PMK-70/PMK.03/2017 Tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan
PMK-70/PMK.03/2017 Tanggal 31 Mei 2017 Tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan mengatur tentang :
- Direktur Jenderal Pajak berwenang mendapatkan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan dari LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain.
- Lembaga Keuangan Pelapor dan Lembaga Keuangan Non-Pelapor.
PMK-70/PMK.03/2017 Tanggal 31 Mei 2017 Tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan selengkapnya :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 70/PMK.03/2017
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS MENGENAI AKSES INFORMASI KEUANGAN UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Petunjuk Teknis mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan;
Mengingat :
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6051);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PETUNJUK TEKNIS MENGENAI AKSES INFORMASI KEUANGAN UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
a. Perjanjian Internasional di Bidang Perpajakan, yang selanjutnya disebut Perjanjian Internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional, yang antara lain mengatur pertukaran informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan perpajakan, meliputi:
a. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda;
b. Persetujuan untuk Pertukaran Informasi Berkenaan dengan Keperluan Perpajakan (Tax Information Exchange Agreement) ;
c. konvensi tentang bantuan administratif bersama di bidang perpajakan (Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters);
d. Persetujuan Multilateral Antar-Pejabat yang Berwenang untuk Pertukaran Informasi Rekening Keuangan Secara Otomatis (Multilateral Competent Authority Agreement on Automatic Exchange of Financial Account Information);
e. Persetujuan Bilateral Antar-Pejabat yang Berwenang untuk Pertukaran Informasi Rekening Keuangan Secara Otomatis (Bilateral Competent Authority Agreement on Automatic Exchange of Financial Account Information);
f. Persetujuan Antar-Pemerintah untuk Mengimplementasikan Undang-Undang Kepatuhan Perpajakan Rekening Keuangan Asing (Intergovernmental Agreement for Foreign Account Tax Compliance Act); atau
g. perjanjian bilateral atau multilateral lainnya.
2. Pertukaran Informasi Keuangan yang selanjutnya disebut Pertukaran Informasi adalah kegiatan untuk menyampaikan, menerima, dan/atau memperoleh informasi keuangan yang berkaitan dengan perpajakan berdasarkan Perjanjian Internasional, yang bertujuan untuk:
a. mencegah penghindaran pajak;
b. mencegah pengelakan pajak;
c. mencegah penyalahgunaan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda oleh pihak-pihak yang tidak berhak; dan/atau
d. mendapatkan informasi terkait pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.
3. Standar Pelaporan Umum (Common Reporting Standard), yang selanjutnya disebut CRS adalah standar pelaporan untuk Pertukaran Informasi secara otomatis yang tercantum dalam batang tubuh bagian II.B dan penjelasan (commentaries) bagian III.B Standard for Automatic Exchange of Financial Account Information in Tax Matters, beserta perubahannya.
4. Pertukaran Informasi Secara Otomatis adalah Pertukaran Informasi yang dilakukan pada waktu tertentu, secara periodik, sistematis, dan berkesinambungan atas informasi keuangan yang disusun berdasarkan CRS.
5. Yurisdiksi Asing adalah negara atau yurisdiksi selain Indonesia.
6. Yurisdiksi yang Berpartisipasi dalam Pertukaran Informasi Secara Otomatis yang selanjutnya disebut Yurisdiksi Partisipan adalah Yurisdiksi Asing yang terikat dengan Pemerintah Indonesia dalam Perjanjian Internasional yang memiliki kewajiban untuk menyampaikan informasi keuangan secara otomatis.
7. Yurisdiksi Tujuan Pelaporan adalah Yurisdiksi Partisipan yang merupakan tujuan bagi Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan kewajiban penyampaian informasi keuangan secara otomatis.
8. Lembaga Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat LJK adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor perbankan, pasar modal, dan perasuransian sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan.
9. Lembaga Jasa Keuangan Lainnya yang selanjutnya disebut LJK Lainnya adalah lembaga jasa keuangan lainnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan.
10. Entitas Lain adalah badan hukum seperti perseroan terbatas atau yayasan, atau non-badan hukum seperti persekutuan atau trust, yang melaksanakan kegiatan selain di sektor perbankan, pasar modal, dan perasuransian, yang dikategorikan sebagai lembaga keuangan sesuai standar Pertukaran Informasi berdasarkan Perjanjian Internasional.
11. Lembaga Kustodian adalah entitas yang mengelola aset keuangan atas nama pihak lain sebagai kegiatan utama dari usahanya.
12. Lembaga Simpanan adalah entitas yang menerima simpanan dalam kegiatan perbankan secara umum atau usaha sejenis.
13. Perusahaan Asuransi Tertentu adalah perusahaan asuransi yang menerbitkan kontrak asuransi nilai tunai atau kontrak anuitas atau diwajibkan untuk melakukan pembayaran berkenaan dengan kontrak asuransi nilai tunai atau kontrak anuitas dimaksud.
14. Entitas Investasi adalah:
a. entitas yang kegiatan utamanya menjalankan satu atau lebih kegiatan atau operasi, untuk atau atas nama nasabah, yaitu:
1. perdagangan instrumen pasar uang, valuta asing, mata uang, suku bunga, instrumen indeks, efek yang dapat dipindahtangankan, atau perdagangan komoditas berjangka;
2. pengelolaan portofolio secara individu dan kolektif; atau
3. investasi, administrasi, atau pengelolaan aset keuangan atau uang atas nama pihak lain; dan/atau
b. entitas yang sebagian besar penghasilan brutonya berasal dari kegiatan investasi, reinvestasi, atau perdagangan aset keuangan, dan entitas tersebut dikelola oleh entitas lain yang merupakan Lembaga Simpanan, Lembaga Kustodian, Perusahaan Asuransi Tertentu, atau entitas investasi sebagaimana dimaksud pada huruf a.
15. Rekening Keuangan adalah rekening yang dikelola oleh LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain, yang meliputi rekening bagi bank, sub rekening efek bagi perusahaan efek dan bank kustodian, polis asuransi bagi perusahaan asuransi, dan/atau aset keuangan lain bagi LJK Lainnya dan/atau Entitas Lain.
16. Rekening Keuangan Lama adalah Rekening Keuangan yang dikelola sampai dengan tanggal 30 Juni 2017 oleh LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain.
17. Rekening Keuangan Baru adalah Rekening Keuangan yang dikelola sejak tanggal 1 Juli 2017 oleh LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain.
18. Rekening Keuangan Bernilai Rendah adalah Rekening Keuangan Lama milik orang pribadi dengan agregat saldo atau nilai pada tanggal 30 Juni 2017 sebesar paling banyak USDl.000.000,00 (satu juta Dolar Amerika Serikat).
19. Rekening Keuangan Bernilai Tinggi adalah Rekening Keuangan Lama milik orang pribadi dengan agregat saldo atau nilai pada tanggal 30 Juni 2017, pada tanggal 31 Desember 201 7, atau pada tanggal 31 Desember tahun kalender selanjutnya, sebesar lebih dari USDl.000.000,00 (satu juta Dolar Amerika Serikat).
20. Pemegang Rekening Keuangan adalah orang pribadi dan/atau entitas yang terdaftar atau teridentifikasi sebagai pemilik suatu Rekening Keuangan.
21. Negara Domisili adalah negara atau yurisdiksi tempat Pemegang Rekening Keuangan menjadi subjek pajak dalam negeri.
22. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disingkat Kanwil DJP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Pajak.
23. Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kanwil DJP.
24. Kantor Pengolahan Data Eksternal yang selanjutnya disingkat KPDE adalah unit pelaksana teknis Direktorat Jenderal Pajak di bidang pengolahan data dan dokumen yang berkaitan dengan perpajakan yang diberikan oleh instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Pajak, dan secara teknis fungsional dibina oleh Direktur Teknologi Informasi Perpajakan.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
(1) Direktur Jenderal Pajak berwenang mendapatkan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan dari LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain.
(2) Akses informasi keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. penyampaian laporan yang berisi informasi keuangan secara otomatis; dan
b. pemberian informasi dan/atau bukti atau keterangan berdasarkan permintaan,
untuk pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan pelaksanaan Perjanjian Internasional.
BAB III
AKSES INFORMASI KEUANGAN DALAM RANGKA
PELAKSANAAN PERJANJIAN INTERNASIONAL
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 3
(1) Penyampaian laporan yang berisi informasi keuangan secara otomatis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a dilakukan dalam rangka Pertukaran Informasi Secara Otomatis antara pejabat di Indonesia yang berwenang untuk melaksanakan Pertukaran Informasi dan pejabat di Yurisdiksi Partisipan dan/atau Yurisdiksi Tujuan Pelaporan yang berwenang untuk melaksanakan Pertukaran Informasi.
(2) Pemberian informasi dan/atau bukti atau keterangan berdasarkan permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b dilakukan dalam rangka Pertukaran Informasi berdasarkan permintaan antara pejabat di Indonesia yang berwenang untuk melaksanakan Pertukaran Informasi dan pejabat di Yurisdiksi Asing yang terikat dengan Indonesia dalam Perjanjian Internasional yang berwenang untuk melaksanakan Pertukaran Informasi.
Bagian Kedua
Penyampaian Laporan yang Berisi Informasi Keuangan
Secara Otomatis
Paragraf 1
Lembaga Keuangan Pelapor dan Lembaga Keuangan Non-Pelapor
Pasal 4
(1) Penyampaian laporan yang berisi informasi keuangan secara otomatis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a wajib dilakukan oleh kantor pusat atau suatu unit pada lembaga keuangan pelapor yang bertanggung jawab untuk penyampaian informasi keuangan dimaksud.
(2) Lembaga keuangan pelapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan:
a. LJK;
b. LJK Lainnya; dan
c. Entitas Lain,
yang melaksanakan kegiatan usaha sebagai Lembaga Kustodian, Lembaga Simpanan, Perusahaan Asuransi Tertentu, dan/atau Entitas Investasi.
Pasal 5
(1) Penyampaian laporan yang berisi informasi keuangan secara otomatis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a tidak wajib dilakukan oleh lembaga keuangan nonpelapor.
(2) Lembaga keuangan nonpelapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan:
a. LJK;
b. LJK Lainnya; dan
c. Entitas Lain,
yang memenuhi kriteria tercantum dalam Lampiran I Huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Paragraf 2
Tata Cara Pendaftaran dan Jenis Rekening Keuangan yang Dikecualikan
Pasal 6
(1) Lembaga keuangan pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan lembaga keuangan nonpelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) wajib mendaftarkan diri pada Direktorat Jenderal Pajak:
a. secara langsung;
b. secara elektronik melalui sistem administrasi yang terintegrasi dengan sistem di Direktorat Jenderal Pajak; atau
c. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau perusahaan jasa kurir, dengan bukti pengiriman surat.
(2) Terhadap lembaga keuangan pelapor dan lembaga keuangan nonpelapor yang mendaftarkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, diberikan tanda terima pendaftaran.
(3) Lembaga keuangan pelapor yang mendaftarkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melampirkan daftar jenis Rekening Keuangan yang dikecualikan.
(4) Jenis Rekening Keuangan yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan Rekening Keuangan yang memenuhi kriteria tercantum dalam Lampiran I Huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(5) Batas waktu pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi:
a. lembaga keuangan pelapor, paling lama akhir bulan kedua tahun kalender berikutnya setelah tahun pada saat dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); dan
b. lembaga keuangan nonpelapor, paling lama akhir bulan kedua tahun kalender berikutnya setelah tahun pada saat dipenuhinya kriteria sebagai lembaga keuangan nonpelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2).
(6) Pendaftaran sebagai lembaga keuangan pelapor dan lembaga keuangan nonpelapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. ditandatangani oleh pimpinan LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain atau kuasa khusus yang ditunjuk oleh pimpinan LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain; dan
b. menggunakan formulir pendaftaran sesuai format tercantum dalam Lampiran I Huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(7) Dalam hal diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan:
a. kewajiban pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi; atau
b. LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain yang mendaftarkan diri sebagai lembaga keuangan nonpelapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) namun memenuhi kriteria sebagai lembaga keuangan pelapor,
Direktur Jenderal Pajak secara jabatan dapat menetapkan LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain sebagai lembaga keuangan pelapor atau lembaga keuangan nonpelapor.
(8) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penetapan secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) bagi lembaga keuangan pelapor tidak menunda kewajiban pelaporan informasi keuangan dan pelaksanaan prosedur identifikasi Rekening Keuangan.
Paragraf 3
Rekening Keuangan yang Wajib Dilaporkan
Pasal 7
(1) Lembaga keuangan pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) wajib menyampaikan laporan yang berisi informasi keuangan untuk setiap rekening keuangan yang wajib dilaporkan kepada:
a. Direktorat Jenderal Pajak melalui Otoritas Jasa Keuangan, bagi LJK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a; dan
b. Direktorat Jenderal Pajak, bagi LJK Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b atau Entitas Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c.
(2) Rekening Keuangan yang wajib dilaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Rekening Keuangan yang dimiliki oleh:
a. satu atau lebih orang pribadi dan/atau entitas yang wajib dilaporkan; atau
b. entitas nonkeuangan pasif, dalam hal satu atau lebih pengendali entitas dimaksud merupakan orang pribadi yang wajib dilaporkan.
(3) Orang pribadi yang wajib dilaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan orang pribadi yang Negara Domisilinya merupakan Yurisdiksi Tujuan Pelaporan.
(4) Entitas yang wajib dilaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan entitas yang Negara Domisilinya merupakan Yurisdiksi Tujuan Pelaporan, kecuali:
a. perusahaan yang sahamnya diperdagangkan secara teratur di satu atau lebih bursa efek, beserta entitas afiliasinya;
b. entitas pemerintah;
c. organisasi internasional;
d. bank sentral; atau
e. lembaga keuangan,
yang cakupannya tercantum dalam Lampiran I Huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(5) Dikecualikan dari Rekening Keuangan yang wajib dilaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yaitu satu Rekening Keuangan Lama atau lebih dengan agregat saldo atau nilai sampai dengan USD250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu Dolar Amerika Serikat) yang dimiliki oleh satu entitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(6) Entitas nonkeuangan pasif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan:
a. entitas yang bukan merupakan entitas nonkeuangan aktif tercantum dalam Lampiran I Huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; atau
b. Entitas Investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 14 huruf b yang Negara Domisilinya bukan merupakan Yurisdiksi Partisipan.
(7) Entitas Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b merupakan entitas yang sebagian besar penghasilan brutonya berasal dari kegiatan investasi, reinvestasi, atau perdagangan aset keuangan, dan dikelola oleh entitas lain yang merupakan Lembaga Simpanan, Lembaga Kustodian, Perusahaan Asuransi Tertentu, atau Entitas Investasi.
(8) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan:
a. untuk pertama kali pada tahun 2018, yang berisi informasi keuangan yang tercatat sampai dengan tanggal 31 Desember 2017; dan
b. untuk setelah tahun 2018, yang berisi informasi keuangan yang tercatat sampai dengan tanggal 31 Desember tahun sebelumnya.
(9) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. identitas Pemegang Rekening Keuangan;
b. nomor Rekening Keuangan;
c. identitas lembaga keuangan pelapor;
d. saldo atau nilai Rekening Keuangan; dan
e. penghasilan yang terkait dengan Rekening Keuangan,
yang cakupannya tercantum dalam Lampiran I Huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(10) Dalam hal tidak terdapat Rekening Keuangan yang wajib dilaporkan dalam satu tahun kalender, lembaga keuangan pelapor tetap wajib menyampaikan laporan nihil sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 8
(1) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (10) disampaikan dalam bentuk dokumen elektronik melalui:
a. mekanisme elektronik yang dilakukan secara online, bagi lembaga keuangan pelapor yang merupakan LJK; dan
b. mekanisme nonelektronik yang dilakukan secara langsung sepanjang mekanisme elektronik belum tersedia, oleh lembaga keuangan pelapor yang merupakan LJK Lainnya dan Entitas Lain.
(2) Dalam hal terdapat perubahan mekanisme sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Keuangan dapat menentukan mekanisme lain setelah mendapat pertimbangan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan.
(3) Dalam hal penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b telah tersedia melalui mekanisme elektronik, lembaga keuangan pelapor yang merupakan LJK Lainnya dan Entitas Lain harus menyampaikan laporan melalui mekanisme elektronik yang dilakukan secara online, dengan rincian informasi tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini dan menggunakan format yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
(4) Penyampaian laporan melalui mekanisme elektronik yang dilakukan secara online sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui aplikasi yang dikembangkan dan disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak secara mandiri atau secara bersama-sama dengan lembaga keuangan pelapor yang merupakan LJK Lainnya dan Entitas Lain.
(5) Penyampaian laporan secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dalam hal:
a. sistem atau fasilitas komunikasi yang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi keuangan secara online belum tersedia di daerah tempat kedudukan lembaga keuangan pelapor yang merupakan LJK Lainnya dan Entitas Lain;
b. sistem atau fasilitas komunikasi yang dimiliki lembaga keuangan pelapor yang merupakan LJK Lainnya dan Entitas Lain mengalami gangguan teknis;
c. keadaan yang secara nyata menyebabkan lembaga keuangan pelapor yang merupakan LJK Lainnya dan Entitas Lain tidak dapat menyampaikan informasi keuangan secara online (force majeure);
d. sistem atau fasilitas komunikasi Direktorat Jenderal Pajak mengalami kerusakan dan/atau gangguan; dan/atau
e. keadaan lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(6) Penyampaian laporan secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. penyampaian laporan dimaksud harus berupa rincian informasi tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini dan menggunakan format yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak;
b. penyampaian melalui metode pengamanan atau enkripsi yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak;dan
c. disampaikan dengan menggunakan compact disk, flash disk, atau media penyimpanan elektronik lain ke KPDE atau melalui KPP tempat lembaga keuangan pelapor yang merupakan LJK Lainnya dan Entitas Lain terdaftar sebagai Wajib Pajak.
(7) Terhadap penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. laporan dimaksud disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat tanggal 1 Agustus setiap tahun; dan
b. Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan daftar LJK yang tidak menyampaikan laporan kepada Direktorat Jenderal Pajak paling lambat tanggal 31 Agustus setiap tahun.
(8) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b dilakukan paling lambat tanggal 30 April setiap tahun.
(9) Apabila batas waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8) bertepatan dengan hari Sabtu, hari Minggu, hari libur nasional, hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan pemilihan umum, atau cuti bersama secara nasional, penyampaian laporan dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya.
(10) Terhadap penyampaian laporan secara online sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Direktur Jenderal Pajak memberikan bukti penerimaan.
Paragraf 4
Prosedur Identifikasi Rekening Keuangan dan Dokumentasi
Pasal 9
(1) Dalam penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, lembaga keuangan pelapor wajib melaksanakan prosedur identifikasi Rekening Keuangan yang dimiliki oleh orang pribadi atau entitas yang Negara Domisili dari orang pribadi atau entitas tersebut merupakan Yurisdiksi Asing.
(2) Prosedur identifikasi Rekening Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai dilaksanakan pada tanggal 1 Juli 2017 terhadap:
a. Rekening Keuangan Lama yang dimiliki oleh orang pribadi;
b. Rekening Keuangan Baru yang dimiliki oleh orang pribadi;
c. Rekening Keuangan Lama yang dimiliki oleh entitas; dan
d. Rekening Keuangan Baru yang dimiliki oleh entitas.
(3) Untuk pelaksanaan prosedur identifikasi Rekening Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), lembaga keuangan pelapor melakukan konversi nilai mata uang menjadi Dolar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku pada tanggal:
a. 30 Juni 2017, untuk penentuan klasifikasi Rekening Keuangan Bernilai Rendah dan Rekening Keuangan Bernilai Tinggi, serta penentuan batasan Rekening Keuangan Lama yang dimiliki oleh entitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5); dan
b. 31 Desember setiap tahun, untuk penentuan klasifikasi Rekening Keuangan Bernilai Tinggi dan penentuan batasan Rekening Keuangan Lama yang dimiliki oleh entitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5),
dalam hal saldo atau nilai Rekening Keuangan tercatat dalam mata uang selain Dolar Amerika Serikat.
(4) Prosedur identifikasi Rekening Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran I Huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 10
(1) Untuk pelaksanaan prosedur identifikasi Rekening Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, lembaga keuangan pelapor wajib menyelenggarakan, menyimpan, dan memelihara dokumen, yang paling sedikit berupa:
a. pernyataan diri (self-certification);
b. dokumen pembuktian;
c. bukti, catatan, atau informasi terkait dengan Rekening Keuangan yang diperoleh atau digunakan selama pelaksanaan prosedur identifikasi Rekening Keuangan; dan
d. dokumen yang berisi informasi keuangan yang diperoleh selama pelaksanaan prosedur identifikasi Rekening Keuangan.
(2) Pernyataan diri (self-certification) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. ditandatangani dan diberi tanggal oleh Pemegang Rekening Keuangan atau kuasa sah dari Pemegang Rekening Keuangan; dan
b. memuat informasi sebagai berikut:
1. nama Pemegang Rekening Keuangan;
2. alamat Pemegang Rekening Keuangan;
3. Negara Domisili Pemegang Rekening Keuangan;
4. nomor identitas wajib pajak Pemegang Rekening Keuangan pada setiap Negara Domisili;
5. tempat dan tanggal lahir, dalam hal Pemegang Rekening Keuangan merupakan orang pribadi; dan
6. identitas pengendali entitas, dalam hal Pemegang Rekening Keuangan merupakan entitas nonkeuangan pasif, yaitu:
a) nama pengendali entitas;
b) alamat domisili pengendali entitas;
c) Negara Domisili pengendali entitas;
d) nomor identitas wajib pajak pengendali entitas pada masing-masing Negara Domisili; dan
e) tempat dan tanggal lahir pengendali entitas.
(3) Dokumen pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa:
a. untuk orang pribadi, dokumen resmi yang mencantumkan nama orang pribadi dan lazim digunakan untuk keperluan identifikasi, yang diterbitkan oleh instansi pemerintah yang berwenang;
b. untuk entitas, dokumen resmi yang mencantumkan nama entitas dan alamat kantor pusat entitas yang dapat berada di Negara Domisili maupun di negara atau yurisdiksi di mana entitas didirikan atau dijalankan;dan
c. untuk orang pribadi dan/atau entitas:
1. surat keterangan domisili yang diterbitkan oleh instansi pemerintah yang berwenang di Negara Domisili Pemegang Rekening Keuangan; dan
2. laporan keuangan yang diaudit, laporan kredit dari pihak ketiga, dokumen pengajuan pailit, atau laporan yang diterbitkan oleh regulator di bidang pasar modal.
(4) Ketentuan mengenai penyimpanan dan pemeliharaan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
a. untuk dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a:
1. wajib disimpan dan dipelihara selama Rekening Keuangan belum dilakukan penutupan; dan
2. dalam hal Rekening Keuangan dilakukan penutupan, wajib disimpan dan dipelihara dalam jangka waktu paling singkat 5 (lima) tahun sejak tanggal penutupan Rekening Keuangan; dan
b. untuk dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d, wajib disimpan dan dipelihara dalam jangka waktu paling singkat 5 (lima) tahun sejak akhir tahun kalender dokumen diberikan kepada lembaga keuangan pelapor.
(5) Dalam hal diminta oleh Direktur Jenderal Pajak, lembaga keuangan pelapor yang memperoleh atau menyelenggarakan dokumentasi dalam bahasa lain selain Bahasa Indonesia, harus memberikan terjemahan dokumentasi dalam Bahasa Indonesia.
Paragraf 5
Penggunaan Penyedia Jasa
Pasal 11
(1) Lembaga keuangan pelapor dapat menggunakan penyedia jasa dalam rangka memenuhi kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8 dan pelaksanaan prosedur identifikasi Rekening Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
(2) Dalam hal lembaga keuangan pelapor menggunakan penyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kewajiban serta tanggung jawab atas pemenuhan kewajiban pelaporan dan pelaksanaan prosedur identifikasi Rekening Keuangan tetap berada pada lembaga keuangan pelapor.
Paragraf 6
Penyampaian Laporan Melalui Petugas Pelaksana
Pasal 12
(1) Pimpinan lembaga keuangan pelapor bertanggung jawab atas pemenuhan kewajiban penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).
(2) Pimpinan lembaga keuangan pelapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menunjuk atau menetapkan pejabat dibawahnya sebagai petugas pelaksana dalam rangka penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
(3) Petugas pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) turut bertanggung jawab atas pemenuhan kewajiban penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).
(4) Lembaga keuangan pelapor menyampaikan identitas petugas pelaksana yang ditunjuk atau ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersamaan dengan saat pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1).
(5) Dalam hal terjadi penggantian pimpinan dan/atau petugas pelaksana, lembaga keuangan pelapor harus menyampaikan informasi mengenai identitas pimpinan dan/atau petugas pelaksana yang baru bersamaan dengan penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
Paragraf 7
Anti Penghindaran
Pasal 13
(1) Lembaga keuangan pelapor atau pihak lain dilarang melakukan tindakan dengan maksud untuk menghindari kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 10 dan Pasal 12.
(2) Dalam hal lembaga keuangan pelapor atau pihak lain melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), lembaga keuangan pelapor atau pihak lain dimaksud dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 14
(1) Lembaga keuangan pelapor tidak diperbolehkan melayani:
a. pembukaan Rekening Keuangan Baru bagi orang pribadi dan/atau entitas; atau
b. transaksi baru terkait Rekening Keuangan bagi pemilik Rekening Keuangan Lama,
yang menolak untuk mematuhi ketentuan dalam Pasal 9.
(2) Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b termasuk:
a. setoran, penarikan, transfer, pembukaan rekening atau pembuatan kontrak bagi nasabah perbankan;
b. pembukaan rekening, transaksi beli atau pengalihan bagi nasabah pasar modal;
c. penutupan polis baru; dan
d. kegiatan transaksi lainnya bagi Pemegang Rekening Keuangan Lama pada lembaga keuangan pelapor yang merupakan LJK Lainnya dan/atau Entitas Lain.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku untuk transaksi:
a. pemenuhan kewajiban yang telah diperjanjikan sebelumnya antara pemilik Rekening Keuangan Lama dengan lembaga keuangan pelapor;
b. penutupan rekening; atau
c. pemenuhan kewajiban berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Pemberian Informasi dan/atau Bukti atau Keterangan
Berdasarkan Permintaan
Pasal 15
(1) Untuk pelaksanaan Pertukaran Informasi berdasarkan permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), Direktur Jenderal Pajak atau Direktur Perpajakan Internasional atas nama Direktur Jenderal Pajak dapat meminta informasi dan/atau bukti atau keterangan kepada LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain, baik kantor pusat, kantor cabang, maupun unit yang mengelola informasi dan/atau bukti atau keterangan dimaksud, melalui surat permintaan.
(2) Surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. informasi dan/atau bukti atau keterangan yang diminta;
b. format dan cara pemberian informasi dan/atau bukti atau keterangan yang diminta; dan
c. alasan dilakukannya permintaan tersebut,
yang dibuat dengan menggunakan format sesuai dengan contoh tercantum dalam Lampiran I Huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(3) LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain wajib memberikan informasi dan/atau bukti atau keterangan berdasarkan surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat permintaan tersebut.
(4) Apabila batas waktu pemberian informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bertepatan dengan hari Sabtu, hari Minggu, hari libur nasional, hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan pemilihan umum, atau cuti bersama secara nasional, pemberian informasi dan/atau bukti atau keterangan dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya.
Bagian Keempat
Pengumuman
Pasal 16
Direktur Jenderal Pajak mengumumkan kepada publik:
a. daftar Yurisdiksi Partisipan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1);
b. daftar Yurisdiksi Tujuan Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1);
c. daftar jenis lembaga keuangan nonpelapor yang merupakan LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2); dan
d. daftar jenis Rekening Keuangan yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3);
melalui laman Direktorat Jenderal Pajak dan/atau Kementerian Keuangan.
BAB IV
AKSES INFORMASI KEUANGAN DALAM RANGKA
PELAKSANAAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN DI BIDANG PERPAJAKAN
Bagian Kesatu
Penyampaian Informasi Keuangan Secara Otomatis
Pasal 17
(1) LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain yang diwajibkan untuk menyampaikan laporan yang berisi informasi keuangan secara otomatis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a merupakan LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain, yang melaksanakan kegiatan usaha sebagai Lembaga Kustodian, Lembaga Simpanan, Perusahaan Asuransi Tertentu, dan/atau Entitas Investasi.
(2) Laporan yang berisi informasi keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan laporan atas informasi keuangan yang dikelola oleh LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain selama satu tahun kalender.
(3) Penyampaian laporan yang berisi informasi keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh kantor pusat atau suatu unit yang bertanggung jawab untuk penyampaian laporan pada LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain.
Pasal 18
(1) Untuk penyampaian laporan yang berisi informasi keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain wajib mendaftarkan diri pada Direktorat Jenderal Pajak:
a. secara langsung;
b. secara elektronik melalui sistem administrasi yang terintegrasi dengan sistem di Direktorat Jenderal Pajak; atau
c. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau perusahaan jasa kurir, dengan bukti pengiriman surat.
(2) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama akhir bulan kedua setelah tahun kalender pelaporan informasi keuangan pertama kali berakhir.
(3) Terhadap LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain yang mendaftarkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, diberikan tanda terima pendaftaran.
(4) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. ditandatangani oleh pimpinan LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain atau kuasa khusus yang ditunjuk oleh pimpinan LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain; dan
b. menggunakan formulir pendaftaran sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran I Huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(5) Dalam hal diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan kewajiban pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi, Direktur Jenderal Pajak secara jabatan dapat menetapkan LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain sebagai pihak yang wajib menyampaikan laporan yang berisi informasi keuangan sebagaimaan dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1).
(6) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penetapan secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), tidak menunda kewajiban penyampaian laporan yang berisi informasi keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1).
Pasal 19
(1) Laporan informasi keuangan yang wajib disampaikan oleh LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dalam satu tahun kelender, paling sedikit memuat:
a. identitas Pemegang Rekening Keuangan;
b. nomor Rekening Keuangan;
c. identitas LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain;
d. saldo atau nilai Rekening Keuangan; dan
e. penghasilan yang terkait dengan Rekening Keuangan.
(2) Rekening Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Rekening Keuangan yang dimiliki oleh:
a. orang pribadi warga negara Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia;
b. orang pribadi warga negara asing yang bertempat tinggal di Indonesia, selain yang telah disampaikan dalam rangka penyampaian laporan yang berisi informasi keuangan dalam rangka pelaksanaan perjanjian internasional; atau
b. entitas yang berkedudukan di Indonesia.
(3) Saldo atau nilai Rekening Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan agregat saldo atau nilai dari satu Rekening Keuangan atau lebih yang dimiliki oleh satu Pemegang Rekening Keuangan dalam suatu LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain per 31 Desember pada tahun kalender pelaporan.
(4) Saldo atau nilai Rekening Keuangan yang disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. untuk LJK pada sektor perbankan merupakan:
1) Rekening Keuangan yang dimiliki orang pribadi, saldo atau nilai dari satu Rekening Keuangan atau lebih dengan jumlah paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) atau dengan mata uang asing yang nilainya setara; atau
2) Rekening Keuangan yang dimiliki entitas, tidak terdapat batasan saldo atau nilai Rekening Keuangan.
b. untuk LJK pada sektor perasuransian merupakan Rekening Keuangan yang dimiliki orang pribadi atau entitas dengan tidak terdapat batasan saldo atau nilai Rekening Keuangan, namun terbatas untuk polis asuransi dengan nilai pertanggungan paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) atau dengan mata uang asing yang nilainya setara.
c. untuk Entitas Lain pada sektor perkoperasian merupakan Rekening Keuangan yang dimiliki orang pribadi atau entitas dengan nilai saldo paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) atau dengan mata uang asing yang nilainya setara.
d. untuk LJK pada sektor pasar modal serta Entitas Lain pada sektor perdagangan berjangka komoditi merupakan Rekening Keuangan yang dimiliki orang pribadi atau entitas dengan tidak terdapat batasan saldo atau nilai Rekening Keuangan.
(5) Dalam hal tidak terdapat Rekening Keuangan yang wajib dilaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam satu tahun kalender, LJK, LJK Lainnya, dan/ atau Entitas Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) tetap wajib menyampaikan laporan nihil.
(6) Daftar serta rincian:
a. LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lainnya yang diwajibkan menyampaikan laporan yang berisi informasi keuangan; dan
b. informasi keuangan termasuk batasan saldo atau nilai Rekening Keuangan yang wajib dilaporkan LJK selain sektor Perbankan, LJK Lainnya dan/atau Entitas Lain,
tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 20
(1) Kewajiban penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dilakukan dalam bentuk dokumen elektronik yang disampaikan dengan:
a. mekanisme elektronik yang dilakukan secara online; atau
b. mekanisme nonelektronik yang dilakukan secara langsung.
(2) Laporan yang disampaikan dengan mekanisme elektronik atau mekanisme nonelektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan rincian informasi tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini dan format yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 21
(1) Penyampaian laporan secara online sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf a dilakukan melalui aplikasi yang dikembangkan dan disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak secara mandiri atau secara bersama-sama dengan LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain.
(2) Terhadap penyampaian laporan secara online sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak memberikan bukti penerimaan.
Pasal 22
(1) Penyampaian laporan secara langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b dilakukan dalam hal:
a. aplikasi secara online sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf a belum tersedia;
b. sistem atau fasilitas komunikasi yang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi keuangan secara online belum tersedia di daerah tempat kedudukan LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain;
c. sistem atau fasilitas komunikasi yang dimiliki LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain mengalami gangguan teknis;
d. keadaan yang secara nyata menyebabkan LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain tidak dapat menyampaikan informasi keuangan secara online (force majeure);
e. sistem atau fasilitas komunikasi Direktorat Jenderal Pajak mengalami kerusakan dan/atau gangguan; dan/atau
f. keadaan lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(2) Penyampaian laporan secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. penyampaian melalui metode pengamanan atau enkripsi yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak; dan
b. disampaikan dengan menggunakan compact disk, flash disk, atau media penyimpanan elektronik lain ke KPDE atau melalui KPP tempat LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain terdaftar sebagai Wajib Pajak.
(3) Terhadap penyampaian laporan secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak memberikan bukti penerimaan.
Pasal 23
(1) Penyampaian laporan secara online sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf a wajib dilakukan paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir tahun kalender melalui aplikasi yang dikembangkan dan disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
(2) Penyampaian laporan secara langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b wajib dilakukan paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir tahun kalender.
(3) Apabila batas waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bertepatan dengan hari Sabtu, hari Minggu, hari libur nasional, hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan pemilihan umum, atau cuti bersama secara nasional, penyampaian laporan dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya.
(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan:
a. untuk pertama kali pada tahun 2018, yang berisi informasi keuangan yang tercatat sampai dengan tanggal 31 Desember 2017; dan
b. untuk setelah tahun 2018, yang berisi informasi keuangan yang tercatat sampai dengan tanggal 31 Desember tahun sebelumnya.
Pasal 24
(1) Pimpinan LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain bertanggung jawab atas pemenuhan penyampaian laporan yang berisi informasi keuangan secara otomatis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a.
(2) Pimpinan LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menunjuk atau menetapkan pejabat dibawahnya sebagai petugas pelaksana dalam rangka penyampaian informasi keuangan secara otomatis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a.
(3) LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain menyampaikan identitas petugas pelaksana yang ditunjuk atau ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bersamaan dengan saat pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1).
(4) Dalam hal terjadi penggantian pimpinan dan/atau petugas pelaksana, LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain harus menyampaikan informasi mengenai identitas pimpinan dan/atau petugas pelaksana yang baru bersamaan dengan penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a.
Bagian Kedua
Pemberian Informasi dan/atau Bukti atau Keterangan
Berdasarkan Permintaan
Pasal 25
(1) Selain menerima laporan yang berisi informasi keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, Direktur Jenderal Pajak dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan berwenang untuk meminta informasi dan/atau bukti atau keterangan dari LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain, baik kantor pusat, kantor cabang, maupun unit yang mengelola informasi dan/atau bukti atau keterangan dimaksud, melalui surat permintaan.
(2) LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain wajib memberikan informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal Pajak.
(3) Pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain untuk pelaksanaan kegiatan:
a. pengawasan terhadap Wajib Pajak, termasuk untuk kegiatan ekstensifikasi, intelijen, atau penilaian;
b. pemeriksaan;
c. penagihan pajak;
d. pemeriksaan bukti permulaan;
e. penyidikan pajak; atau
f. penyelesaian upaya hukum perpajakan, misalnya keberatan, pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak, atau pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi.
Pasal 26
(1) Pelaksanaan permintaan informasi dan/atau bukti atau keterangan untuk kepentingan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dapat dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak atau Kepala Kanwil DJP atas nama Direktur Jenderal Pajak.
(2) Direktur Jenderal Pajak dapat melimpahkan kewenangan untuk meminta informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pejabat setingkat eselon II pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak.
(3) Pelaksanaan permintaan informasi dan/atau bukti atau keterangan untuk kepentingan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) huruf b dan huruf c dapat dilakukan oleh Kepala KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 27
(1) Permintaan informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) paling sedikit memuat:
a. informasi dan/atau bukti atau keterangan yang diminta;
b. format dan cara pemberian informasi dan/atau bukti atau keterangan yang diminta; dan
c. alasan dilakukannya permintaan tersebut.
(2) Permintaan informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara tertulis dengan menggunakan format sesuai dengan contoh tercantum dalam Lampiran I Huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 28
(1) LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain wajib memberikan informasi dan/atau bukti atau keterangan berdasarkan permintaan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak diterimanya permintaan tersebut.
(2) Apabila batas waktu pemberian informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertepatan dengan hari Sabtu, hari Minggu, hari libur nasional, hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan pemilihan umum, atau cuti bersama secara nasional, pemberian informasi dan/atau bukti atau keterangan dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya.
Pasal 29
(1) Informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) diberikan secara langsung kepada:
a. pihak yang melakukan permintaan informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26; atau
b. pihak yang ditunjuk oleh pihak yang melakukan permintaan informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26.
(2) Terhadap pemberian informasi dan/atau bukti atau keterangan secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak yang melakukan permintaan informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 memberikan bukti penerimaan.
BAB V
KERAHASIAAN
Pasal 30
(1) Informasi keuangan yang tercantum dalam laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 17 dan informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal 25 digunakan sebagai basis data perpajakan Direktorat Jenderal Pajak.
(2) Setiap informasi keuangan dan/atau informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan informasi yang wajib dijaga kerahasiaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan Perjanjian Internasional.
(3) Setiap pejabat, baik petugas pajak maupun pihak yang melakukan tugas di bidang perpajakan, dan tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dilarang membocorkan, menyebarluaskan, dan/atau memberitahukan informasi keuangan dan/atau informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pihak yang tidak berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(4) Setiap pejabat, baik petugas pajak maupun pihak yang melakukan tugas di bidang perpajakan, dan tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang tidak memenuhi kewajiban merahasiakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dipidana sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 41 Undang-Undang Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang.
BAB VI
PENGENAAN SANKSI
Pasal 31
(1) Direktur Jenderal Pajak menerbitkan permintaan klarifikasi kepada LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain dalam hal terdapat dugaan:
a. pelanggaran atas pemenuhan kewajiban prosedur identifikasi Rekening Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;
b. pelanggaran atas pemenuhan kewajiban penyelenggaraan, penyimpanan, dan pemeliharaan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10; dan/atau
c. pelanggaran berupa pembuatan pernyataan palsu atau penyembunyian atau pengurangan informasi yang sebenarnya dari:
1) laporan yang berisi informasi keuangan yang disampaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a; dan
2) informasi dan/atau bukti atau keterangan yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b.
(2) Permintaan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan menggunakan format sesuai dengan contoh tercantum dalam Lampiran I Huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 32
(1) Direktur Jenderal Pajak menerbitkan teguran tertulis kepada LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain dalam hal:
a. sampai dengan batas waktu 14 (empat belas) hari kalender sejak diterimanya permintaan klarifikasi:
1. LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain tidak memberikan klarifikasi; atau
2. LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain menyampaikan klarifikasi, namun penyampaian klarifikasi dimaksud belum sepenuhnya menjawab permintaan klarifikasi dari Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1);
b. kewajiban penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 atau Pasal 17 tidak dipenuhi; dan/atau
c. kewajiban pemberian informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 atau Pasal 25 tidak dipenuhi.
(2) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh tercantum dalam Lampiran I Huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 33
(1) Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan bukti permulaan, apabila sampai dengan batas waktu 14 (empat belas) hari kalender sejak diterimanya teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain:
a. diduga masih melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1);
b. tidak memenuhi kewajiban penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 atau Pasal 17; dan/atau
c. tidak memenuhi kewajiban pemberian informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 atau Pasal 25.
(2) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan bukti permulaan ditemukan bukti permulaan yang cukup, yang menunjukkan bahwa:
a. pimpinan dan/atau pegawai LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain; dan/atau
b. LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain,
melakukan pelanggaran dan/atau tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hasil pemeriksaan bukti permulaan dapat dilanjutkan dengan proses penyidikan untuk pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
(3) Tata cara pelaksanaan pemeriksaan bukti permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pemeriksaan bukti permulaan.
(4) Pelaksanaan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh penyidik pegawai negeri sipil Direktorat Jenderal Pajak.
BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 34
Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku:
a. Pasal 1 ayat (3) huruf b Peraturan Menteri Keuangan Nomor 87/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Permintaan Keterangan atau Bukti dari Pihak-Pihak yang Terikat oleh Kewajiban Merahasiakan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 264) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 235/PMK.03/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 87/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Permintaan Keterangan atau Bukti dari Pihak-Pihak yang Terikat oleh Kewajiban Merahasiakan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 2161); dan
b. Pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi Berdasarkan Perjanjian Internasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 376),
dinyatakan tidak berlaku sepanjang berkaitan dengan pelaksanaan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan berdasarkan Peraturan Menteri ini.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 35
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, terhadap permintaan keterangan atau bukti yang terikat kerahasiaan sebagaimana diatur dalam undang-undang di bidang perbankan dan telah diterbitkan surat permintaan Menteri Keuangan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 87/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Permintaan Keterangan atau Bukti dari Pihak-Pihak yang Terikat oleh Kewajiban Merahasiakan namun belum diberikan izin tertulis oleh Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, permintaan keterangan atau bukti dimaksud dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri ini.
BAB IX
PENUTUP
Pasal 36
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Mei 2017
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 Juni 2017
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 NOMOR 771
Status PMK-70/PMK.03/2017 Tanggal 31 Mei 2017 Tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan sebagai berikut :
- PMK-70/PMK.03/2017 ditetapkan pada tanggal 31 Mei 2017 dan mulai berlaku sejak tanggal 2 Juni 2017.
- PMK-70/PMK.03/2017 telah diubah dengan PMK-73/PMK.03/2017 Tanggal 12 Juni 2017 Tentang Perubahan Atas PMK-70/PMK.03/2017 Tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan.
Baca Juga :