PER-10/PJ/2018 Tanggal 06 April 2018 Tentang Tempat Pendaftaran Wajib Pajak Dan/Atau Tempat Pelaporan Usaha Pengusaha Kena Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak Di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus Dan Kantor Pelayanan Pajak Madya
Susunan PER-10/PJ/2018
Tanggal 06 April 2018 Tentang Tempat Pendaftaran Wajib Pajak Dan/Atau Tempat
Pelaporan Usaha Pengusaha Kena Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Di Lingkungan
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan
Pajak Di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus Dan
Kantor Pelayanan Pajak Madya terdiri dari :
- Pasal 1
- Pasal 2
- Pasal 3
- Pasal 4
- Pasal 5
- Pasal 6
- Pasal 7
- Pasal 8
- Pasal 9
- Pasal 10
- Pasal 11
- Pasal 12
- Pasal 13
- Pasal 14
- Pasal 15
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 10/PJ/2018
TENTANG
TEMPAT PENDAFTARAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU TEMPAT
PELAPORAN USAHA PENGUSAHA
KENA PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK DI
LINGKUNGAN KANTOR WILAYAH
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK WAJIB PAJAK BESAR,
KANTOR PELAYANAN PAJAK DI
LINGKUNGAN KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL
PAJAK JAKARTA KHUSUS DAN
KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
|
|||
Menimbang
:
|
|||
a.
|
bahwa
dalam rangka memberikan kepastian hukum, meningkatkan pelayanan, tertib
administrasi dan pengawasan dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban
perpajakan bagi Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak tertentu, perlu
mengatur tempat pendaftaran Wajib Pajak dan/atau pelaporan usaha Pengusaha
Kena Pajak tertentu tersebut;
|
||
b.
|
bahwa
berdasarkan Pasal 2 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dan Pasal 2 ayat (2)
huruf b Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.03/2017 tentang Tata Cara
Pendaftaran Wajib Pajak dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak serta
Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Direktur Jenderal
Pajak dapat menetapkan tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha
selain pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak;
|
||
c.
|
bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tempat Pendaftaran
dan/atau Tempat Pelaporan Usaha bagi Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak
di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar,
Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
Jakarta Khusus dan Kantor Pelayanan Pajak Madya;
|
||
Mengingat
:
|
|||
1.
|
Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 4999);
|
||
2.
|
Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib
Pajak dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak serta Pengukuhan dan Pencabutan
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
|
||
3.
|
Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-233/PJ/2012 tentang Klasifikasi Lapangan
Usaha Wajib Pajak beserta perubahannya;
|
||
MEMUTUSKAN :
|
|||
Menetapkan
:
|
|||
PERATURAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TEMPAT PENDAFTARAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU
TEMPAT PELAPORAN USAHA PENGUSAHA KENA PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK DI
LINGKUNGAN KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK WAJIB PAJAK BESAR, KANTOR
PELAYANAN PAJAK DI LINGKUNGAN KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
JAKARTA KHUSUS DAN KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA.
|
|||
BAB I
|
|||
KETENTUAN UMUM
|
|||
Pasal 1
|
|||
Dalam
Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:
|
|||
1.
|
Undang-Undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut
Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan
Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang.
|
||
2.
|
Undang-Undang
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang
selanjutnya disebut Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah.
|
||
3.
|
Kantor
Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah instansi vertikal
Direktorat Jenderal Pajak yang berada dan bertanggung jawab langsung kepada
kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
|
||
4.
|
Wajib
Pajak Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disebut Wajib Pajak BUMN
adalah Wajib Pajak yang meliputi perusahaan negara, badan usaha milik negara,
dan anak perusahaan dari perusahaan negara atau badan usaha milik negara
dengan penyertaan modal baik langsung maupun tidak langsung lebih dari 50%
(lima puluh persen), termasuk bank sentral dan otoritas pengawas pasar modal
dan jasa keuangan.
|
||
5.
|
Wajib
Pajak Minyak dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut Wajib Pajak Migas adalah
badan tertentu yang melakukan kegiatan usaha di sektor hulu minyak dan gas
bumi dan panas bumi serta jasa pendukungnya, termasuk perusahaan holding yang
mengendalikan secara langsung maupun tidak langsung badan tertentu dimaksud.
|
||
6.
|
Wajib
Pajak Berstatus Pusat adalah Wajib Pajak yang terdaftar di KPP dan memiliki
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dengan kode 3 (tiga) digit terakhirnya adalah
000.
|
||
7.
|
Wajib
Pajak Berstatus Cabang adalah Wajib Pajak yang terdaftar di KPP dan memiliki
NPWP dengan kode 3 (tiga) digit terakhirnya selain 000.
|
||
8.
|
Kantor
Pelayanan Pajak Lama yang selanjutnya disebut KPP Lama adalah KPP tempat
Wajib Pajak terdaftar sebelum Wajib Pajak terdaftar di KPP Baru.
|
||
9.
|
Kantor
Pelayanan Pajak Baru yang selanjutnya disebut KPP Baru adalah KPP yang
menerima perpindahan Wajib Pajak dari KPP lama.
|
||
10.
|
Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Lama yang selanjutnya disebut Kanwil Lama
adalah Kantor Wilayah di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang membawahi
KPP Lama.
|
||
11.
|
Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Baru yang selanjutnya disebut Kanwil Baru
adalah Kantor Wilayah di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang membawahi
KPP Baru.
|
||
12.
|
Saat
Mulai Terdaftar yang selanjutnya disebut SMT adalah tanggal saat Wajib Pajak
terdaftar dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di KPP yang
ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
|
||
BAB II
TEMPAT WAJIB PAJAK TERDAFTAR, PELAKSANAAN HAK
DAN PEMENUHAN
KEWAJIBAN PERPAJAKAN
|
|||
Pasal 2
|
|||
(1)
|
Tempat
pendaftaran Wajib Pajak dan/atau tempat pelaporan usaha Pengusaha Kena Pajak
pada KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak
Besar, KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta
Khusus, dan KPP Madya berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
||
a.
|
Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar meliputi:
|
||
1.
|
KPP
Wajib Pajak Besar Satu, untuk Wajib Pajak badan besar tertentu yang melakukan
kegiatan usaha di sektor pertambangan, jasa penunjang pertambangan, dan jasa
keuangan;
|
||
2.
|
KPP
Wajib Pajak Besar Dua, untuk Wajib Pajak badan besar tertentu yang melakukan
kegiatan usaha di sektor industri, perdagangan, dan jasa selain jasa
penunjang pertambangan dan jasa keuangan;
|
||
3.
|
KPP
Wajib Pajak Besar Tiga, untuk Wajib Pajak BUMN yang melakukan kegiatan usaha
di sektor pertambangan, industri, dan perdagangan; dan
|
||
4.
|
KPP
Wajib Pajak Besar Empat, untuk Wajib Pajak BUMN yang melakukan kegiatan usaha
di sektor jasa dan Wajib Pajak orang pribadi tertentu.
|
||
b.
|
Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus meliputi:
|
||
1.
|
KPP
Perusahaan Masuk Bursa, untuk Wajib Pajak yang pernyataan pendaftaran emisi
sahamnya telah dinyatakan efektif oleh otoritas pengawas pasar modal dan jasa
keuangan, perusahaan efek nonbank, dan badan-badan khusus (self regulatory
organization) yang didirikan dan beroperasi di bursa berdasarkan
Undang-Undang yang mengatur tentang pasar modal;
|
||
2.
|
KPP
Penanaman Modal Asing Satu, untuk Wajib Pajak penanaman modal asing tertentu
yang tidak masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha di sektor industri kimia
dan barang galian nonlogam;
|
||
3.
|
KPP
Penanaman Modal Asing Dua, untuk Wajib Pajak penanaman modal asing tertentu
yang tidak masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha di sektor industri logam
dan mesin;
|
||
4.
|
KPP
Penanaman Modal Asing Tiga, untuk Wajib Pajak penanaman modal asing tertentu
yang tidak masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha di sektor pertambangan
dan perdagangan;
|
||
5.
|
KPP
Penanaman Modal Asing Empat, untuk Wajib Pajak penanaman modal asing tertentu
yang tidak masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha di sektor industri tekstil,
makanan dan kayu;
|
||
6.
|
KPP
Penanaman Modal Asing Lima, untuk Wajib Pajak penanaman modal asing tertentu
yang tidak masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha di sektor agrobisnis dan
jasa tertentu;
|
||
7.
|
KPP
Penanaman Modal Asing Enam, untuk Wajib Pajak penanaman modal asing tertentu
yang tidak masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha di sektor jasa tertentu;
|
||
8.
|
KPP
Badan dan Orang Asing, untuk Wajib Pajak bentuk usaha tetap yang berkedudukan
di Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan orang asing yang bertempat tinggal di
Daerah Khusus lbukota Jakarta; dan
|
||
9.
|
KPP
Minyak dan Gas Bumi, untuk Wajib Pajak Migas; dan
|
||
c.
|
KPP
Madya, untuk Wajib Pajak badan besar tertentu dalam suatu kantor wilayah
Direktorat Jenderal Pajak.
|
||
(2)
|
Wajib
Pajak Penanaman Modal Asing tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b angka 2 sampai dengan angka 7 ditentukan berdasarkan klasifikasi lapangan
usaha Wajib Pajak sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf A yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||
Pasal 3
|
|||
(1)
|
Wajib
Pajak yang terdaftar pada KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
|
||
(2)
|
Wajib
Pajak yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) termasuk seluruh cabang Wajib Pajak yang berdomisili
di wilayah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I huruf B yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||
(3)
|
Wajib
Pajak yang memenuhi kriteria untuk terdaftar pada KPP sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1), yang mendaftarkan diri setelah penerbitan Keputusan
Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdaftar pada
KPP Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan atau tempat
tinggal Wajib Pajak.
|
||
(4)
|
Dalam
hal berdasarkan hasil evaluasi, Wajib Pajak tidak lagi memenuhi kriteria
untuk terdaftar pada KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1),
Direktur Jenderal Pajak melakukan pemindahan tempat terdaftar dan/atau tempat
pelaporan usaha Wajib Pajak secara jabatan dengan Keputusan Direktur Jenderal
Pajak.
|
||
(5)
|
Dalam
hal Wajib Pajak dipindahkan ke KPP Pratama berdasarkan Keputusan Direktur
Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4), namun tempat tinggal atau
tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak tidak sesuai
dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak dimaksud, maka:
|
||
a.
|
Wajib
Pajak dapat mengajukan permohonan pemindahan tempat terdaftar dan/atau tempat
pelaporan usaha; atau
|
||
b.
|
Kepala
KPP Baru dapat melakukan pemindahan tempat terdaftar dan/atau tempat
pelaporan usaha Wajib Pajak secara jabatan ke KPP yang wilayah kerjanya
meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha
yang sebenarnya dari Wajib Pajak dimaksud.
|
||
(6)
|
Keputusan
Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan contoh
format sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I huruf C dan ayat (4)
menggunakan contoh format sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I huruf D yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||
Pasal 4
|
|||
(1)
|
Kewajiban
perpajakan bagi Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) meliputi:
|
||
a.
|
Pajak
Penghasilan (PPh) bagi Wajib Pajak badan atau orang pribadi;
|
||
b.
|
Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPN dan PPnBM);
|
||
c.
|
pemotongan
dan pemungutan PPh akibat dari transaksi yang dilakukan kantor pusat dan/atau
cabang Wajib Pajak yang berdomisili di wilayah sebagaimana ditetapkan pada
Lampiran I huruf B yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Direktur Jenderal ini; dan/atau
|
||
d.
|
pajak
tidak langsung lainnya.
|
||
(2)
|
Pemenuhan
kewajiban PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
||
a.
|
bagi
Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
Jakarta Khusus, kewajiban pelaporan PPN atau PPN dan PPnBM atas seluruh
tempat kegiatan usaha/cabang Wajib Pajak dimaksud dilaksanakan pada KPP
dimaksud;
|
||
b.
|
bagi
Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP Madya berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
||
1.
|
dalam
hal Wajib Pajak Berstatus Pusat, kewajiban pelaporan PPN atau PPN dan PPnBM
atas seluruh tempat kegiatan usaha, termasuk tempat kegiatan usaha/cabang
yang terdaftar pada KPP Madya lain, dilaksanakan pada KPP Madya tempat Wajib
Pajak Berstatus Pusat terdaftar; atau
|
||
2.
|
dalam
hal Wajib Pajak Berstatus Cabang dan sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak namun Wajib Pajak Berstatus Pusatnya tidak terdaftar pada KPP
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), kewajiban pelaporan PPN atau PPN
dan PPnBM dilaksanakan pada KPP Madya dimaksud hanya atas Wajib Pajak
Berstatus Cabang tersebut;
|
||
c.
|
pemenuhan
kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b tidak
berlaku bagi Wajib Pajak yang melakukan usaha di bidang pengalihan tanah
dan/atau bangunan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak
mengenai tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha bagi Wajib Pajak
sebagai pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya yang melakukan usaha di bidang
pengalihan tanah dan/atau bangunan; dan
|
||
d.
|
ketentuan
sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 1 tidak berlaku untuk Wajib Pajak
Berstatus Pusat yang berada di kawasan bebas sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan di bidang Pajak Pertambahan Nilai barang dan jasa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
|
||
(3)
|
Pemenuhan
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimulai sejak berlakunya
Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
dan ayat (4), tanpa perlu penerbitan surat keputusan mengenai pemusatan
tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang.
|
||
(4)
|
Dalam
hal Wajib Pajak Berstatus Pusat dipindah ke KPP Pratama berdasarkan Keputusan
Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), berlaku
ketentuan sebagai berikut:
|
||
a.
|
kewajiban
pelaporan PPN atau PPN dan PPnBM atas seluruh tempat kegiatan usaha/cabang
dilaksanakan pada KPP Pratama tersebut;
|
||
b.
|
kewajiban
sebagaimana dimaksud pada huruf a berlaku sejak tanggal SMT untuk jangka waktu
sesuai yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur
mengenai penetapan satu tempat atau lebih sebagai tempat pajak pertambahan
nilai terutang; dan
|
||
c.
|
kewajiban
sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan tanpa perlu penerbitan surat
keputusan mengenai pemusatan tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang.
|
||
(5)
|
Dalam
hal Wajib Pajak menghendaki untuk mencabut pemusatan tempat Pajak Pertambahan
Nilai terutang sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf
b berakhir, Wajib Pajak harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis
kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya
meliputi KPP Pratama tempat Wajib Pajak terdaftar sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
||
(6)
|
Kewajiban
pemotongan dan pemungutan PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
meliputi:
|
||
a.
|
PPh
Pasal 21/26 kecuali terdapat sebagian atau seluruh administrasi terkait
dengan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain di kantor
cabang yang berdomisili di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada Lampiran I
huruf B yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur
Jenderal ini;
|
||
b.
|
PPh
Pasal 4 ayat (2), Pasal 15 atau Pasal 23/26 atas:
|
||
1.
|
sewa dan
penggunaan harta selain tanah dan/atau bangunan;
|
||
2.
|
jasa
konstruksi, jasa real estate, dan sewa tanah dan/atau bangunan; dan
|
||
3.
|
jasa
lainnya,
|
||
yang
dilakukan di kantor pusat atau cabang dimaksud;
|
|||
c.
|
PPh
Pasal 4 ayat (2) atas bunga atau hadiah undian yang dibayarkan oleh kantor
pusat atau cabang dimaksud;
|
||
d.
|
PPh
Pasal 23/26 atas bunga, royalti, hadiah, dan penghargaan yang dibayarkan oleh
kantor pusat atau cabang dimaksud;
|
||
e.
|
PPh
Pasal 23/26 atau Pasal 4 ayat (2) atas dividen oleh kantor pusat; dan
|
||
f.
|
PPh
Pasal 22 atas penjualan atau perolehan barang yang dilakukan oleh kantor
pusat atau cabang dimaksud.
|
||
Pasal 5
|
|||
Pelaksanaan
hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang dipindahkan
berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (1) untuk masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak
sebelum tanggal berlakunya Keputusan Direktur Jenderal Pajak tersebut,
dilakukan di:
|
|||
a.
|
KPP
Baru, meliputi jenis pajak:
|
||
1.
|
PPh bagi
Wajib Pajak badan atau orang pribadi, PPN atau PPN dan PPnBM, dan Pemotongan
dan Pemungutan PPh, dalam hal Wajib Pajak yang dipindahkan adalah Wajib Pajak
Berstatus Pusat dan berdomisili di wilayah sebagaimana ditetapkan pada
Lampiran I huruf B yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Direktur Jenderal ini;
|
||
2.
|
PPh bagi
Wajib Pajak badan atau orang pribadi, serta PPN atau PPN dan PPnBM, dalam hal
Wajib Pajak yang dipindahkan adalah Wajib Pajak Berstatus Pusat yang
berdomisili di luar wilayah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I huruf B
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal
ini; dan
|
||
3.
|
PPN dan
Pemotongan dan Pemungutan PPh, dalam hal Wajib Pajak yang dipindahkan adalah
Wajib Pajak Berstatus Cabang yang berdomisili di wilayah sebagaimana ditetapkan
pada Lampiran I huruf B yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Direktur Jenderal ini; dan
|
||
b.
|
KPP
Lama, untuk jenis pajak Pemotongan dan Pemungutan PPh, dalam hal Wajib Pajak
yang dipindahkan merupakan Wajib Pajak Berstatus Pusat yang berdomisili di
luar wilayah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I huruf B yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini, dengan
penerbitan NPWP cabang untuk Wajib Pajak dimaksud.
|
||
Pasal 6
|
|||
(1)
|
Berdasarkan
keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (4), Kepala
KPP Lama menyampaikan surat pemberitahuan mengenai penetapan dan pemindahan
tempat Wajib Pajak terdaftar paling lambat 1 (satu) bulan sebelum tanggal
SMT.
|
||
(2)
|
Surat
pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan contoh format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf E yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||
(3)
|
Kepala
KPP Baru menyampaikan surat pemberitahuan tempat terdaftar paling lambat 5
(lima) hari kerja sejak tanggal SMT.
|
||
(4)
|
Surat
pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan contoh format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf F yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
|
||
BAB III
KETENTUAN LAIN-LAIN
|
|||
Pasal 7
|
|||
Pada
saat berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini:
|
|||
a.
|
Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-28/PJ/2012 tentang Tempat Pendaftaran
dan/atau Tempat Pelaporan Usaha bagi Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak
di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar,
Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
Jakarta Khusus, dan Kantor Pelayanan Pajak Madya sebagaimana telah diubah terakhir
dengan PER-15/PJ/2016;
|
||
b.
|
Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2013 tentang Tata Cara Penatausahaan,
Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Sehubungan dengan
Pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak dari dan/atau ke Kantor
Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib
Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan Kantor Pelayanan Pajak Madya,
|
||
dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
|
|||
BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN
|
|||
Pasal 8
|
|||
(1)
|
Dalam
hal pada saat SMT, Wajib Pajak yang ditetapkan atau dipindahkan berdasarkan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
dan ayat (4) sudah mulai dilakukan pemeriksaan, maka pemeriksaan dimaksud
diselesaikan oleh KPP Lama sampai dengan penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan
(LHP) dan Nota Penghitungan.
|
||
(2)
|
Yang
dimaksud dengan mulai dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) yaitu Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan atau Surat Panggilan Dalam
Rangka Pemeriksaan Kantor telah disampaikan kepada Wajib Pajak.
|
||
(3)
|
Berdasarkan
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan Nota Penghitungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), KPP Baru menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau Surat
Tagihan Pajak.
|
||
Pasal 9
|
|||
(1)
|
Dalam
hal pada saat SMT, Wajib Pajak yang ditetapkan atau dipindahkan berdasarkan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
dan ayat (4) sedang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, maka pemeriksaan
bukti permulaan dimaksud diselesaikan oleh Kanwil Lama atau Direktorat
Penegakan Hukum.
|
||
(2)
|
Dalam
hal pada saat SMT, Wajib Pajak yang ditetapkan atau dipindahkan berdasarkan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
dan ayat (4) sedang dilakukan penyidikan, maka penyidikan dimaksud
diselesaikan oleh Kanwil Lama atau Direktorat Penegakan Hukum.
|
||
(3)
|
Dalam
hal pada saat SMT, Wajib Pajak yang ditetapkan atau dipindahkan berdasarkan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
dan ayat (4) sedang proses penghentian penyidikan sesuai ketentuan Pasal 44A
atau Pasal 44B UU KUP, maka penghentian penyidikan dimaksud diselesaikan oleh
Kanwil Lama atau Direktorat Penegakan Hukum.
|
||
Pasal 10
|
|||
Dalam
hal pada saat SMT, Wajib Pajak yang ditetapkan atau dipindahkan berdasarkan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
dan ayat (4) memiliki utang pajak pada KPP Lama, tindakan penagihan pajak
dilakukan atau dilanjutkan oleh KPP Baru.
|
|||
Pasal 11
|
|||
(1)
|
Dalam
hal pada saat SMT, Wajib Pajak yang ditetapkan atau dipindahkan berdasarkan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
dan ayat (4) sedang mengajukan permohonan pembetulan sesuai dengan Pasal 16
Undang-Undang KUP dan belum diterbitkan keputusan, berlaku ketentuan sebagai
berikut:
|
||
a.
|
terhadap
permohonan pembetulan yang saat jatuh temponya paling lama 1 (satu) bulan
setelah tanggal SMT, surat keputusan pembetulan diterbitkan oleh KPP Lama
atau Kanwil Lama paling lambat 1 (satu) hari sebelum tanggal SMT; atau
|
||
b.
|
terhadap
permohonan pembetulan yang saat jatuh temponya lebih dari 1 (satu) bulan
setelah tanggal SMT, maka:
|
||
1.
|
Laporan
Penelitian dan konsep surat keputusan dibuat oleh KPP Lama dan surat
keputusan pembetulan diterbitkan oleh KPP Baru; atau
|
||
2.
|
Laporan
Penelitian dan konsep surat keputusan dibuat oleh KPP Lama dan surat
keputusan pembetulan diterbitkan oleh KPP Baru; atau
|
||
(2)
|
Dalam
hal pada saat SMT, Wajib Pajak yang ditetapkan atau dipindahkan berdasarkan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
dan ayat (4) sedang mengajukan permohonan keberatan sesuai dengan Pasal 25
Undang-Undang KUP dan/atau permohonan nonkeberatan sesuai dengan Pasal 36
Undang-Undang KUP dan belum diterbitkan keputusan, berlaku ketentuan sebagai
berikut:
|
||
a.
|
terhadap
permohonan yang saat jatuh temponya paling lama 1 (satu) bulan setelah
tanggal SMT, surat keputusan atas permohonan tersebut diterbitkan oleh Kanwil
Lama paling lambat 1 (satu) hari sebelum tanggal SMT; atau
|
||
b.
|
terhadap
permohonan yang saat jatuh temponya lebih dari 1 (satu) bulan setelah tanggal
SMT, maka Laporan Penelitian dan konsep surat keputusan dibuat oleh Kanwil
Lama dan surat keputusan atas permohonan tersebut diterbitkan oleh Kanwil
Baru.
|
||
Pasal 12
|
|||
(1)
|
Dalam
hal pada saat SMT terdapat surat keputusan yang diterbitkan berdasarkan
ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 16, Pasal 26, dan/atau Pasal 36
Undang-Undang KUP dan belum ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang
berlaku oleh KPP Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
||
a.
|
pelaksanaan
surat keputusan yang saat jatuh temponya paling lama 15 (lima belas) hari
setelah SMT diselesaikan oleh KPP Lama paling lambat 1 (satu) hari kerja
sebelum tanggal SMT; atau
|
||
b.
|
pelaksanaan
surat keputusan yang saat jatuh temponya lebih dari 15 (lima belas) hari
setelah tanggal SMT dilakukan oleh KPP Baru.
|
||
(2)
|
Dalam
hal pada saat SMT terdapat Putusan Pengadilan Pajak atas Banding atau Putusan
Peninjauan Kembali Mahkamah Agung terkait Putusan Pengadilan Pajak atas
Banding yang diterima oleh KPP Lama dan belum ditindaklanjuti sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
||
a.
|
pelaksanaan
putusan yang saat jatuh temponya paling lama 15 (lima belas) hari setelah
tanggal SMT diselesaikan oleh KPP Lama paling lambat 1 (satu) hari kerja
sebelum tanggal SMT; atau
|
||
b.
|
pelaksanaan
putusan yang saat jatuh temponya lebih dari 15 (lima belas) hari setelah
tanggal SMT dilakukan oleh KPP Baru.
|
||
(3)
|
Dalam
hal pada saat SMT terdapat Putusan Pengadilan Pajak atas Gugatan dan Putusan
Peninjauan Kembali Mahkamah Agung terkait Putusan Pengadilan Pajak atas
Gugatan yang diterima oleh KPP Lama dan belum ditindaklanjuti sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
||
a.
|
pelaksanaan
putusan yang saat jatuh temponya paling lama 15 (lima belas) hari setelah
tanggal SMT diselesaikan oleh KPP Lama paling lambat 1 (satu) hari kerja
sebelum tanggal SMT; atau
|
||
b.
|
pelaksanaan
putusan yang saat jatuh temponya lebih dari 15 (lima belas) hari setelah
tanggal SMT dilakukan oleh KPP Baru.
|
||
(4)
|
Termasuk
dalam pelaksanaan putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) adalah
penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPKPP)
dan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP) dalam hal tindak lanjut
pelaksanaan Putusan Pengadilan Pajak dan Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah
Agung mengakibatkan kelebihan pembayaran pajak.
|
||
Pasal 13
|
|||
(1)
|
Dalam
hal pada saat SMT terdapat permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan
pembayaran pajak berdasarkan Pasal 17C atau Pasal 17D Undang-Undang KUP,
serta Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN yang belum diterbitkan Surat
Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) oleh KPP Lama,
berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
||
a.
|
permohonan
pengembalian yang saat jatuh temponya paling lama 7 (tujuh) hari setelah
tanggal SMT, KPP Lama menerbitkan SKPPKP paling lambat 1 (satu) hari kerja
sebelum tanggal SMT; atau
|
||
b.
|
permohonan
pengembalian yang saat jatuh temponya lebih dari 7 (tujuh) hari setelah
tanggal SMT, maka:
|
||
1.
|
KPP Lama
membuat Laporan Hasil Penelitian dan Nota Penghitungan; dan
|
||
2.
|
KPP Baru
menerbitkan SKPPKP.
|
||
(2)
|
Dalam
hal pada saat SMT terdapat permohonan pengembalian pembayaran pajak yang
seharusnya tidak terutang berdasarkan Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang KUP dan
belum diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) oleh KPP Lama,
berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
||
a.
|
permohonan
pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang yang diterima
oleh KPP Lama lebih dari 1 (satu) bulan sebelum tanggal SMT, KPP Lama
menyelesaikan permohonan dimaksud sampai dengan penerbitan SKPLB paling
lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal SMT; atau
|
||
b.
|
permohonan
pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang yang diterima
oleh KPP Lama paling lama 1 (satu) bulan sebelum tanggal SMT, maka KPP Baru
menyelesaikan permohonan dimaksud sampai dengan penerbitan SKPLB.
|
||
(3)
|
Dalam
hal pada saat SMT terdapat permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
berdasarkan Pasal 17B Undang-Undang KUP yang belum diterbitkan surat
ketetapan pajak oleh KPP Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
||
a.
|
permohonan
pengembalian yang saat jatuh temponya paling lama 6 (enam) bulan setelah
tanggal SMT, KPP Lama melakukan pemeriksaan sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP sampai dengan
penyusunan LHP dan Nota Penghitungan dan KPP Baru menerbitkan surat ketetapan
pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak; atau
|
||
b.
|
permohonan
pengembalian yang saat jatuh temponya lebih dari 6 (enam) bulan setelah
tanggal SMT dan:
|
||
1.
|
KPP Lama
belum mulai melakukan pemeriksaan, pemeriksaan dilakukan oleh KPP Baru sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP; atau
|
||
2.
|
KPP Lama
sudah mulai melakukan pemeriksaan, pemeriksaan dilanjutkan oleh KPP Lama
sampai dengan penyusunan LHP dan Nota Penghitungan dan KPP Baru menerbitkan
surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak.
|
||
(4)
|
Dalam
hal pada saat SMT terdapat SKPPKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau
surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) yang
menyatakan lebih bayar namun belum diterbitkan SKPKPP dan SPMKP oleh KPP
Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
||
a.
|
SKPKPP
yang saat jatuh temponya paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal SMT, KPP
Lama menerbitkan SKPKPP dan/atau SPMKP paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum
tanggal SMT; atau
|
||
b.
|
SKPKPP
yang saat jatuh temponya lebih dari 7 (tujuh) hari setelah tanggal SMT, maka
KPP Baru menerbitkan SKPKPP dan/atau SPMKP.
|
||
(5)
|
Dalam
hal pada saat SMT terdapat permohonan pemberian imbalan bunga dengan
mencantumkan nomor rekening dalam negeri Wajib Pajak yang belum diterbitkan
Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga (SKPIB), Surat Keputusan Perhitungan
Pemberian Imbalan Bunga (SKPPIB) dan/atau Surat Perintah Membayar Imbalan
Bunga (SPMIB) oleh KPP Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
||
a.
|
terhadap
permohonan pemberian imbalan bunga yang mencantumkan nomor rekening dalam
negeri Wajib Pajak telah diterima KPP Lama lebih dari 7 (tujuh) hari sebelum
tanggal SMT, KPP Lama menyelesaikan permohonan dimaksud sampai dengan penerbitan
surat penolakan pemberian imbalan bunga atau penerbitan SKPIB, SKPPIB dan
SPMIB paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal SMT; atau
|
||
b.
|
terhadap
permohonan pemberian imbalan bunga yang mencantumkan nomor rekening dalam
negeri Wajib Pajak telah diterima KPP Lama paling lama 7 (tujuh) hari sebelum
tanggal SMT, maka KPP Baru menyelesaikan permohonan dimaksud sampai dengan
penerbitan surat penolakan pemberian imbalan bunga atau penerbitan penerbitan
SKPIB, SKPPIB dan SPMIB.
|
||
Pasal 14
|
|||
Dalam
hal pada saat SMT terdapat permohonan Wajib Pajak selain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 dan Pasal 13 yang belum diterbitkan surat keputusan atau surat
persetujuan/penolakan oleh KPP Lama atau Kanwil Lama karena belum jatuh
tempo, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
|||
a.
|
permohonan
yang diterima oleh KPP Lama lebih dari 7 (tujuh) hari sebelum tanggal SMT,
KPP Lama menyelesaikan permohonan dimaksud sampai dengan penerbitan surat
keputusan atau surat persetujuan/penolakan paling lambat 1 (satu) hari kerja
sebelum tanggal SMT; atau
|
||
b.
|
permohonan
yang diterima oleh KPP Lama paling lama 7 (tujuh) hari sebelum tanggal SMT,
maka KPP Baru menyelesaikan permohonan dimaksud sampai dengan penerbitan
surat keputusan atau surat persetujuan/penolakan.
|
||
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
|
|||
Pasal 15
|
|||
Peraturan
Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan
di Jakarta
pada
tanggal 6 April 2018
DIREKTUR
JENDERAL PAJAK,
ttd.
ROBERT
PAKPAHAN
|
Status PER-10/PJ/2018
Tanggal 06 April 2018 Tentang Tempat Pendaftaran Wajib Pajak Dan/Atau Tempat
Pelaporan Usaha Pengusaha Kena Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Di Lingkungan
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan
Pajak Di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus Dan
Kantor Pelayanan Pajak Madyaadalah sebagai berikut :
1. PER-10/PJ/2018 Tanggal 06 April 2018 mulai
berlaku sejak Tanggal 06 April 2018 sampai dengan Tanggal .16 April 2020.
2. PER-10/PJ/2018 sejak 17 April 2020 telah dicabut dan diganti dengan PER- 07/PJ/2020 Tanggal 17 April 2020 Tentang Tempat Pendaftaran Wajib Pajak Dan Pelaku Usaha Melalui Sistem Elektronik Dan/Atau Tempat Pelaporan Usaha Pengusaha Kena Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak Di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, Dan Kantor Pelayanan Pajak Madya