PMK 143/PMK.03/2020 Fasilitas Pajak Terhadap Barang dan Jasa Dalam Penanganan Covid-19
PMK 143/PMK.03/2020 Tanggal 1 Oktober 2020 menetapkan Tentang Pemberian Fasilitas Pajak Terhadap Barang Dan Jasa Yang Diperlukan Dalam Rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 Dan Perpanjangan Pemberlakuan Fasilitas Pajak Penghasilan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2020 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Jenis Fasilitas atau Insentif Pajak dalam PMK 143/PMK.03/2020 terdiri dari :
1. Fasilitas / Insentif PPN (Pajak Pertambahan Nilai)
2. Fasilitas / Insentif PPh Pasal 22 Impor.
3, Fasilitas / Insentif PPh Pasal 22
4. Fasilitas / Insentif PPh Pasal 21
5. Fasilitas / Insentif PPh Pasal 23
6. Perpanjangan Pemberlakuan Fasilitas Pajak Penghasilan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2020 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
PMK 143/PMK.03/2020 selengkapnya :
Menimbang :
a. bahwa sehubungan dengan dampak penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), masih tetap diperlukan kebijakan untuk melindungi kesehatan dan keselamatan jiwa masyarakat, serta melindungi sektor usaha;
b. bahwa untuk merespon dampak penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), masih diperlukan fasilitas pajak untuk mendukung ketersediaan barang dan jasa guna, penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), serta fasilitas Pajak Penghasilan yang mendorong industri Alat Kesehatan dan/atau Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan fasilitas Pajak Penghasilan sehubungan dengan dukungan masyarakat dalam bentuk sumbangan, ketersediaan tenaga Sumber Daya Manusia di Bidang Kesehatan, dan ketersediaan harta, dalam rangka penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
c. bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.03/2020 tentang Pemberian Fasilitas Pajak terhadap Barang dan Jasa yang Diperlukan dalam rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 masih belum menampung kebutuhan fasilitas perpajakan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b sehingga perlu dilakukan penggantian terhadap Peraturan Menteri Keuangan dimaksud, serta untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (8), Pasal 22 ayat (2), dan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, dan Pasal 3 ayat (18), Pasal 7 ayat (3), Pasal 8 ayat (7), dan Pasal 9 ayat (10) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2020 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan dalam rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemberian Fasilitas Pajak terhadap Barang dan Jasa yang Diperlukan dalam rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 dan Perpanjangan Pemberlakuan Fasilitas Pajak Penghasilan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2020 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
Mengingat :
1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 1983, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pembahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
6. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2020 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 148, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6526);
9. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1745);
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PAJAK TERHADAP BARANG DAN JASA YANG DIPERLUKAN DALAM RANGKA PENANGANAN PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019 DAN PERPANJANGAN PEMBERLAKUAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 29 TAHUN 2020 TENTANG FASILITAS PAJAK PENGHASILAN DALAM RANGKA PENANGANAN CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19).
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
1. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN, adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
2. Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPh, adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
3. Pajak Pertambahan Nilai, yang selanjutnya disingkat PPN, adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN.
4. Pajak Penghasilan, yang selanjutnya disingkat PPh, adalah Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPh.
5. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
7. Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
8. Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
9. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
10. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
11. Surat Keterangan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, yang selanjutnya disebut SKJLN, adalah surat keterangan yang menyatakan bahwa Wajib Pajak melakukan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
12. Kantor Pelayanan Pajak, yang selanjutnya disebut KPP, adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
13. Pihak Tertentu adalah pihak yang menerima insentif perpajakan.
14. Badan/Instansi Pemerintah adalah badan/instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah, yang melakukan penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
15. Rumah Sakit adalah rumah sakit yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan, Kepala Daerah/Dinas Kesehatan Tingkat I, atau Kepala Daerah/Dinas Kesehatan Tingkat II sebagai rumah sakit rujukan untuk penanganan pasien pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
16. Pihak Lain adalah pihak selain Badan/Instansi Pemerintah atau Rumah Sakit yang ditunjuk oleh Badan/Instansi Pemerintah atau Rumah Sakit untuk membantu penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
17. Pihak Ketiga adalah pihak yang bertransaksi dengan Badan/Instansi Pemerintah, Rumah Sakit atau Pihak Lain untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
18. Badan Nasional Penanggulangan Bencana, yang selanjutnya disingkat BNPB adalah lembaga pemerintah nonkementerian sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang penanggulangan bencana.
19. Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat adalah Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang memproduksi vaksin dan/atau obat untuk penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
(1) Insentif PPN diberikan kepada:
a. Pihak Tertentu atas impor atau perolehan Barang Kena Pajak, perolehan Jasa Kena Pajak, dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
b. Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat atas impor atau perolehan bahan baku vaksin dan/atau obat untuk penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19); dan
c. Wajib Pajak yang memperoleh vaksin dan/atau obat untuk penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dari Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat sebagaimana dimaksud pada huruf b,
yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sejak Masa Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak Desember 2020.
(2) Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. Badan/Instansi Pemerintah;
a. obat-obatan;
b. vaksin;
c. peralatan laboratorium;
d. peralatan pendeteksi;
e. peralatan pelindung diri;
f. peralatan untuk perawatan pasien; dan/atau
g. peralatan pendukung lainnya yang dinyatakan oleh Pihak Tertentu untuk keperluan penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
(4) Jasa Kena Pajak yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. jasa konstruksi;
b. jasa konsultasi, teknik, dan manajemen;
c. jasa persewaan; dan/atau
d. jasa pendukung lainnya yang dinyatakan oleh Pihak Tertentu untuk keperluan penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
(5) PPN yang terutang atas:
a. impor Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) oleh Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak dipungut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) oleh Pengusaha Kena Pajak kepada Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditanggung pemerintah; dan
c. pemanfaatan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean oleh Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditanggung pemerintah.
d. impor bahan baku untuk produksi vaksin dan/atau obat untuk penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) oleh Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat, ditanggung pemerintah;
e. penyerahan bahan baku untuk produksi vaksin dan/atau obat untuk penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) oleh Pengusaha Kena Pajak kepada Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat, ditanggung pemerintah;
f. penyerahan vaksin dan/atau obat untuk penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) oleh Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat, ditanggung pemerintah.
(6) Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, termasuk juga penyerahan berupa pemberian cuma-cuma.
(7) Dalam hal Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan impor Barang Kena Pajak yang digunakan untuk kegiatan pemanfaatan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, impor Barang Kena Pajak tersebut tidak dikenai PPN sepanjang Pihak Tertentu dimaksud memiliki SKJLN sebelum melakukan impor, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(8) Insentif PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dan huruf c bagi Pihak Lain diberikan jika:
a. perolehan Barang Kena Pajak, perolehan Jasa Kena Pajak, dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, selanjutnya akan diserahkan kepada Badan/Instansi Pemerintah dan/atau Rumah Sakit untuk keperluan penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) tanpa mendapat imbalan/kompensasi; dan
b. perolehan Barang Kena Pajak, perolehan Jasa Kena Pajak, dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean tersebut tidak dipergunakan untuk pemakaian sendiri.
(9) Insentif PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf d dan huruf e, diberikan setelah Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat memperoleh surat rekomendasi dari BNPB, yang paling sedikit memuat keterangan:
a. identitas Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat;
b. identitas Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan atau pihak pemasok yang berada di luar Daerah Pabean;
c. nama dan jumlah barang; dan
d. pernyataan bahwa perolehan bahan baku yang akan diimpor atau diperoleh merupakan bahan baku untuk produksi vaksin dan/atau obat untuk penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19),
(10) Surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9) berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2020.
(1) Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) huruf b, huruf e, dan huruf f, serta Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat yang melakukan impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) huruf d, wajib membuat:
a. Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
b. Laporan Realisasi PPN Ditanggung Pemerintah.
(2) Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus memuat keterangan “PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR .../PMK.03/2020”.
(3) Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dilaporkan dalam SPT Masa PPN sesuai ketentuan perundang-undangan oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) huruf b, huruf e, dan huruf f, serta Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat yang melakukan impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) huruf d, diperlakukan sebagai Laporan Realisasi Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
(4) Atas penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) huruf b, huruf e, dan huruf f, serta impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) huruf d, yang:
a. tidak menggunakan Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2); dan/atau
b. tidak dilaporkan sesuai ketentuan oleh Pengusaha Kena Pajak dalam SPT Masa PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
tidak diberikan insentif PPN dan dikenai PPN sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Pihak Tertentu yang melakukan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) huruf c harus:
a. membuat Surat Setoran Pajak atau cetakan kode billing yang dibubuhi cap atau tulisan "PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR .../PMK.03/2020"; dan
b. membuat Laporan Realisasi Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(6) Laporan Realisasi Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (5) huruf b dibuat setiap Masa Pajak.
(7) Laporan Realisasi Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b disampaikan melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id, paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6).
(8) Pihak Tertentu yang memanfaatkan fasilitas PPN ditanggung pemerintah atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean tetapi tidak menyampaikan laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, tidak diberikan Insentif PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) huruf c.
Pelaksanaan dan pertanggungjawaban belanja subsidi pajak ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) huruf b dan huruf c dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai mekanisme pelaksanaan dan pertanggungjawaban atas pajak ditanggung pemerintah.
(1) PPh Pasal 22 Impor dipungut oleh Bank Devisa atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada saat Wajib Pajak melakukan impor barang.
(2) PPh Pasal 22 dipungut oleh:
a. Instansi Pemerintah berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
b. badan usaha tertentu berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya; atau
c. badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri farmasi atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Besarnya tarif PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yaitu sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pemungutan PPh Pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
(4) Barang yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), meliputi:
a. obat-obatan;
b. vaksin;
c. peralatan laboratorium;
d. peralatan pendeteksi;
e. peralatan pelindung diri;
f. peralatan untuk perawatan pasien; dan/atau
g. peralatan pendukung lainnya yang dinyatakan oleh Pihak Tertentu untuk keperluan penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
(5) Pihak Tertentu yang melakukan impor dan/atau pembelian barang yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor dan/atau PPh Pasal 22 sejak Masa Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak Desember 2020.
(6) Pihak Ketiga yang melakukan penjualan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) kepada Pihak Tertentu diberikan pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 sejak Masa Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak Desember 2020.
(7) Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat yang melakukan impor dan/atau pembelian bahan baku untuk memproduksi vaksin dan/atau obat untuk penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), diberikan pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor dan/atau PPh Pasal 22 sejak Masa Pajak Oktober 2020 sampai dengan Masa Pajak Desember 2020.
(8) Pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor dan/atau PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (7), diberikan setelah Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat memperoleh surat rekomendasi dari BNPB, yang paling sedikit memuat keterangan:
a. identitas Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat;
b. identitas penjual;
c. nama dan jumlah barang; dan
d. pernyataan bahwa perolehan bahan baku yang akan diimpor dan/atau dibeli merupakan bahan baku untuk produksi vaksin dan/atau obat untuk penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
(9) Surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2020.
(10) Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat yang melakukan penjualan vaksin dan/atau obat untuk penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) kepada Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a dan/atau badan usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b, diberikan pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 sejak Masa Pajak Oktober 2020 sampai dengan Masa Pajak Desember 2020.
(11) Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (5), dan ayat (6), meliputi:
a. Badan/Instansi Pemerintah;
b. Rumah Sakit; atau
c. Pihak Lain.
(12) Pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (7) dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tanpa Surat Keterangan Bebas Pemungutan PPh Pasal 22 Impor.
(13) Pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ayat (6), ayat (7), dan ayat (10) diberikan melalui Surat Keterangan Bebas Pemungutan PPh Pasal 22.
(1) Untuk memperoleh Surat Keterangan Bebas Pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (13):
a. Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5); atau
b. Pihak Ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6); atau
c. Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (7) atau ayat (10),
harus mengajukan permohonan Surat Keterangan Bebas dengan mengisi formulir melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id sesuai contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(2) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPP menerbitkan:
a. Surat Keterangan Bebas Pemungutan PPh Pasal 22, apabila Pihak Tertentu memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) atau Pihak Ketiga memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6) atau Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (7) atau ayat (10); atau
b. Surat Penolakan, apabila Pihak Tertentu tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) atau Pihak Ketiga tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6) atau Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (7) atau ayat (10).
(3) Pembebasan dari pemungutan:
a. PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (12) kepada Pihak Tertentu berlaku sejak tanggal 6 April 2020 sampai dengan tanggal 31 Desember 2020;
b. PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (13) kepada Pihak Tertentu atau Pihak Ketiga berlaku sejak tanggal Surat Keterangan Bebas diterbitkan sampai dengan tanggal 31 Desember 2020;
c. PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (12) kepada Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat berlaku sejak Peraturan Menteri ini diundangkan sampai dengan tanggal 31 Desember 2020;
d. PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (13) kepada Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat berlaku sejak tanggal Surat Keterangan Bebas diterbitkan sampai dengan tanggal 31 Desember 2020.
(4) Pihak Tertentu yang telah memperoleh pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (12) atau PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (13), harus menyampaikan:
a. Laporan Realisasi dari Pembebasan Pemungutan PPh Pasal 22 Impor sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf E; atau
b. Laporan Realisasi dari Pembebasan Pemungutan PPh Pasal 22 sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf F,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(5) Pihak Ketiga yang telah memperoleh pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (13) harus menyampaikan Laporan Realisasi dari Pembebasan Pemungutan PPh Pasal 22 sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf F, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(6) Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat yang telah memperoleh pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (12) atau PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (13), harus menyampaikan:
a. Laporan Realisasi dari Pembebasan Pemungutan PPh Pasal 22 Impor sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf E; atau
b. Laporan Realisasi dari Pembebasan Pemungutan PPh Pasal 22 sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf F,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(7) Laporan Realisasi dari Pembebasan Pemungutan PPh Pasal 22 Impor atau PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) harus disampaikan melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya untuk setiap Masa Pajak.
(1) Penghasilan sehubungan dengan jasa yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, berupa imbalan dengan nama dan bentuk apapun, dipotong PPh Pasal 21, selain penghasilan atas jasa yang telah dipotong PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh.
(2) Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang menerima atau memperoleh imbalan dari Pihak Tertentu atas penyerahan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), diberikan pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 21 sejak Masa Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak Desember 2020.
(3) Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. Badan/Instansi Pemerintah;
b. Rumah Sakit; atau
c. Pihak Lain.
(4) Pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan tanpa Surat Keterangan Bebas Pemotongan PPh Pasal 21.
(5) Pihak Tertentu harus membuat bukti pemotongan PPh Pasal 21 sehubungan dengan pembayaran imbalan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(6) Pihak Tertentu harus menyampaikan Laporan Realisasi dari Pembebasan Pemotongan PPh Pasal 21 atas pembayaran imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(7) Laporan Realisasi dari Pembebasan Pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus disampaikan melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya untuk setiap Masa Pajak.
(1) Penghasilan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang PPh, yang dilakukan oleh Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap, berupa imbalan dengan nama dan bentuk apapun, dipotong PPh Pasal 23.
(2) Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang menerima atau memperoleh imbalan dari Pihak Tertentu atas penyerahan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), diberikan pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 23 sejak Masa Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak Desember 2020.
(3) Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. Badan/Instansi Pemerintah;
b. Rumah Sakit; atau
c. Pihak Lain.
(4) Pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 23 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan melalui Surat Keterangan Bebas Pemotongan PPh Pasal 23.
Pasal 9
(1) Untuk memperoleh Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4), Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), harus mengajukan permohonan Surat Keterangan Bebas dengan mengisi formulir melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id sesuai contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(2) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPP menerbitkan:
a. Surat Keterangan Bebas Pemotongan PPh Pasal 23 apabila Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2); atau
b. Surat Penolakan apabila Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2).
(3) Pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 23 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) berlaku sejak tanggal Surat Keterangan Bebas diterbitkan sampai dengan tanggal 31 Desember 2020.
(4) Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang telah memperoleh pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 23 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus membuat Laporan Realisasi dari Pembebasan Pemotongan PPh Pasal 23 sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(5) Laporan Realisasi dari Pembebasan Pemotongan PPh Pasal 23 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus disampaikan melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya untuk setiap Masa Pajak.
Pemberlakuan fasilitas Pajak Penghasilan dalam rangka penanganan COVID-19 sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2020, berupa:
a. tambahan pengurangan penghasilan neto bagi Wajib Pajak dalam negeri yang memproduksi Alat Kesehatan dan/atau Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga;
b. sumbangan yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto;
c. pengenaan tarif PPh sebesar 0% dan bersifat final atas tambahan penghasilan yang diterima Sumber Daya Manusia di Bidang Kesehatan; dan
d. pengenaan tarif PPh sebesar 0% dan bersifat final atas penghasilan berupa kompensasi atau penggantian atas penggunaan harta,
diperpanjang sehingga berlaku mulai tanggal 1 Maret 2020 sampai dengan tanggal 31 Desember 2020.
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
1. Surat Keterangan Bebas pemungutan PPh Pasal 22 atau Surat Keterangan Bebas pemotongan PPh Pasal 23 yang telah diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.03/2020 tentang Pemberian Fasilitas Pajak terhadap Barang dan Jasa yang Diperlukan Dalam Rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 dinyatakan masih tetap berlaku dan dapat digunakan sampai dengan Masa Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
2. Laporan Realisasi Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah untuk Masa Pajak Juli 2020, Agustus 2020, dan September 2020, dibuat menggunakan format sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.03/2020.
3. Penyampaian Laporan Realisasi Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah, Laporan Pembebasan Pemotongan PPh Pasal 21, Laporan Realisasi Pembebasan Pemungutan PPh Pasal 22 Impor, Laporan Realisasi Pembebasan Pemungutan PPh Pasal 22, dan Laporan Realisasi Pembebasan Pemotongan PPh Pasal 23, untuk Masa Pajak Juli 2020, Agustus 2020, dan September 2020, disampaikan tiap Masa Pajak, paling lambat tanggal 31 Oktober 2020.
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.03/2020 tentang Pemberian Fasilitas Pajak terhadap Barang dan Jasa yang Diperlukan dalam rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 335), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Peraturan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Oktober 2020.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 Oktober 2020
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 Oktober 2020
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 1132
Lampiran PMK 143/PMK.03/2020 Fasilitas Pajak Terhadap Barang dan Jasa Yang Diperlukan Dalam Penanganan Covid-19
Status PMK 143/PMK.03/2020
1. PMK 143/PMK.03/2020 ditetapkan pada tanggal 1 Oktober 2020 dan mulai berlaku sejak Tanggal 1 Oktober 2020 sampai dengan Tanggal 31 Desember 2020.
2. PMK 143/PMK.03/2020 mencabut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.03/2020 tentang Pemberian Fasilitas Pajak terhadap Barang dan Jasa yang Diperlukan dalam rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 335), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Jenis Fasilitas atau Insentif Pajak dalam PMK 143/PMK.03/2020 terdiri dari :
1. Fasilitas / Insentif PPN (Pajak Pertambahan Nilai)
2. Fasilitas / Insentif PPh Pasal 22 Impor.
3, Fasilitas / Insentif PPh Pasal 22
4. Fasilitas / Insentif PPh Pasal 21
5. Fasilitas / Insentif PPh Pasal 23
6. Perpanjangan Pemberlakuan Fasilitas Pajak Penghasilan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2020 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
PMK 143/PMK.03/2020 selengkapnya :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 143/PMK.03/2020
TENTANG
PEMBERIAN FASILITAS PAJAK TERHADAP BARANG DAN JASA YANG
DIPERLUKAN DALAM RANGKA PENANGANAN PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019 DAN PERPANJANGAN PEMBERLAKUAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 29 TAHUN 2020 TENTANG FASILITAS PAJAK PENGHASILAN DALAM RANGKA PENANGANAN CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa sehubungan dengan dampak penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), masih tetap diperlukan kebijakan untuk melindungi kesehatan dan keselamatan jiwa masyarakat, serta melindungi sektor usaha;
b. bahwa untuk merespon dampak penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), masih diperlukan fasilitas pajak untuk mendukung ketersediaan barang dan jasa guna, penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), serta fasilitas Pajak Penghasilan yang mendorong industri Alat Kesehatan dan/atau Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan fasilitas Pajak Penghasilan sehubungan dengan dukungan masyarakat dalam bentuk sumbangan, ketersediaan tenaga Sumber Daya Manusia di Bidang Kesehatan, dan ketersediaan harta, dalam rangka penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
c. bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.03/2020 tentang Pemberian Fasilitas Pajak terhadap Barang dan Jasa yang Diperlukan dalam rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 masih belum menampung kebutuhan fasilitas perpajakan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b sehingga perlu dilakukan penggantian terhadap Peraturan Menteri Keuangan dimaksud, serta untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (8), Pasal 22 ayat (2), dan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, dan Pasal 3 ayat (18), Pasal 7 ayat (3), Pasal 8 ayat (7), dan Pasal 9 ayat (10) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2020 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan dalam rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemberian Fasilitas Pajak terhadap Barang dan Jasa yang Diperlukan dalam rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 dan Perpanjangan Pemberlakuan Fasilitas Pajak Penghasilan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2020 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
Mengingat :
1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 1983, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pembahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
6. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2020 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 148, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6526);
9. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1745);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PAJAK TERHADAP BARANG DAN JASA YANG DIPERLUKAN DALAM RANGKA PENANGANAN PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019 DAN PERPANJANGAN PEMBERLAKUAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 29 TAHUN 2020 TENTANG FASILITAS PAJAK PENGHASILAN DALAM RANGKA PENANGANAN CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19).
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
1. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN, adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
2. Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPh, adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
3. Pajak Pertambahan Nilai, yang selanjutnya disingkat PPN, adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN.
4. Pajak Penghasilan, yang selanjutnya disingkat PPh, adalah Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPh.
5. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
7. Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
8. Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
9. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
10. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
11. Surat Keterangan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, yang selanjutnya disebut SKJLN, adalah surat keterangan yang menyatakan bahwa Wajib Pajak melakukan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
12. Kantor Pelayanan Pajak, yang selanjutnya disebut KPP, adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
13. Pihak Tertentu adalah pihak yang menerima insentif perpajakan.
14. Badan/Instansi Pemerintah adalah badan/instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah, yang melakukan penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
15. Rumah Sakit adalah rumah sakit yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan, Kepala Daerah/Dinas Kesehatan Tingkat I, atau Kepala Daerah/Dinas Kesehatan Tingkat II sebagai rumah sakit rujukan untuk penanganan pasien pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
16. Pihak Lain adalah pihak selain Badan/Instansi Pemerintah atau Rumah Sakit yang ditunjuk oleh Badan/Instansi Pemerintah atau Rumah Sakit untuk membantu penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
17. Pihak Ketiga adalah pihak yang bertransaksi dengan Badan/Instansi Pemerintah, Rumah Sakit atau Pihak Lain untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
18. Badan Nasional Penanggulangan Bencana, yang selanjutnya disingkat BNPB adalah lembaga pemerintah nonkementerian sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang penanggulangan bencana.
19. Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat adalah Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang memproduksi vaksin dan/atau obat untuk penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
BAB II
FASILITAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
Pasal 2
(1) Insentif PPN diberikan kepada:
a. Pihak Tertentu atas impor atau perolehan Barang Kena Pajak, perolehan Jasa Kena Pajak, dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
b. Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat atas impor atau perolehan bahan baku vaksin dan/atau obat untuk penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19); dan
c. Wajib Pajak yang memperoleh vaksin dan/atau obat untuk penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dari Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat sebagaimana dimaksud pada huruf b,
yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sejak Masa Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak Desember 2020.
(2) Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. Badan/Instansi Pemerintah;
b. Rumah Sakit; atau
c. Pihak Lain.
(3) Barang Kena Pajak yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
(3) Barang Kena Pajak yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. obat-obatan;
b. vaksin;
c. peralatan laboratorium;
d. peralatan pendeteksi;
e. peralatan pelindung diri;
f. peralatan untuk perawatan pasien; dan/atau
g. peralatan pendukung lainnya yang dinyatakan oleh Pihak Tertentu untuk keperluan penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
(4) Jasa Kena Pajak yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. jasa konstruksi;
b. jasa konsultasi, teknik, dan manajemen;
c. jasa persewaan; dan/atau
d. jasa pendukung lainnya yang dinyatakan oleh Pihak Tertentu untuk keperluan penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
(5) PPN yang terutang atas:
a. impor Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) oleh Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak dipungut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) oleh Pengusaha Kena Pajak kepada Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditanggung pemerintah; dan
c. pemanfaatan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean oleh Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditanggung pemerintah.
d. impor bahan baku untuk produksi vaksin dan/atau obat untuk penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) oleh Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat, ditanggung pemerintah;
e. penyerahan bahan baku untuk produksi vaksin dan/atau obat untuk penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) oleh Pengusaha Kena Pajak kepada Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat, ditanggung pemerintah;
f. penyerahan vaksin dan/atau obat untuk penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) oleh Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat, ditanggung pemerintah.
(6) Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, termasuk juga penyerahan berupa pemberian cuma-cuma.
(7) Dalam hal Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan impor Barang Kena Pajak yang digunakan untuk kegiatan pemanfaatan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, impor Barang Kena Pajak tersebut tidak dikenai PPN sepanjang Pihak Tertentu dimaksud memiliki SKJLN sebelum melakukan impor, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(8) Insentif PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dan huruf c bagi Pihak Lain diberikan jika:
a. perolehan Barang Kena Pajak, perolehan Jasa Kena Pajak, dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, selanjutnya akan diserahkan kepada Badan/Instansi Pemerintah dan/atau Rumah Sakit untuk keperluan penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) tanpa mendapat imbalan/kompensasi; dan
b. perolehan Barang Kena Pajak, perolehan Jasa Kena Pajak, dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean tersebut tidak dipergunakan untuk pemakaian sendiri.
(9) Insentif PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf d dan huruf e, diberikan setelah Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat memperoleh surat rekomendasi dari BNPB, yang paling sedikit memuat keterangan:
a. identitas Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat;
b. identitas Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan atau pihak pemasok yang berada di luar Daerah Pabean;
c. nama dan jumlah barang; dan
d. pernyataan bahwa perolehan bahan baku yang akan diimpor atau diperoleh merupakan bahan baku untuk produksi vaksin dan/atau obat untuk penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19),
(10) Surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9) berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2020.
Pasal 3
(1) Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) huruf b, huruf e, dan huruf f, serta Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat yang melakukan impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) huruf d, wajib membuat:
a. Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
b. Laporan Realisasi PPN Ditanggung Pemerintah.
(2) Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus memuat keterangan “PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR .../PMK.03/2020”.
(3) Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dilaporkan dalam SPT Masa PPN sesuai ketentuan perundang-undangan oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) huruf b, huruf e, dan huruf f, serta Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat yang melakukan impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) huruf d, diperlakukan sebagai Laporan Realisasi Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
(4) Atas penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) huruf b, huruf e, dan huruf f, serta impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) huruf d, yang:
a. tidak menggunakan Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2); dan/atau
b. tidak dilaporkan sesuai ketentuan oleh Pengusaha Kena Pajak dalam SPT Masa PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
tidak diberikan insentif PPN dan dikenai PPN sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Pihak Tertentu yang melakukan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) huruf c harus:
a. membuat Surat Setoran Pajak atau cetakan kode billing yang dibubuhi cap atau tulisan "PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR .../PMK.03/2020"; dan
b. membuat Laporan Realisasi Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(6) Laporan Realisasi Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (5) huruf b dibuat setiap Masa Pajak.
(7) Laporan Realisasi Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b disampaikan melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id, paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6).
(8) Pihak Tertentu yang memanfaatkan fasilitas PPN ditanggung pemerintah atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean tetapi tidak menyampaikan laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, tidak diberikan Insentif PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) huruf c.
Pasal 4
Pelaksanaan dan pertanggungjawaban belanja subsidi pajak ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) huruf b dan huruf c dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai mekanisme pelaksanaan dan pertanggungjawaban atas pajak ditanggung pemerintah.
BAB III
FASILITAS PAJAK PENGHASILAN
Pasal 5
(1) PPh Pasal 22 Impor dipungut oleh Bank Devisa atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada saat Wajib Pajak melakukan impor barang.
(2) PPh Pasal 22 dipungut oleh:
a. Instansi Pemerintah berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
b. badan usaha tertentu berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya; atau
c. badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri farmasi atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Besarnya tarif PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yaitu sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pemungutan PPh Pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
(4) Barang yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), meliputi:
a. obat-obatan;
b. vaksin;
c. peralatan laboratorium;
d. peralatan pendeteksi;
e. peralatan pelindung diri;
f. peralatan untuk perawatan pasien; dan/atau
g. peralatan pendukung lainnya yang dinyatakan oleh Pihak Tertentu untuk keperluan penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
(5) Pihak Tertentu yang melakukan impor dan/atau pembelian barang yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor dan/atau PPh Pasal 22 sejak Masa Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak Desember 2020.
(6) Pihak Ketiga yang melakukan penjualan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) kepada Pihak Tertentu diberikan pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 sejak Masa Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak Desember 2020.
(7) Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat yang melakukan impor dan/atau pembelian bahan baku untuk memproduksi vaksin dan/atau obat untuk penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), diberikan pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor dan/atau PPh Pasal 22 sejak Masa Pajak Oktober 2020 sampai dengan Masa Pajak Desember 2020.
(8) Pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor dan/atau PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (7), diberikan setelah Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat memperoleh surat rekomendasi dari BNPB, yang paling sedikit memuat keterangan:
a. identitas Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat;
b. identitas penjual;
c. nama dan jumlah barang; dan
d. pernyataan bahwa perolehan bahan baku yang akan diimpor dan/atau dibeli merupakan bahan baku untuk produksi vaksin dan/atau obat untuk penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
(9) Surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2020.
(10) Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat yang melakukan penjualan vaksin dan/atau obat untuk penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) kepada Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a dan/atau badan usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b, diberikan pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 sejak Masa Pajak Oktober 2020 sampai dengan Masa Pajak Desember 2020.
(11) Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (5), dan ayat (6), meliputi:
a. Badan/Instansi Pemerintah;
b. Rumah Sakit; atau
c. Pihak Lain.
(12) Pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (7) dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tanpa Surat Keterangan Bebas Pemungutan PPh Pasal 22 Impor.
(13) Pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ayat (6), ayat (7), dan ayat (10) diberikan melalui Surat Keterangan Bebas Pemungutan PPh Pasal 22.
Pasal 6
(1) Untuk memperoleh Surat Keterangan Bebas Pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (13):
a. Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5); atau
b. Pihak Ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6); atau
c. Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (7) atau ayat (10),
harus mengajukan permohonan Surat Keterangan Bebas dengan mengisi formulir melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id sesuai contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(2) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPP menerbitkan:
a. Surat Keterangan Bebas Pemungutan PPh Pasal 22, apabila Pihak Tertentu memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) atau Pihak Ketiga memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6) atau Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (7) atau ayat (10); atau
b. Surat Penolakan, apabila Pihak Tertentu tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) atau Pihak Ketiga tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6) atau Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (7) atau ayat (10).
(3) Pembebasan dari pemungutan:
a. PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (12) kepada Pihak Tertentu berlaku sejak tanggal 6 April 2020 sampai dengan tanggal 31 Desember 2020;
b. PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (13) kepada Pihak Tertentu atau Pihak Ketiga berlaku sejak tanggal Surat Keterangan Bebas diterbitkan sampai dengan tanggal 31 Desember 2020;
c. PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (12) kepada Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat berlaku sejak Peraturan Menteri ini diundangkan sampai dengan tanggal 31 Desember 2020;
d. PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (13) kepada Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat berlaku sejak tanggal Surat Keterangan Bebas diterbitkan sampai dengan tanggal 31 Desember 2020.
(4) Pihak Tertentu yang telah memperoleh pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (12) atau PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (13), harus menyampaikan:
a. Laporan Realisasi dari Pembebasan Pemungutan PPh Pasal 22 Impor sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf E; atau
b. Laporan Realisasi dari Pembebasan Pemungutan PPh Pasal 22 sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf F,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(5) Pihak Ketiga yang telah memperoleh pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (13) harus menyampaikan Laporan Realisasi dari Pembebasan Pemungutan PPh Pasal 22 sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf F, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(6) Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat yang telah memperoleh pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (12) atau PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (13), harus menyampaikan:
a. Laporan Realisasi dari Pembebasan Pemungutan PPh Pasal 22 Impor sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf E; atau
b. Laporan Realisasi dari Pembebasan Pemungutan PPh Pasal 22 sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf F,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(7) Laporan Realisasi dari Pembebasan Pemungutan PPh Pasal 22 Impor atau PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) harus disampaikan melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya untuk setiap Masa Pajak.
Pasal 7
(1) Penghasilan sehubungan dengan jasa yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, berupa imbalan dengan nama dan bentuk apapun, dipotong PPh Pasal 21, selain penghasilan atas jasa yang telah dipotong PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh.
(2) Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang menerima atau memperoleh imbalan dari Pihak Tertentu atas penyerahan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), diberikan pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 21 sejak Masa Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak Desember 2020.
(3) Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. Badan/Instansi Pemerintah;
b. Rumah Sakit; atau
c. Pihak Lain.
(4) Pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan tanpa Surat Keterangan Bebas Pemotongan PPh Pasal 21.
(5) Pihak Tertentu harus membuat bukti pemotongan PPh Pasal 21 sehubungan dengan pembayaran imbalan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(6) Pihak Tertentu harus menyampaikan Laporan Realisasi dari Pembebasan Pemotongan PPh Pasal 21 atas pembayaran imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(7) Laporan Realisasi dari Pembebasan Pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus disampaikan melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya untuk setiap Masa Pajak.
Pasal 8
(1) Penghasilan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang PPh, yang dilakukan oleh Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap, berupa imbalan dengan nama dan bentuk apapun, dipotong PPh Pasal 23.
(2) Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang menerima atau memperoleh imbalan dari Pihak Tertentu atas penyerahan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), diberikan pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 23 sejak Masa Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak Desember 2020.
(3) Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. Badan/Instansi Pemerintah;
b. Rumah Sakit; atau
c. Pihak Lain.
(4) Pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 23 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan melalui Surat Keterangan Bebas Pemotongan PPh Pasal 23.
Pasal 9
(1) Untuk memperoleh Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4), Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), harus mengajukan permohonan Surat Keterangan Bebas dengan mengisi formulir melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id sesuai contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(2) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPP menerbitkan:
a. Surat Keterangan Bebas Pemotongan PPh Pasal 23 apabila Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2); atau
b. Surat Penolakan apabila Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2).
(3) Pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 23 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) berlaku sejak tanggal Surat Keterangan Bebas diterbitkan sampai dengan tanggal 31 Desember 2020.
(4) Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang telah memperoleh pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 23 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus membuat Laporan Realisasi dari Pembebasan Pemotongan PPh Pasal 23 sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(5) Laporan Realisasi dari Pembebasan Pemotongan PPh Pasal 23 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus disampaikan melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya untuk setiap Masa Pajak.
BAB IV
PERPANJANGAN PEMBERLAKUAN FASILITAS PAJAK
PENGHASILAN BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 29 TAHUN 2020 TENTANG FASILITAS PAJAK
PENGHASILAN DALAM RANGKA PENANGANAN CORONA VIRUS
DISEASE 2019 (COVID-19)
Pasal 10
Pemberlakuan fasilitas Pajak Penghasilan dalam rangka penanganan COVID-19 sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2020, berupa:
a. tambahan pengurangan penghasilan neto bagi Wajib Pajak dalam negeri yang memproduksi Alat Kesehatan dan/atau Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga;
b. sumbangan yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto;
c. pengenaan tarif PPh sebesar 0% dan bersifat final atas tambahan penghasilan yang diterima Sumber Daya Manusia di Bidang Kesehatan; dan
d. pengenaan tarif PPh sebesar 0% dan bersifat final atas penghasilan berupa kompensasi atau penggantian atas penggunaan harta,
diperpanjang sehingga berlaku mulai tanggal 1 Maret 2020 sampai dengan tanggal 31 Desember 2020.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 11
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
1. Surat Keterangan Bebas pemungutan PPh Pasal 22 atau Surat Keterangan Bebas pemotongan PPh Pasal 23 yang telah diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.03/2020 tentang Pemberian Fasilitas Pajak terhadap Barang dan Jasa yang Diperlukan Dalam Rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 dinyatakan masih tetap berlaku dan dapat digunakan sampai dengan Masa Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
2. Laporan Realisasi Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah untuk Masa Pajak Juli 2020, Agustus 2020, dan September 2020, dibuat menggunakan format sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.03/2020.
3. Penyampaian Laporan Realisasi Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah, Laporan Pembebasan Pemotongan PPh Pasal 21, Laporan Realisasi Pembebasan Pemungutan PPh Pasal 22 Impor, Laporan Realisasi Pembebasan Pemungutan PPh Pasal 22, dan Laporan Realisasi Pembebasan Pemotongan PPh Pasal 23, untuk Masa Pajak Juli 2020, Agustus 2020, dan September 2020, disampaikan tiap Masa Pajak, paling lambat tanggal 31 Oktober 2020.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 12
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.03/2020 tentang Pemberian Fasilitas Pajak terhadap Barang dan Jasa yang Diperlukan dalam rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 335), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 13
Peraturan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Oktober 2020.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 Oktober 2020
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 Oktober 2020
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 1132
Lampiran PMK 143/PMK.03/2020 Fasilitas Pajak Terhadap Barang dan Jasa Yang Diperlukan Dalam Penanganan Covid-19
Status PMK 143/PMK.03/2020
1. PMK 143/PMK.03/2020 ditetapkan pada tanggal 1 Oktober 2020 dan mulai berlaku sejak Tanggal 1 Oktober 2020 sampai dengan Tanggal 31 Desember 2020.
2. PMK 143/PMK.03/2020 mencabut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.03/2020 tentang Pemberian Fasilitas Pajak terhadap Barang dan Jasa yang Diperlukan dalam rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 335), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
3. PMK 143/PMK.03/2020 telah dicabut dan diganti dengan PMK-239/PMK.03/2020 Tanggal 30 Desember 2020 Tentang Pemberian Fasilitas Pajak Terhadap Barang Dan Jasa Yang Diperlukan Dalam Rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 Dan Perpanjangan Pemberlakuan Fasilitas Pajak Penghasilan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2020 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)
Undang-Undang