PER-05/PJ/2017 Tanggal 4 April 2017 Tentang Pembayaran Secara Elektronik
Susunan PER-05/PJ/2017 Tanggal 4 April 2017 Tentang Pembayaran Secara Elektronik terdiri dari:
- Pasal 1 sampai dengan Pasal 11
PER-05/PJ/2017
Tanggal 4 April 2017 Tentang Pembayaran Secara Elektronik selengkapnya sebagai
berikut :
PERATURAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 05/PJ/2017 TENTANG PEMBAYARAN PAJAK SECARA ELEKTRONIK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, |
||
Menimbang :
|
||
a.
|
bahwa
sesuai dengan ketentuan Pasal 15, Pasal 16 ayat (3), Pasal 33 ayat (2), dan
Pasal 37 ayat (5) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.05/2014 tentang
Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik, Direktur Jenderal Pajak diberi
tugas dan kewenangan untuk menerbitkan dan mengelola Kode Billing;
|
|
b.
|
bahwa
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2012 tentang Tata Cara
Penyetoran dan Pelaporan Penerimaan Negara dari Kegiatan Usaha Hulu Minyak
Bumi dan/atau Gas Bumi dan Penghitungan Pajak Penghasilan untuk Keperluan
Pembayaran Pajak Penghasilan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi berupa Volume
Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2015, perlu menyesuaikan
jenis pajak yang dapat melakukan pembayaran dalam mata uang Dollar Amerika
Serikat;
|
|
c.
|
bahwa
berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2009 tentang
Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-6/PJ/2016, Surat
Setoran Pajak Pajak Bumi dan Bangunan tidak lagi dipergunakan dalam
administrasi perpajakan;
|
|
d.
|
bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan
huruf c, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang
Pembayaran Pajak secara Elektronik;
|
|
Mengingat
:
|
||
1.
|
Peraturan
Presiden Nomor 28 Tahun 2015 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 51);
|
|
2.
|
Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penyetoran dan
Pelaporan Penerimaan Negara dari Kegiatan Usaha Hulu Minyak Bumi dan/atau Gas
Bumi dan Penghitungan Pajak Penghasilan untuk Keperluan Pembayaran Pajak
Penghasilan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi berupa Volume Minyak Bumi dan/atau
Gas Bumi sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2015;
|
|
3.
|
Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.05/2014 tentang Sistem Penerimaan Negara secara
Elektronik;
|
|
4.
|
Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan
Penyetoran Pajak;
|
|
MEMUTUSKAN:
|
||
Menetapkan :
|
||
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
TENTANG PEMBAYARAN PAJAK SECARA ELEKTRONIK.
|
||
Pasal 1
|
||
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud
dengan:
|
||
1.
|
Pembayaran
Pajak secara Elektronik adalah pembayaran atau penyetoran pajak yang
dilakukan melalui sistem elektronik.
|
|
2.
|
Sistem
Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang
berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan,
menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi
elektronik.
|
|
3.
|
Sistem
Billing Direktorat Jenderal Pajak adalah sistem elektronik yang dikelola oleh
Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka menerbitkan dan mengelola Kode Billing
yang merupakan bagian dari sistem penerimaan negara secara elektronik.
|
|
4.
|
Kode
Billing adalah kode identifikasi yang diterbitkan melalui Sistem Billing
Direktorat Jenderal Pajak atas suatu jenis pembayaran atau penyetoran pajak.
|
|
5.
|
Aplikasi
Billing Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disebut Aplikasi Billing
DJP adalah bagian dari Sistem Billing Direktorat Jenderal Pajak yang
menyediakan antarmuka berupa aplikasi berbasis web bagi Wajib Pajak untuk
menerbitkan Kode Billing dan dapat diakses melalui jaringan internet atau
intranet.
|
|
6.
|
Bank
Persepsi dan Pos Persepsi yang selanjutnya disebut Bank/Pos Persepsi adalah
penyedia layanan penerimaan setoran penerimaan negara sebagai collecting
agent dalam sistem penerimaan negara menggunakan surat setoran elektronik.
|
|
7.
|
Electronic
Data Capture yang selanjutnya disingkat EDC adalah alat yang dipergunakan
untuk transaksi kartu debit atau kredit yang terhubung secara online dengan
sistem atau jaringan Bank Persepsi.
|
|
8.
|
Nomor
Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat NTPN adalah nomor
tanda bukti pembayaran atau penyetoran ke Kas Negara yang tertera pada Bukti
Penerimaan Negara dan diterbitkan oleh sistem settlement yang dikelola
Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan.
|
|
9.
|
Nomor
Transaksi Bank yang selanjutnya disingkat NTB adalah nomor bukti transaksi
penyetoran penerimaan Negara yang diterbitkan oleh Bank Persepsi.
|
|
10.
|
Nomor
Transaksi Pos yang selanjutnya disingkat NTP adalah nomor bukti transaksi
penyetoran penerimaan Negara yang diterbitkan oleh Pos Persepsi.
|
|
11.
|
Bukti
Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat BPN adalah dokumen yang
diterbitkan oleh Bank/Pos Persepsi atas transaksi penerimaan negara dengan
teraan NTPN dan NTB atau NTP sebagai sarana administrasi lain yang
kedudukannya disamakan dengan surat setoran pajak.
|
|
12.
|
Surat
Setoran Pajak yang selanjutnya disingkat SSP adalah bukti pembayaran atau
penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah
dilakukan dengan cara lain ke Kas Negara melalui tempat pembayaran yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
|
|
13.
|
Surat
Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya
disingkat SPPT PBB adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak
untuk memberitahukan besarnya PBB yang terutang kepada Wajib Pajak.
|
|
14.
|
Surat
Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat SKP PBB
adalah Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.
|
|
15.
|
Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang
selanjutnya disingkat STP PBB adalah Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 ayat (4) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi
dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
1994.
|
|
16.
|
Keadaan
Kahar adalah suatu kejadian yang terjadi diluar kemampuan dan kendali manusia
dan tidak dapat dihindarkan, dan tidak terbatas pada bencana alam, kebakaran,
banjir, pemogokan umum, perang (dinyatakan atau tidak dinyatakan),
pemberontakan, revolusi, makar, huru-hara, terorisme, wabah atau epidemik,
gangguan sistem, gangguan listrik atau gangguan jaringan, sehingga suatu
kegiatan tidak dapat dilaksanakan atau tidak dapat dilaksanakan sebagaimana
mestinya.
|
|
Pasal 2
|
||
(1)
|
Pembayaran
atau penyetoran pajak secara elektronik melalui Sistem Billing Direktorat
Jenderal Pajak meliputi seluruh jenis pajak, kecuali:
|
|
a.
|
pajak
dalam rangka impor yang diadministrasikan pembayarannya oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai; dan/atau
|
|
b.
|
pajak
yang tata cara pembayarannya diatur secara khusus.
|
|
(2)
|
Pembayaran atau penyetoran pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pembayaran dalam mata uang Rupiah
dan Dollar Amerika Serikat.
|
|
(3)
|
Pembayaran dalam mata uang Dollar Amerika Serikat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan untuk:
|
|
a.
|
Pajak
Penghasilan Pasal 25, Pajak Penghasilan Pasal 29, Pajak Penghasilan yang
bersifat Final yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak, Pajak Penghasilan
Minyak Bumi, dan Pajak Penghasilan Gas Bumi, dari Wajib Pajak yang memperoleh
izin atau telah menyampaikan pemberitahuan untuk menyelenggarakan pembukuan
dengan menggunakan bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat; dan
|
|
b.
|
surat
ketetapan pajak dan Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan dalam mata uang
Dollar Amerika Serikat.
|
|
(4)
|
Transaksi
pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui Bank/Pos Persepsi dengan menggunakan Kode Billing.
|
|
Pasal 3
|
||
(1)
|
Transaksi
pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4)
dapat dilakukan melalui:
|
|
a.
|
teller
Bank/Pos Persepsi;
|
|
b.
|
Anjungan
Tunai Mandiri (ATM);
|
|
c.
|
internet
banking;
|
|
d.
|
mobile
banking;
|
|
e.
|
EDC;
atau
|
|
f.
|
sarana
lainnya.
|
|
(2)
|
Atas
pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib
Pajak menerima BPN sebagai bukti setoran.
|
|
(3)
|
BPN
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dalam bentuk:
|
|
a.
|
dokumen
bukti pembayaran yang diterbitkan Bank/Pos Persepsi, untuk pembayaran atau
penyetoran melalui teller dengan Kode Billing;
|
|
b.
|
struk
bukti transaksi, untuk pembayaran melalui ATM atau EDC;
|
|
c.
|
dokumen
elektronik, untuk pembayaran atau penyetoran melalui internet banking atau
mobile banking; atau
|
|
d.
|
teraan
elemen data BPN pada SSP untuk pembayaran melalui teller Bank/Pos Persepsi
dengan menggunakan SSP.
|
|
(4)
|
BPN
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencantumkan
elemen-elemen sebagai berikut:
|
|
a.
|
NTPN;
|
|
b.
|
NTB atau
NTP;
|
|
c.
|
Kode
Billing;
|
|
d.
|
Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP);
|
|
e.
|
nama
Wajib Pajak;
|
|
f.
|
alamat
Wajib Pajak, kecuali untuk BPN yang diterbitkan melalui ATM dan EDC;
|
|
g.
|
Nomor
Objek Pajak (NOP), bila ada;
|
|
h.
|
Kode
Akun Pajak;
|
|
i.
|
Kode
Jenis Setoran;
|
|
j.
|
Masa
Pajak;
|
|
k.
|
Tahun
Pajak;
|
|
l.
|
nomor
ketetapan pajak, bila ada;
|
|
m.
|
uraian
pembayaran, bila ada;
|
|
n.
|
NPWP
penyetor, bila ada;
|
|
o.
|
nama penyetor,
bila ada;
|
|
p.
|
tanggal
bayar; dan
|
|
q.
|
jumlah
nominal pembayaran.
|
|
(5)
|
BPN
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk cetakan, salinan, dan
fotokopinya, kedudukannya disamakan dengan SSP dalam rangka pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
|
|
(6)
|
Dalam
hal terdapat perbedaan antara data pembayaran yang tertera dalam BPN dengan
data pembayaran menurut sistem Penerimaan Negara secara elektronik, maka yang
dianggap sah adalah data sistem penerimaan Negara secara elektronik.
|
|
Pasal 4
|
||
(1)
|
Kode
Billing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4), dapat diperoleh Wajib
Pajak, melalui:
|
|
a.
|
layanan
mandiri (self-service),
|
|
b.
|
penerbitan
secara jabatan (official-service) oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam hal terbit
surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, SPPT PBB, STP PBB, atau SKP PBB
yang mengakibatkan kurang bayar.
|
|
(2)
|
Pembuatan
Kode Billing melalui layanan mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, dilakukan oleh Wajib Pajak dengan mengakses:
|
|
a.
|
Aplikasi
Billing DJP; atau
|
|
b.
|
layanan,
produk, aplikasi, atau sistem penerbitan Kode Billing yang terhubung dengan
Sistem Billing Direktorat Jenderal Pajak yang disediakan, oleh Bank/Pos
Persepsi dan pihak lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, meliputi
perusahaan Application Service Provider dan Perusahaan Telekomunikasi.
|
|
(3)
|
Pembuatan
Kode Billing melalui layanan mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, dapat diberikan melalui asistensi oleh:
|
|
a.
|
pegawai
Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan penugasannya,
|
|
b.
|
petugas
Bank/Pos Persepsi, atau
|
|
c.
|
pengguna
(user) tertentu yang mendapatkan persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.
|
|
Pasal 5
|
||
(1)
|
Wajib
Pajak dapat memperoleh Kode Billing melalui layanan mandiri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dengan melakukan input data setoran pajak yang
akan dibayarkan.
|
|
(2)
|
Input
data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:
|
|
a.
|
atas
nama dan NPWP milik Wajib Pajak sendiri, atau
|
|
b.
|
atas
nama dan NPWP milik Wajib Pajak lain atau atas nama Subjek Pajak yang belum
atau tidak memiliki NPWP, dalam hal pemenuhan kewajiban perpajakan sebagai
Wajib Pungut.
|
|
(3)
|
Dalam
hal input data dilakukan atas nama Subjek Pajak yang belum atau tidak
memiliki NPWP, kolom isian NPWP diisi dengan 00.000.000.0-XXX.000, dengan XXX
Kode KPP tempat transaksi atau objek pajak diadministrasikan.
|
|
Pasal 6
|
||
(1)
|
Mekanisme
Pembuatan Kode Billing melalui asistensi petugas Bank/Pos Persepsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf b beserta pembayaran atau
penyetoran pajaknya, sebagai berikut:
|
|
a.
|
Wajib
Pajak menyerahkan SSP yang telah diisi lengkap dan ditandatangani kepada
petugas Bank/Pos Persepsi, dengan menyertakan uang sejumlah nominal dalam
SSP.
|
|
b.
|
Petugas
Bank/Pos Persepsi memeriksa kesesuaian uang yang disertakan oleh Wajib Pajak
dengan nominal yang disebutkan dalam SSP.
|
|
c.
|
Dalam
hal jumlah uang dan nominal yang disebutkan dalam SSP telah sesuai, Petugas
Bank/Pos Persepsi melakukan input data pembayaran atau setoran pajak untuk
menerbitkan Kode Billing.
|
|
d.
|
Petugas
Bank/Pos Persepsi mencetak bukti penerbitan Kode Billing dan menyerahkannya
kepada Wajib Pajak.
|
|
e.
|
Wajib
Pajak memeriksa kesesuaian elemen data pada bukti penerbitan Kode Billing
dengan isian SSP.
|
|
f.
|
Dalam hal
elemen data yang tertera pada bukti penerbitan Kode Billing telah sesuai
dengan isian SSP, Wajib Pajak menandatangani bukti penerbitan Kode Billing
dan menyerahkannya kembali kepada teller Bank/Pos Persepsi.
|
|
g.
|
Teller
Bank/Pos Persepsi memproses transaksi pembayaran pajak atas Kode Billing
dimaksud, dan memeriksa kesesuaian elemen data pada bukti penerbitan Kode
Billing sebelum melakukan penerbitan BPN.
|
|
h.
|
Wajib
Pajak menerima kembali SSP yang telah ditera dengan elemen-elemen data BPN
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) serta dibubuhi tanda tangan atau
paraf, nama pejabat Bank/Pos Persepsi, dan cap Bank/Pos Persepsi sebagai
bukti pembayaran atau penyetoran pajak.
|
|
(2)
|
Kebenaran
elemen data yang tertera pada BPN merupakan tanggung jawab Wajib Pajak yang
telah menandatangani bukti penerbitan Kode Billing.
|
|
Pasal 7
|
||
Penyesuaian atas kesalahan input data setoran pajak
yang mengakibatkan kesalahan pembayaran atau penyetoran pajak, diselesaikan
melalui prosedur Pemindahbukuan dalam administrasi perpajakan atau melalui
prosedur lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
|
||
Pasal 8
|
||
(1)
|
Kode
Billing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, berlaku selama
720 (tujuh ratus dua puluh) jam atau 30 x 24 (tiga puluh kali dua puluh
empat) jam sejak Kode Billing diterbitkan.
|
|
(2)
|
Kode
Billing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b berlaku sampai
dengan:
|
|
a.
|
2 (dua)
bulan sejak tanggal diterbitkan surat ketetapan pajak;
|
|
b.
|
2 (dua)
bulan sejak tanggal diterbitkan Surat Tagihan Pajak;
|
|
c.
|
7
(tujuh) bulan sejak tanggal diterbitkan SPPT PBB;
|
|
d.
|
2 (dua)
bulan sejak tanggal diterbitkan STP PBB; dan
|
|
e.
|
2 (dua)
bulan sejak tanggal diterbitkan SKP PBB.
|
|
(3)
|
Kode
Billing yang tidak dipergunakan untuk pembayaran pajak sampai dengan jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), akan menjadi
kadaluarsa.
|
|
(4)
|
Dalam
hal Kode Billing telah kadaluarsa, Wajib Pajak dapat memperoleh kembali Kode
Billing yang lain melalui layanan mandiri (self-service) sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a.
|
|
Pasal 9
|
||
Dalam hal terjadi Keadaan Kahar yang menyebabkan
gangguan pada Sistem Billing Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal
Pajak berwenang memutuskan kebijakan khusus yang diperlukan untuk mendukung
pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan.
|
||
Pasal 10
|
||
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai
berlaku, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-26/PJ/2014 tentang
Sistem Pembayaran Pajak secara Elektronik dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
|
||
Pasal 11
|
||
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada
tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 4 April 2017
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd.
KEN DWIJUGIASTEADI
|
- Status PER-05/PJ/2017 Tanggal 4 April 2017 Tentang Pembayaran Secara Elektronik adalah sebagai berikut :
- PER-05/PJ/2017 Tanggal 4 April 2017 mulai berlaku sejak tanggal 4 April 2017.
- PER-05/PJ/2017 mencabut PER-26/PJ/2014 tentang Sistem Pembayaran Pajak secara Elektronik
- Peraturan Yang Perlu Diketahui :