PPh adalah sebagai berikut :   

- PMK Nomor 89/PMK.010/2015 mulai berlaku sejak tanggal 6 Mei 2015.

- PMK Nomor 89/PMK.010/2015 telah dicabut dan diganti dengan PMK-11/PMK.010/2020 Tanggal 11 Februari 2020 Tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-Bidang Usaha Tertentu Dan/Atau Di Daerah-Daerah Tertentu