Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PER-8/PJ/2023 Tentang Tata Cara Pengecualian Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Beserta Perubahannya Dan Pembebasan Dari Pemungutan Pajak Penghasilan Atas Penjualan Rumah Tinggal Atau Hunian Yang Tergolong Sangat Mewah Di Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata

PER-8/PJ/2023 Tanggal 15 Desember 2023 Tentang Tata Cara Pengecualian Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Beserta Perubahannya Dan Pembebasan Dari Pemungutan Pajak Penghasilan Atas Penjualan Rumah Tinggal Atau Hunian Yang Tergolong Sangat Mewah Di Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata mengatur tentang :

- Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Beserta Perubahannya.

- Pengecualian Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Beserta Perubahannya.


PER-8/PJ/2023 Tanggal 15 Desember 2023 Tentang Tata Cara Pengecualian Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Beserta Perubahannya Dan Pembebasan Dari Pemungutan Pajak Penghasilan Atas Penjualan Rumah Tinggal Atau Hunian Yang Tergolong Sangat Mewah Di Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata selengkapnya :


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR PER - 8/PJ/2023

TENTANG
 
TATA CARA PENGECUALIAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN ATAU PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN BESERTA PERUBAHANNYA DAN PEMBEBASAN DARI PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENJUALAN RUMAH TINGGAL ATAU HUNIAN YANG TERGOLONG SANGAT MEWAH DI KAWASAN EKONOMI KHUSUS PARIWISATA

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang :

a. bahwa untuk lebih meningkatkan pelayanan, kesederhanaan, dan kemudahan administrasi bagi Wajib Pajak, perlu mengatur mengenai tata cara pengecualian pembayaran pajak penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan, termasuk yang berlokasi di kawasan ekonomi khusus, serta tata cara pembebasan dari pemungutan pajak penghasilan atas penjualan rumah tempat tinggal atau hunian yang tergolong sangat mewah di kawasan ekonomi khusus pariwisata;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 huruf b dan huruf c Peraturan Menteri Keuangan Nomor 261/PMK.03/2016 tentang Tata Cara Penyetoran, Pelaporan, dan Pengecualian Pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas Tanah dan/atau Bangunan beserta Perubahannya serta ketentuan Pasal 6 ayat (7) dan Pasal 64 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.010/2020 tentang Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan, dan Cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.010/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.010/2020 tentang Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan, dan Cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pengecualian Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas Tanah dan/atau Bangunan beserta Perubahannya dan Pembebasan dari Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penjualan Rumah Tinggal atau Hunian yang Tergolong Sangat Mewah di Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata;

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6841);

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6841);

3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5066) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6841);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas Tanah dan/atau Bangunan beserta Perubahannya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5916);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6652);

6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 tentang Wajib Pajak Badan Tertentu Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 92/PMK.03/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 tentang Wajib Pajak Badan Tertentu Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 665);  

7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 261/PMK.03/2016 tentang Tata Cara Penyetoran, Pelaporan, dan Pengecualian Pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas Tanah dan/atau Bangunan Beserta Perubahannya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 29);   

8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.010/2020 tentang Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan, dan Cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1685) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.010/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.010/2020 tentang Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan, dan Cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 256);    

9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 63/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan serta Penerbitan, Penandatanganan, dan Pengiriman Keputusan atau Ketetapan Pajak secara Elektronik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 659);    

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENGECUALIAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN ATAU PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN BESERTA PERUBAHANNYA DAN PEMBEBASAN DARI PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENJUALAN RUMAH TINGGAL ATAU HUNIAN YANG TERGOLONG SANGAT MEWAH DI KAWASAN EKONOMI KHUSUS PARIWISATA.              
     
BAB I

KETENTUAN UMUM
                
Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan: 

1. Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan beserta perubahannya.   

2. Pajak Penghasilan adalah pajak penghasilan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan. 

3. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.  

4. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan beserta perubahannya.   

5. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan beserta perubahannya.  

6. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.   

7. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak.

8. Surat Setoran Pajak atau Sarana Administrasi Lain yang Disamakan dengan Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.   

9. Kantor Pelayanan Pajak adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.   

10. Kawasan Ekonomi Khusus adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. 

11. Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata adalah Kawasan Ekonomi Khusus yang memiliki salah satu kegiatan usaha berupa pariwisata.

12. Badan Usaha adalah badan usaha yang menyelenggarakan kegiatan usaha Kawasan Ekonomi Khusus.

13. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.                

BAB II

PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN ATAU PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN BESERTA PERUBAHANNYA
                
Pasal 2

(1) Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari:   
   
a. pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan; atau

b. perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya,

terutang Pajak Penghasilan yang bersifat final. 

(2) Pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dan perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya. 

(3) Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib:

a. dibayar sendiri oleh orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya; atau 

b. dipungut oleh instansi pemerintah dalam hal pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan kepada pemerintah.
                
BAB III

PENGECUALIAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN ATAU PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN BESERTA PERUBAHANNYA
        
Pasal 3

(1) Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) yaitu:   

a. orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah penghasilan tidak kena pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan jumlah bruto pengalihannya kurang dari Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;

b. orang pribadi yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;

c. badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;

d. pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan karena waris;

e. badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha yang telah ditetapkan oleh Menteri untuk menggunakan nilai buku;

f. orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan harta berupa bangunan dalam rangka melaksanakan perjanjian bangun guna serah, bangun serah guna, atau pemanfaatan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan; atau

g. orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan.

(2) Termasuk yang dikecualikan dari kewajiban pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu Wajib Pajak badan, termasuk koperasi, yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dalam hal:     

a. melakukan pengalihan atas tanah dan/atau bangunan sebelum tanggal 1 Januari 2009 dan atas pengalihan tersebut belum dibuatkan akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan, atau risalah lelang oleh pejabat yang berwenang dalam pengalihannya; dan 

b. penghasilan atas pengalihan sebagaimana dimaksud dalam huruf a telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak yang bersangkutan dan Pajak Penghasilan atas penghasilan tersebut telah dilunasi.    

(3) Pengecualian dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diberikan dengan penerbitan surat keterangan bebas Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya.

Pasal 4

(1) Untuk memperoleh surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan mengajukan permohonan untuk setiap pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya.

(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha yang telah ditetapkan oleh Menteri untuk menggunakan nilai buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf e mengajukan permohonan untuk lebih dari 1 (satu) pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya, dilampiri dengan daftar pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya terhadap badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha yang telah ditetapkan oleh Menteri untuk menggunakan nilai buku.   
 
(3) Surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) diterbitkan dalam hal orang pribadi atau badan memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. telah menyampaikan:

1. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk 2 (dua) Tahun Pajak terakhir; dan/atau

2. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai untuk 3 (tiga) Masa Pajak terakhir,

yang menjadi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan  

b. tidak mempunyai utang pajak untuk semua jenis pajak, atau mempunyai utang pajak namun atas keseluruhan utang pajak tersebut telah mendapatkan izin untuk menunda atau mengangsur pembayaran pajak sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.  
  
(4) Dalam hal pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan karena waris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh ahli waris.  
   
(5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atas pengecualian sebagaimana dimaksud dalam: 

a. Pasal 3 ayat (1) huruf a, harus dilampiri dengan: 

1. surat pernyataan berpenghasilan di bawah penghasilan tidak kena pajak dengan jumlah bruto pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kurang dari Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah);

2. salinan kartu keluarga; dan

3. salinan surat pemberitahuan pajak terutang pajak bumi dan bangunan tahun yang bersangkutan;

b. Pasal 3 ayat (1) huruf b dan huruf c, harus dilampiri dengan surat pernyataan hibah;  
  
c. Pasal 3 ayat (1) huruf d, harus dilampiri dengan surat pernyataan pembagian waris;

d. Pasal 3 ayat (1) huruf e, harus dilampiri dengan salinan keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai persetujuan penggunaan nilai buku atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha;

e. Pasal 3 ayat (1) huruf f, harus dilampiri dengan salinan dokumen perjanjian bangun guna serah, bangun serah guna, atau pemanfaatan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan;

f. Pasal 3 ayat (1) huruf g, harus dilampiri dengan salinan dokumen yang menunjukkan bahwa orang pribadi atau badan bukan merupakan subjek pajak; atau
    
g. Pasal 3 ayat (2), harus dilampiri dengan daftar pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebelum tanggal 1 Januari 2009 yang penghasilan atas pengalihannya telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. 

(6) Dokumen berupa:  

a. daftar pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya terhadap badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha yang telah ditetapkan oleh Menteri untuk menggunakan nilai buku sebagaimana dimaksud pada ayat (2); 
   
b. surat pernyataan berpenghasilan di bawah penghasilan tidak kena pajak dengan jumlah bruto pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kurang dari Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a angka 1;   
 
c. surat pernyataan hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b; 
   
d. surat pernyataan pembagian waris sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c; dan

e. daftar pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebelum tanggal 1 Januari 2009 yang penghasilan atas pengalihannya telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf g,    
dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.   
  
BAB IV

FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN ATAS PENGHASILAN YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH BADAN USAHA DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN ATAU PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN BESERTA PERUBAHANNYA, DI KAWASAN EKONOMI KHUSUS
        
Pasal 5

Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Badan Usaha yang berasal dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya, di Kawasan Ekonomi Khusus diberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar:    
    
a. 100% (seratus persen) dari jumlah Pajak Penghasilan badan yang terutang, selama jangka waktu 10 (sepuluh) Tahun Pajak; dan

b. 50% (lima puluh persen) dari jumlah Pajak Penghasilan badan yang terutang, selama 2 (dua) Tahun Pajak berikutnya setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf a berakhir.  
  
Pasal 6

Pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 mulai berlaku sejak Tahun Pajak saat mulai berproduksi komersial yang ditetapkan oleh Menteri berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak.          
           
Pasal 7

Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 diberikan melalui penerbitan surat keterangan bebas Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Badan Usaha dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya, di Kawasan Ekonomi Khusus.          
          
Pasal 8

(1) Untuk memperoleh surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Badan Usaha yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan mengajukan permohonan untuk setiap pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya.

(2) Surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 diterbitkan dalam hal Badan Usaha memenuhi persyaratan sebagai berikut:  

a. telah memperoleh keputusan dari instansi yang berwenang mengenai penetapan sebagai Badan Usaha untuk membangun dan/atau mengelola Kawasan Ekonomi Khusus; 

b. telah memperoleh keputusan Menteri mengenai keputusan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6;  
      
c. tanah dan/atau bangunan yang dialihkan berlokasi di Kawasan Ekonomi Khusus;

d. telah menyampaikan: 

1. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk 2 (dua) Tahun Pajak terakhir; dan/atau

2. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai untuk 3 (tiga) Masa Pajak terakhir,

yang menjadi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. tidak mempunyai utang pajak untuk semua jenis pajak, atau mempunyai utang pajak namun atas keseluruhan utang pajak tersebut telah mendapatkan izin untuk menunda atau mengangsur pembayaran pajak sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan 

f. telah menyampaikan peta bidang tanah.

(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan surat pernyataan tanah dan/atau bangunan yang dialihkan berlokasi di Kawasan Ekonomi Khusus.  
      
(4) Dalam hal Badan Usaha memperoleh surat keterangan bebas atas fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b, selisih Pajak Penghasilan badan yang terutang dikurangi dengan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah Pajak Penghasilan badan yang terutang wajib disetor sendiri oleh Badan Usaha dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau Sarana Administrasi Lain yang Disamakan dengan Surat Setoran Pajak ke kas negara.

(5) Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus menyampaikan permohonan penelitian bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. 

(6) Permohonan penelitian bukti pemenuhan kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan oleh Badan Usaha sebelum mengajukan permohonan surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 

(7) Dokumen berupa surat pernyataan tanah dan/atau bangunan yang dialihkan berlokasi di Kawasan Ekonomi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.   

BAB V

FASILITAS PEMBEBASAN DARI PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENJUALAN RUMAH TINGGAL ATAU HUNIAN YANG TERGOLONG SANGAT MEWAH DI KAWASAN EKONOMI KHUSUS PARIWISATA
                
Pasal 9

(1) Atas penjualan atau pengalihan rumah tinggal atau hunian yang tergolong sangat mewah oleh Wajib Pajak badan, terutang Pajak Penghasilan atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah. 

(2) Kriteria rumah tinggal atau hunian yang tergolong sangat mewah dan besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Wajib Pajak badan tertentu sebagai pemungut pajak penghasilan dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
            
(3) Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipungut oleh Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan rumah tinggal atau hunian yang tergolong sangat mewah. 

(4) Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipungut pada saat penjualan rumah tinggal atau hunian yang tergolong sangat mewah. 

Pasal 10

Pembelian rumah tinggal atau hunian yang tergolong sangat mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) diberikan fasilitas pembebasan dari pemungutan Pajak Penghasilan atas penjualan rumah tinggal atau hunian yang tergolong sangat mewah di Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata.            
                
Pasal 11
         
Fasilitas pembebasan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 diberikan melalui penerbitan surat keterangan bebas pemungutan Pajak Penghasilan atas penjualan rumah tinggal atau hunian yang tergolong sangat mewah di Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata.               
                
Pasal 12

(1) Untuk memperoleh surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, pembeli mengajukan permohonan untuk setiap pembelian rumah tinggal atau hunian yang tergolong sangat mewah.  

(2) Surat keterangan bebas sebagaimana dalam Pasal 11 diterbitkan dalam hal pembeli memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  
a. pembelian dilakukan dari Badan Usaha yang telah memperoleh keputusan dari instansi yang berwenang mengenai penetapan sebagai Badan Usaha untuk membangun dan/atau mengelola Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata;

b. rumah tinggal atau hunian yang tergolong sangat mewah berlokasi di Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata;

c. telah menyampaikan:

1. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk 2 (dua) Tahun Pajak terakhir; dan/atau  
      
2. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai untuk 3 (tiga) Masa Pajak terakhir, 

yang menjadi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan 

d. tidak mempunyai utang pajak untuk semua jenis pajak, atau mempunyai utang pajak namun atas keseluruhan utang pajak tersebut telah mendapatkan izin untuk menunda atau mengangsur pembayaran pajak sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.  
  
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan surat pernyataan rumah tinggal atau hunian yang tergolong sangat mewah berlokasi di Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata.  

(4) Dokumen berupa surat pernyataan rumah tinggal atau hunian yang tergolong sangat mewah berlokasi di Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.  

BAB VI

TATA CARA PERMOHONAN SURAT KETERANGAN BEBAS

Pasal 13

(1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), Pasal 8 ayat (1), dan Pasal 12 ayat (1) beserta dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) Pasal 8 ayat (3), dan Pasal 12 ayat (3), diajukan secara tertulis oleh orang pribadi atau badan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat orang pribadi atau badan terdaftar.
            
(2) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan:  
    
a. secara langsung;

b. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat; atau
  
c. secara elektronik.

(3) Tata cara pengajuan permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan serta penerbitan, penandatanganan, dan pengiriman keputusan atau ketetapan pajak secara elektronik. 

(4) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 12 ayat (1) secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan melalui aplikasi atau sistem yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.  
          
(5) Orang pribadi yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan tidak wajib memiliki nomor pokok wajib pajak mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal orang pribadi yang bersangkutan. 

(6) Orang pribadi atau badan yang bukan merupakan subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf g mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) ke Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing  
          
(7) Orang pribadi atau badan yang bukan merupakan subjek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6) yaitu:  

a. kantor perwakilan negara asing;

b. pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;

c. organisasi-organisasi internasional dengan syarat:

1. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan

2. tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota; atau  

d. pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf c, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.  

(8) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pelayanan Pajak melakukan penelitian dan menerbitkan:  

a. surat keterangan bebas, dalam hal permohonan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), Pasal 8 ayat (2), atau Pasal 12 ayat (2); atau  

b. surat penolakan, dalam hal permohonan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), Pasal 8 ayat (2), atau Pasal 12 ayat (2).  

(9) Surat keterangan bebas atau surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diterbitkan dalam jangka waktu paling lama: 

a. 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal permohonan surat keterangan bebas diterima secara lengkap; atau 
     
b. 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal permohonan surat keterangan bebas diterima secara lengkap, untuk pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2). 
       
(10) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (9) Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak memberikan keputusan, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap dikabulkan.

(11) Dalam hal permohonan dianggap dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (19), Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus menerbitkan surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf a paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung setelah berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (10) berakhir    
 
(12) Dokumen berupa: 

a. permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); 

b. surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf a; dan 
       
c. surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf b,  
      
dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.     
BAB VII

TATA CARA PENGGANTIAN DAN PEMBATALAN SURAT KETERANGAN BEBAS

Pasal 14

(1) Dalam hal terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, kesalahan penggunaan tarif, dan/atau kesalahan lainnya pada cetakan surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (8) huruf a, Kepala Kantor Pelayanan Pajak dapat menerbitkan surat keterangan bebas pengganti:  

a. berdasarkan permohonan; atau 

b. secara jabatan.

(2) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dilakukan: 

a. secara langsung;  
    
b. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat; atau  

c. secara elektronik. 

(3) Pengajuan permohonan penggantian atas surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan dalam hal sistem sudah tersedia.  

(4) Tata cara pengajuan permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan serta penerbitan, penandatanganan, dan pengiriman keputusan atau ketetapan pajak secara elektronik.

(5) Pengajuan permohonan penggantian atas surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 11 secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan dilakukan melalui aplikasi atau sistem yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. 

(6) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus dilampiri dengan surat keterangan bebas asli yang diajukan penggantian.

(7) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan:  

a. surat keterangan bebas pengganti, dalam hal berdasarkan penelitian terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, kesalahan penggunaan tarif, dan/atau kesalahan lainnya; atau  
      
b. surat penolakan permohonan, dalam hal berdasarkan penelitian tidak terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, kesalahan penggunaan tarif, dan/atau kesalahan lainnya.

(8) Surat keterangan bebas pengganti atau surat penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal permohonan penggantian surat keterangan bebas diterima lengkap.  
          
(9) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (8) Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak memberikan keputusan, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a dianggap dikabulkan. 

(10) Dalam hal permohonan dianggap dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (9), Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus menerbitkan surat keterangan bebas pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung setelah berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (8) berakhir.
 
(11) Atas kesalahan tulis, kesalahan hitung, kesalahan penggunaan tarif, dan/atau kesalahan lainnya pada cetakan surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang menyebabkan kekurangan pembayaran pajak, orang pribadi atau badan wajib menyetorkan Pajak Penghasilan ditambah sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. 
 
(12) Dokumen berupa: 

a. permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; dan

b. surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b,

dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.        
Pasal 15

(1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak dapat melakukan pembatalan surat keterangan bebas dengan menerbitkan surat keterangan pembatalan atas surat keterangan bebas yang telah diterbitkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (8) huruf a:  
          
a. berdasarkan permohonan; atau

b. secara jabatan.

(2) Surat keterangan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam hal:

a. terdapat pembatalan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya yang dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (2); 

b. Badan Usaha yang telah mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7: 
 
1. dilakukan pencabutan penetapan sebagai Badan Usaha untuk membangun dan/atau mengelola Kawasan Ekonomi Khusus; 

2. dilakukan pencabutan keputusan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan di Kawasan Ekonomi Khusus; atau 

3. mengalihkan tanah dan/atau bangunan yang tidak berlokasi di Kawasan Ekonomi Khusus;    

c. Badan Usaha yang melakukan penjualan atau pengalihan rumah tinggal atau hunian yang tergolong sangat mewah kepada pembeli yang telah mendapatkan surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11:  

1. dilakukan pencabutan penetapan sebagai Badan Usaha untuk membangun dan/atau mengelola Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata; atau 

2. menjual rumah tinggal atau hunian yang tergolong sangat mewah tidak berlokasi di Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata; atau  
  
d. ditemukan data atau keterangan lain yang menunjukkan        
(3) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dilakukan: 

a. secara langsung; 

b. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat; atau
 
c. secara elektronik.  
      
(4) Pengajuan permohonan pembatalan atas surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) secara elektronik sehagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dilakukan dalam hal sistem sudah tersedia.

(5) Tata cara pengajuan permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan serta penerbitan, penandatanganan, dan pengiriman keputusan atau ketetapan pajak secara elektronik.

(6) Pengajuan permohonan pembatalan atas surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 11 secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dilakukan dilakukan melalui aplikasi atau sistem yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. 
 
(7) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus dilampiri dengan surat keterangan bebas asli yang diajukan pembatalan.
(8) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat keterangan pembatalan. 

(9) Surat keterangan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal permohonan pembatalan surat keterangan bebas diterima lengkap.

(10) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (9) Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak memberikan keputusan, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dianggap dikabulkan.

(11) Dalam hal permohonan dianggap dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (10), Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus menerbitkan surat keterangan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung setelah berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (9) berakhir.

(12) Atas surat keterangan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang pribadi atau badan wajib menyetorkan Pajak Penghasilan ditambah sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

(13) Dokumen berupa:  
   
a. permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; dan   
     
b. surat keterangan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), 
       
dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.    
BAB VIII

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 16

(1) Pejabat yang berwenang hanya menandatangani akta, keputusan, kesepakatan, atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), Pasal 8 ayat (1), dan Pasal 12 ayat (1) dilengkapi dengan:  

a. salinan atau hasil cetakan Surat Setoran Pajak atau Sarana Administrasi Lain yang Disamakan dengan Surat Setoran Pajak atas kewajiban orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) yang telah dilakukan penelitian oleh Kantor Pelayanan Pajak;    

b. surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) yang diberikan atas pengecualian dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (2); 

c. surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 yang diberikan atas fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a; atau  

d. surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 yang diberikan atas fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dan salinan atau hasil cetakan Surat Setoran Pajak atau Sarana Administrasi Lain yang Disamakan dengan Surat Setoran Pajak yang telah dilakukan penelitian oleh Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5).        

(2) Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pejabat pembuat akta tanah, pejabat lelang, atau pejabat lain yang diberi wewenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.       

Pasal 17

Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian, pengawasan, dan/atau pengujian kepatuhan terhadap orang pribadi atau badan yang telah memperoleh surat keterangan bebas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.              

BAB IX

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 18

Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, terhadap permohonan surat keterangan bebas yang telah dinyatakan lengkap namun belum diterbitkan keputusan sampai dengan Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, tetap diproses berdasarkan:  
    
a. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-28/PJ/2009 tentang Pelaksanaan Ketentuan Peralihan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan; dan/atau  

b. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-30/PJ/2009 tentang Tata Cara Pemberian Pengecualian dari Kewajiban Pembayaran atau Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. 
    
BAB X

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 19

Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku: 
         
a. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-28/PJ/2009 tentang Pelaksanaan Ketentuan Peralihan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan; dan 
 
b. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-30/PJ/2009 tentang Tata Cara Pemberian Pengecualian dari Kewajiban Pembayaran atau Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, 
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.                
             
Pasal 20

Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan                


Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 15 Desember 2023

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd.

SURYO UTOMO


Status PER-8/PJ/2023 Tanggal 15 Desember 2023 Tentang Tata Cara Pengecualian Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Beserta Perubahannya Dan Pembebasan Dari Pemungutan Pajak Penghasilan Atas Penjualan Rumah Tinggal Atau Hunian Yang Tergolong Sangat Mewah Di Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata adalah sebagai berikut :

- PER-8/PJ/2023  ditetapkan pada tanggal 15 Desember  2023 dan mulai berlaku sejak tanggal 15 Desember 2023.

- PER-8/PJ/2023 mencabut :

a. PER-28/PJ/2009 tentang Pelaksanaan Ketentuan Peralihan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan; dan 
 
b. PER-30/PJ/2009 tentang Tata Cara Pemberian Pengecualian dari Kewajiban Pembayaran atau Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan,  


Baca Juga :