Petunjuk Pengisian Lampiran I Halaman 1 Formulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi (Formulir 1770-I)
Petunjuk Pengisian Lampiran I Halaman 1 Formulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi (Formulir 1770-I) untuk Tahun Pajak 2024 adalah sebagai berikut :
Halaman
1
PENGHITUNGAN
PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI DARI USAHA DAN/ATAU PEKERJAAN BEBAS BAGI WAJIB
PAJAK YANG MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN
Formulir ini digunakan Wajib Pajak untuk menghitung
besarnya seluruh penghasilan neto dalam negeri yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak sendiri dan anggota keluarganya dari usaha dan/atau pekerjaan
bebas.
Dalam hal:
1. Istri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim
(HB);
2. Istri melakukan perjanjian pemisahan harta dan
penghasilan (PH);
3. Istri menghendaki untuk menjalankan hak dan
kewajiban perpajakannya sendiri (MT);
penghasilan neto dalam negeri dari usaha dan/atau
pekerjaan bebas yang diterima atau diperoleh istri, dilaporkan secara terpisah
dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi istri sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi
tersendiri.
(Pasal 4, Pasal 6, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal
11 dan Pasal 11A Undang-Undang PPh)
TAHUN
PAJAK
Diisi pada kotak yang tersedia sesuai dengan Tahun
Pajak.
Contoh : Tahun Pajak 2024 diisi 2024
Periode Januari – Desember diisi 01 24 s.d 12 24
BAGIAN A :
PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI DARI USAHA DAN/ATAU
PEKERJAAN BEBAS BAGI WAJIB PAJAK YANG MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN
Bagian ini hanya diisi oleh Wajib Pajak yang
menyelenggarakan pembukuan, untuk melaporkan besarnya penghasilan neto dalam
negeri dari usaha dan/atau pekerjaan bebas yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
sendiri dan anggota keluarganya dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.
Bagi Wajib Pajak yang laporan keuangannya telah
diaudit oleh Kantor Akuntan Publik wajib mencantumkan nama dan NPWP Akuntan
Publik yang menandatangani Laporan Audit, nama dan NPWP Kantor Akuntan Publik.
Kolom Opini Akuntan diisi sesuai dengan kode opini
sebagai berikut:
Kode :
1 untuk Wajar Tanpa Pengecualian;
2 untuk Wajar Dengan Pengecualian;
3 untuk Tidak Wajar;
4 untuk Tidak Ada Opini.
Demikian pula apabila Wajib Pajak menggunakan jasa
konsultan pajak, diisi dengan nama dan NPWP Konsultan Pajak sesuai dengan surat
kuasa dan nama Kantor Konsultan Pajak beserta NPWP-nya.
Angka 1 –
PENGHASILAN DARI USAHA DAN/ATAU PEKERJAAN BEBAS
BERDASARKAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL
Diisi dengan jumlah penghasilan dari kegiatan pokok
dan biaya berdasarkan Laporan Keuangan Komersial, baik yang belum diaudit
maupun yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik, yang dilampirkan pada SPT
Tahunan.
Huruf a - PEREDARAN USAHA
Diisi dengan jumlah seluruh penghasilan dari
kegiatan/usaha pokok dan/atau dari pekerjaan bebas yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
dan anggota keluarganya selama Tahun
Pajak yang bersangkutan
berdasarkan pembukuan, termasuk di dalamnya penghasilan dari kegiatan/usaha
pokok yang dikenakan PPh Final.
Catatan :
Penghasilan lainnya (penghasilan
yang berasal dari
bukan kegiatan/usaha pokok
Wajib Pajak) dilaporkan pada Bagian D Lampiran-I SPT Tahunan PPh
Orang Pribadi 1770 Halaman 2 (Formulir 1770-I halaman 2).
Huruf b - HARGA POKOK PENJUALAN
Diisi sesuai dengan jumlah Harga Pokok Penjualan
menurut pembukuan:
a. Bagi Wajib Pajak yang melakukan usaha dagang, diisi dengan harga pokok penjualan usaha dagang selama Tahun Pajak yang bersangkutan.
b. Bagi Wajib Pajak yang melakukan usaha di bidang industri, diisi dengan harga pokok penjualan usaha industri selama Tahun Pajak yang bersangkutan.
c. Bagi Wajib Pajak yang melakukan usaha di jasa, diisi dengan harga pokok usaha jasa, yaitu jumlah biaya yang berhubungan langsung dengan peredaran/penerimaan bruto selama Tahun Pajak yang bersangkutan.
Huruf
c - LABA/RUGI BRUTO USAHA
Diisi dengan hasil pengurangan peredaran usaha (1a)
dengan harga pokok penjualan (1b).
Huruf
d - BIAYA USAHA
Diisi dengan seluruh jumlah biaya usaha yang
dikeluarkan dalam rangka memperoleh, menagih dan memelihara penghasilkan,
seperti: biaya penjualan, biaya umum dan administrasi.
Huruf
e - PENGHASILAN NETO DARI USAHA
Diisi dengan hasil pengurangan laba/rugi bruto usaha
(1c) dengan biaya usaha (1d).
Angka
2 - PENYESUAIAN FISKAL POSITIF
Penyesuaian fiskal positif adalah penyesuaian
terhadap penghasilan neto komersial dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak berdasarkan
Undang-Undang PPh beserta peraturan pelaksanaannya, yang bersifat menambah atau memperbesar Penghasilan Kena Pajak.
Penyesuaian tersebut timbul
karena adanya biaya, pengeluaran, dan kerugian yang tidak
dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam menghitung Penghasilan Kena
Pajak berdasarkan ketentuan Undang-Undang PPh beserta peraturan pelaksanaannya,
karena adanya perbedaan saat pengakuan biaya dan penghasilan, atau karena
penghitungan biaya menurut metode fiskal lebih rendah dari
penghitungan menurut metode
akuntansi komersial, serta
karena adanya penghasilan
yang merupakan objek pajak yang tidak termasuk dalam penghasilan
komersial, yaitu sebagai berikut:
a. diisi dengan penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf i Undang-Undang PPh, yaitu misalnya pengeluaran perusahaan untuk pembelian/perbaikan rumah atau kendaraan pribadi, biaya perjalanan pribadi/keluarga, biaya premi asuransi pribadi/keluarga, dan pengeluaran lainnya untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;
c. diisi dengan penyesuaian berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf d Undang-Undang PPh, yaitu penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan (benefit in-kind) bukan merupakan penghasilan bagi pegawai yang bersangkutan.
Oleh karena itu sesuai dengan prinsip taxability and deductibility, penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-Undang PPh, bagi Wajib Pajak pemberi kerja tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Namun pemberian natura berupa penyediaan makanan/minuman di tempat kerja bagi seluruh pegawai, demikian pula pemberian natura atau kenikmatan di daerah terpencil yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan, serta pemberian natura atau kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya (seperti: pakaian dan peralatan khusus untuk keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan, antar-jemput pegawai, serta akomodasi untuk awak kapal dan sejenisnya), dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan;
d. diisi dengan penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf f Undang-Undang PPh.
Dalam hubungan pekerjaan, kemungkinan dapat terjadi pembayaran imbalan yang diberikan kepada pegawai, yang juga pemegang saham, yang melebihi kewajaran. Karena pada dasarnya pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah pengeluaran yang jumlahnya wajar sesuai dengan kelaziman usaha, berdasarkan ketentuan ini jumlah yang melebihi kewajaran tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Kewajaran diukur berdasarkan standar yang berlaku umum untuk pekerjaan dengan kualifikasi yang sama yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa. Atas selisih yang melebihi kewajaran tersebut dapat dikategorikan sebagai pembagian laba;
e. diisi dengan penyesuaian berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf a Undang-Undang PPh, yaitu bantuan atau sumbangan, dan harta hibahan yang diterima oleh badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial, atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, karena bukan merupakan penghasilan bagi pihak yang menerima sepanjang tidak terdapat hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
Oleh karena itu sesuai dengan prinsip taxability and deductibility (jika atas sejumlah uang/biaya yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi/Badan dapat dibiayakan atau diperlakukan sebagai pengurang penghasilan bruto, maka bagi si penerima uang, penghasilan tersebut dikenakan PPh), atas pemberian bantuan atau sumbangan, dan harta hibahan dimaksud perlu dilakukan penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf g Undang-Undang PPh, yaitu bagi Wajib Pajak yang memberikan bantuan atau sumbangan, dan harta hibahan tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya;
f. diisi dengan penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf h Undang-Undang PPh, yaitu PPh yang terutang oleh Wajib Pajak yang bersangkutan;
g. diisi dengan penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf i Undang-Undang PPh, yaitu pembayaran gaji kepada pemilik atau orang yang menjadi tanggungannya tidak dapat dibebankan sebagai biaya;
h. diisi dengan penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf k Undang-Undang PPh, yaitu sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan, serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan bukan merupakan biaya;
i. diisi apabila perhitungan penyusutan/amortisasi menurut pembukuan Wajib Pajak lebih besar dari perhitungan penyusutan/amortisasi menurut fiskal (daftar rincian perhitungan penyusutan dan amortisasi fiskal dilampirkan pada SPT);
j. diisi dengan biaya yang berkaitan dengan penghasilan yang dikenakan PPh Final dan Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak tetapi termasuk dalam penghasilan komersial;
k. penyesuaian berdasarkan ketentuan umum Pasal 4 dan Pasal 9 Undang-Undang PPh beserta peraturan pelaksanaannya
l. diisi dengan jumlah Angka 2.a. s.d. Angka 2.k.
Angka
3 - PENYESUAIAN FISKAL NEGATIF
b. Diisi apabila perhitungan penyusutan/amortisasi menurut pembukuan Wajib Pajak lebih kecil dari perhitungan penyusutan/amortisasi menurut fiskal (daftar rincian perhitungan penyusutan dan amortisasi fiskal dilampirkan pada SPT).
c. Diisi dengan penyesuaian fiskal negatif lainnya.
d. Diisi dengan jumlah Angka 3.a. s.d. Angka 3.c.
Angka
4 - JUMLAH BAGIAN A
Diisi dengan hasil penjumlahan penghasilan neto dari usaha dan/atau pekerjaan bebas dan Penyesuaian Fiskal Positif
dikurangi dengan Penyesuaian Fiskal Negatif.
Baca Juga :
Petunjuk Pengisian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi 1770.
Referensi
: