Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PMK-116/PMK.04/2019 Tentang Pembebasan Atau Keringanan Bea Masuk Dan/Atau Pembebasan PPN Atas Impor Barang Dalam Rangka Kontrak Karya Atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara

PMK-116/PMK.04/2019 Tanggal 13 Agustus 2019 Tentang Pembebasan Atau Keringanan Bea Masuk Dan/Atau Pembebasan PPN Atas Impor Barang Dalam Rangka Kontrak Karya Atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara mengatur tentang :  

- Pembebasan atau keringanan Bea Masuk dan atau Pembebasan PPN atas Impor barang dalam rangka KK atau PKP2B.

- Pemindahan atas barang impor yang mendapatkan fasilitas pembebasan atau keringanan Bea Masuk dan/atau pembebasan PPN dalam rangka KK atau PKP2B


PMK-116/PMK.04/2019 Tanggal 13 Agustus 2019 Tentang Pembebasan Atau Keringanan Bea Masuk Dan/Atau Pembebasan PPN Atas Impor Barang Dalam Rangka Kontrak Karya Atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara selengkapnya :  


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 116/PMK.04/2019

TENTANG

PEMBEBASAN ATAU KERINGANAN BEA MASUK DAN/ATAU
PEMBEBASAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS IMPOR BARANG
DALAM RANGKA KONTRAK KARYA ATAU PERJANJIAN KARYA
PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN BATUBARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 259/PMK.04/2016 tentang Pembebasan atau Keringanan Bea Masuk dan/atau Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor Barang dalam rangka Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara;

b. bahwa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara, Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara dapat melakukan perubahan bentuk pengusahaan pertambangan menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK);

c. bahwa sehubungan dengan hal sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan untuk lebih meningkatkan pelayanan perpajakan dan kepabeanan di bidang pertambangan mineral dan batubara, tertib administrasi, pengawasan, dan kepastian hukum dalam memberikan perlakuan perpajakan dan kepabeanan atas impor barang dalam rangka Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara, sehingga perlu mengganti Peraturan Menteri Keuangan Nomor 259/PMK.04/2016 tentang Pembebasan atau Keringanan Bea Masuk dan/atau Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor Barang dalam rangka Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10Tahun1995tentang Kepabeanan sebagaimana telahdiubahdenganUndang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pembebasan atau Keringanan Bea Masuk dan/atau Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor Barang dalam rangka Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara;

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);

2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBEBASAN ATAU KERINGANAN BEA MASUK DAN/ATAU PEMBEBASAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS IMPOR BARANG DALAM RANGKA KONTRAK KARYA ATAU PERJANJIAN KARYA PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN BATUBARA.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Pemindahtanganan adalah pemindahan hak, alih aset, penjualan, tukar-menukar, hibah, atau penghapusan dari aset perusahaan.

2. Pemusnahan adalah kegiatan menghilangkan wujud dan bentuk asal suatu barang menjadi suatu unsur atau senyawa yang tidak dapat dibentuk menjadi barang asal.

3. Kontrak Karya yang selanjutnya disingkat KK adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia dalam rangka penanaman modal asing untuk melaksanakan usaha pertambangan bahan galian, tidak termasuk minyak bumi, gas alam, panas bumi, radioaktif, dan batubara.

4. Perjanjian Kerjasama/Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara yang selanjutnya disingkat PKP2B adalah perjanjian kerjasama/karya antara Pemerintah Republik Indonesia dengan kontraktor untuk melaksanakan pengusahaan pertambangan batubara.

5. Kontraktor KK atau PKP2B yang selanjutnya disebut Kontraktor adalah badan usaha yang melakukan pengusahaan pertambangan mineral atau batubara, baik dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).

6. Operasi Produksi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan yang meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan, pemurnian, termasuk pengangkutan dan penjualan serta sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan.

7. Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah sistem integrasi seluruh layanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada semua pengguna jasa yang bersifat publik dan berbasis web.

8. Sistem INSW yang selanjutnya disingkat SINSW adalah Sistem Elektronik yang mengintegrasikan sistem dan/atau informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan, dokumen kekarantinaan, dokumen perizinan, dokumen kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan dokumen lain, yang terkait dengan ekspor dan/atau impor, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis.

9. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.

10. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

11. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.

12. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhi kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan.

BAB II

PEMBEBASAN ATAU KERINGANAN BEA MASUK DAN/ATAU
PEMBEBASAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS IMPOR
BARANG DALAM RANGKA KK ATAU PKP2B

Pasal 2

(1) Pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang dalam rangka KK atau PKP2B dapat diberikan kepada:

a. Kontraktor yang kontraknya mencantumkan ketentuan mengenai pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang dalam rangka KK atau PKP2B; dan

b. Kontraktor yang kontraknya mencantumkan ketentuan mengenai jangka waktu pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang dalam rangka KK atau PKP2B.

(2) Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas impor Barang Kena Pajak dalam rangka KK atau PKP2B dapat diberikan kepada:

a. Kontraktor yang kontraknya mencantumkan ketentuan mengenai pemberian pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas impor Barang Kena Pajak dalam rangka KK atau PKP2B; dan

b. Kontraktor yang kontraknya mencantumkan ketentuan mengenai jangka waktu pemberian pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas impor Barang Kena Pajak dalam rangka KK atau PKP2B.

(3) Pembebasan atau keringanan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberikan sesuai dengan jangka waktu yang tercantum dalam kontrak.

Pasal 3

(1) Pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang dalam rangka KK atau PKP2B dapat diberikan kepada:

a. Kontraktor yang kontraknya mencantumkan ketentuan mengenai pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang dalam rangka KK atau PKP2B; dan

b. Kontraktor yang kontraknya tidak mencantumkan ketentuan mengenai jangka waktu pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang dalam rangka KK atau PKP2B.

(2) Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas impor Barang Kena Pajak dalam rangka KK atau PKP2B dapat diberikan kepada:

a. Kontraktor yang kontraknya mencantumkan ketentuanmengenai pemberian pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas impor Barang Kena Pajak dalam rangka KK atau PKP2B; dan

b. Kontraktor yang kontraknya tidak mencantumkan ketentuan mengenai jangka waktu pemberian pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas impor Barang Kena Pajak dalam rangka KK atau PKP2B.

(3) Pembebasan atau keringanan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberikan sejak tanggal ditandatanganinya kontrak sampai dengan tahun kesepuluh dari periode Operasi Produksi.

Pasal 4

Pembebasan atau keringanan bea masuk dapat diberikan sampai dengan berakhirnya masa kontrak kepada:

a. Kontraktor PKP2B yang kontraknya ditandatangani sebelum tahun 1990;

b. Kontraktor PKP2B yang kontraknya mencantumkan ketentuan mengenai pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang dalam rangka PKP2B;

c. Kontraktor PKP2B yang kontraknya tidak mencantumkan ketentuan mengenai jangka waktu pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk; dan

d. Kontraktor PKP2B yang barang impornya merupakan Barang Milik Negara.

Pasal 5

(1) Pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang dalam rangka KK atau PKP2B dapat diberikan kepada Kontraktor yang kontraknya mencantumkan ketentuan mengenai pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor Barang dalam rangka KK atau PKP2B sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas impor Barang Kena Pajak dalam rangka KK atau PKP2B dapat diberikan kepada:

a. Kontraktor yang kontraknya tidak mencantumkan ketentuan mengenai pemberian pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas impor Barang Kena Pajak dalam rangka KK atau PKP2B; atau

b. Kontraktor yang kontraknya mencantumkan ketentuan mengenai pemberian pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas impor Barang Kena Pajak dalam rangka KK atau PKP2B sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan,

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur ketentuan mengenai perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas impor Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pungutan bea masuk.

(3) Pembebasan atau keringanan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberikan sejak tanggal ditandatanganinya kontrak sampai dengan tahun kesepuluh dari periode Operasi Produksi.

Pasal 6

Dalam hal Kontraktor mengoperasikan lebih dari 1 (satu) wilayah pertambangan, tahun kesepuluh periode Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) atau Pasal 5 ayat (3) dihitung dari tanggal dimulainya operasi pada wilayah pertambangan yang pertama.

Pasal 7

(1) Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK atau PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 5.

(2) Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat elemen data sebagai berikut:

a. nomor dan tanggal Keputusan Menteri Keuangan;

b. nama perusahaan Kontraktor;

c. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

d. alamat Kontraktor;

e. dasar kontrak;

f. Kantor Pabean tempat pemasukan barang;

g. pelabuhan pemasukan barang;

h. jenis, jumlah, dan satuan barang;

i. spesifikasi barang;

j. perkiraan harga/nilai impor;

k. negara asal; dan

l. jenis fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai.

(3) Dalam hal elemen data jenis barang dalam Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf h memuat data secara terperinci atau terurai, importasi barang dapat dilakukan dalam keadaan terurai.

(4) Dalam menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri harus memperhatikan KK atau PKP2B yang menjadi dasar penerbitan Keputusan Menteri Keuangan.

(5) Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibuat paling sedikit dalam 4 (empat) rangkap dengan peruntukan sebagai berikut:

Rangkap 1 (satu) : Kontraktor KK atau PKP2B;

Rangkap 2 (dua) : Direktur Jenderal Pajak;

Rangkap 3 (tiga) : Direktur Jenderal Bea dan Cukai;

Rangkap 4 (empat) : Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.

Pasal 8

Pemenuhan kewajiban kepabeanan atas impor barang yang mendapatkan pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK atau PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 5, dilaksanakan di Kantor Pabean tempat pemasukan barang yang tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan.

Pasal 9

(1) Impor barang yang tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), wajib membayar bea masuk dan/atau dipungut Pajak Pertambahan Nilai.

(2) Dalam hal terjadi keadaan kahar (force majeure):

a. dokumen invoice yang telah disetujui oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atau pejabat yang ditunjuk; dan

b. surat keterangan dari instansi berwenang yang dilampiri dengan bukti yang mendukung keadaan kahar (force majeure),

dapat dipergunakan sebagai pengganti Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).

BAB III

PEMINDAHTANGANAN ATAS BARANG IMPOR YANG
MENDAPATKAN FASILITAS PEMBEBASAN ATAU
KERINGANAN BEA MASUK DAN/ATAU PEMBEBASAN PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI DALAM RANGKA KK ATAU PKP2B

Bagian Kesatu

Jangka Waktu Pemindahtanganan

Pasal 10

(1) Atas barang impor yang mendapatkan pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK atau PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 5, dapat dilakukan Pemindahtanganan.

(2) Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor.

(3) Ketentuan mengenai jangka waktu Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak berlaku dalam hal:

a. terjadi keadaan kahar (force majeure) yang dibuktikan dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang;

b. ekspor kembali;

c. Kontraktor diputuskan pailit oleh Pengadilan Niaga; atau

d. dipindah tangankan kepada pihak lain yang mendapatkan fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai.

Bagian Kedua

Permohonan Izin Pemindahtanganan

Pasal 11

(1) Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), dilakukan setelah mendapatkan izin dari Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan.

(2) Untuk mendapatkan izin Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kontraktor mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan dengan menyebutkan alasan Pemindahtanganan dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan dokumen berupa:

a. surat rekomendasi dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;

b. surat rekomendasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal, dalam hal Pemindahtanganan dilakukan setelah 2 (dua) tahun sampai dengan 5 (lima) tahunterhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor;

c. Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas barang yang akan dipindahtangankan beserta Lampiran Keputusan Menteri Keuangan dimaksud;

d. pemberitahuan pabean impor yang telah mendapatkan nomor pendaftaran;

e. daftar barang yang akan dipindahtangankan;

f. surat keterangan dari instansi yang berwenang dan dilampiri dengan bukti yang mendukung keadaan kahar (force majeure), dalam hal Pemindahtanganan dilakukan karena keadaan kahar (force majeure);

g. Putusan Pengadilan Niaga yang menyatakan Kontraktor pailit, dalam hal Kontraktor pailit;

h. Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK atau PKP2B atas nama pihak yang menerima Pemindahtanganan, dalam hal dipindahtangankan kepada sesama penerima pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK atau PKP2B;

i. foto barang yang akan dipindahtangankan; dan

j. Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), dalam hal Kontraktor melakukan perubahan bentuk pengusahaan pertambangannya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

(4) Daftar barang yang akan dipindahtangankan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e, paling sedikit memuat elemen data sebagai berikut:

a. uraian barang;

b. spesifikasi teknis barang;

c. jumlah dan satuan barang;

d. nomor dan tanggal Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas barang yang akan dipindahtangankan dan nomor urut barang yang tercantum dalam Lampiran Keputusan Menteri Keuangan dimaksud;

e. Kantor Pabean tempat pemasukan barang;

f. nomor dan tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor; dan

g. tanda tangan pimpinan Kontraktor.

(5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara elektronik melalui SINSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

(6) Dalam hal SINSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (5) belum dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara manual dalam bentuk salinan cetak (hardcopy) atau salinan digital (softcopy).

(7) Dalam hal dokumen lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah tersedia dalam SINSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kontraktor tidak perlu menyampaikan kembali dokumen lampiran tersebut kepada Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan.

Pasal 12

(1) Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk di Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan, melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan untuk mendapatkan izin Pemindahtanganan dalam permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2).

(2) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan tidak lengkap, Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan menerbitkan surat pengembalian dokumen dengan menyebutkan alasan pengembalian.

(3) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sesuai, ditindaklanjuti sebagai berikut:

a. Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan, atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian izin pemindahtanganan barang impor yang mendapatkan pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK atau PKP2B dengan tanpa kewajiban membayar bea masuk dan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang, dalam hal Pemindahtanganan tanpa disertai dengan kewajiban membayar bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai; atau

b. Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan, atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian izin pemindahtanganan barang impor yang mendapatkan pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK atau PKP2B disertai dengan kewajiban membayar bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai yang terutang, dalam hal Pemindahtanganan disertai dengan kewajiban membayar bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai.

(4) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan tidak sesuai, Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan membuat surat penolakan permohonan izin Pemindahtanganan dengan menyebutkan alasan penolakan.

(5) Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan memberikan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4) paling lama 5 (lima) jam kerja terhitung sejak permohonan izin pemindahtanganan diterima secara lengkap dan sesuai.

(6) Dalam hal SINSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai belum dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4) diberikan paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak permohonan izin pemindahtanganan diterima secara lengkap dan sesuai.

(7) Salinan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disampaikan kepada direktur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tugas dan fungsinya di bidang pemberian fasilitas kepabeanan.

(8) Dalam hal Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan bukan merupakan Kantor Pabean tempat pemasukan barang, salinan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) juga disampaikan kepada Kepala Kantor Pabean tempat pemasukan barang.

(9) Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat digunakan oleh direktur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tugas dan fungsinya di bidang pemberian fasilitas kepabeanan untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap Pemindahtanganan barang impor yang mendapatkan pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK atau PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 5.

(10) Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku selama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diterbitkan.

(11) Surat pengembalian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan surat penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf B, Lampiran huruf C, Lampiran huruf D, dan Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 13

(1) Terhadap Pemindah tanganan barang impor yang mendapatkan pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 5 yang dilakukan setelah 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor, dikecualikan dari ketentuan mendapatkan izin dari Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1).

(2) Kontraktor yang telah melakukan Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib menyampaikan laporan realisasi Pemindahtanganan kepada Kepala Kantor Pabean tempat barang yang telah dipindahtangankan.

(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pelaksanaan Pemindahtanganan.

(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Bagian Ketiga

Pengenaan Bea Masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai

Pasal 14

(1) Terhadap Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) terutang bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai.

(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika:

a. Pemindahtanganan dilakukan:

1. setelah 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor, untuk pembebasan atau keringanan bea masuk; dan/atau

2. setelah 4 (empat) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor, untuk pembebasan Pajak Pertambahan Nilai.

b. terjadi keadaan kahar (force majeur) yang dibuktikan dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang;

c. ekspor kembali; atau

d. dipindahtangankan kepada perusahaan lain yang mendapatkan pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai.

Bagian Keempat

Pembayaran Bea Masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai

Pasal 15

(1) Kontraktor membayar bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian izin pemindahtanganan barang impor dalam rangka KK atau PKP2B disertai dengan kewajiban membayar bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagai dokumen dasar pembayaran bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai yang terutang.

(2) Pembayaran bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan berdasarkan pada klasifikasi, pembebanan, dan nilai pabean dalam pemberitahuan pabean impor pada saat pemasukan.

(3) Pemenuhan kewajiban kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan.

Bagian Kelima

Penyelesaian Pemindahtanganan

Pasal 16

(1) Kontraktor yang telah memperoleh Keputusan Menteri Keuangan mengenai izin Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) dan akan melaksanakan Pemindahtanganan barang, harus terlebih dahulu mengajukan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan.

(2) Terhadap Pemindahtanganan yang disertai dengan kewajiban membayar bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf b, pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan bukti pembayaran bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai.

(3) Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk di Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan melakukan pemeriksaan fisik terhadap barang yang akan dipindahtangankan dan membuat laporan hasil pemeriksaan fisik.

(4) Dalam hal hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan sesuai, Pemindahtanganan dapat dilaksanakan dan Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) membuat berita acara Pemindahtanganan dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(5) Dalam hal hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan tidak sesuai, Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan memberitahukan kepada Kontraktor bahwa atas barang yang dinyatakan tidak sesuai tersebut tidak dapat dilaksanakan Pemindahtanganan.

Bagian Keenam

Pemindahtanganan Barang Milik Negara

Pasal 17

Tata laksana Pemindahtanganan barang impor untuk dipakai yang mendapat pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK atau PKP2B yang berstatus Barang Milik Negara, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Barang Milik Negara.

BAB IV

EKSPOR KEMBALI ATAS BARANG IMPOR
YANG MENDAPATKAN FASILITAS PEMBEBASAN ATAU
KERINGANAN BEA MASUK DAN/ATAU PEMBEBASAN PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI DALAM RANGKA KK ATAU PKP2B

Bagian Kesatu

Ekspor Kembali

Pasal 18

Kontraktor dapat melakukan ekspor kembali atas barang impor yang mendapat pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK atau PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 5 dengan mengajukan pemberitahuan pabean ekspor ke Kantor Pabean tempat dilakukan ekspor kembali.

Bagian Kedua

Dokumen Ekspor Kembali

Pasal 19

(1) Pengajuan pemberitahuan pabean ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, dilampiri dengan:

a. surat rekomendasi dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;

b. surat rekomendasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal, dalam hal ekspor kembali dilakukan sebelum 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor;

c. Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas barang yang akan dilakukan ekspor kembali dan Lampiran Keputusan Menteri Keuangan dimaksud;

d. pemberitahuan pabean impor yang telah mendapatkan nomor pendaftaran;

e. daftar barang yang akan dilakukan ekspor kembali;

f. foto barang yang akan dilakukan ekspor kembali; dan

g. Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), dalam hal Kontraktor melakukan perubahan bentuk pengusahaan pertambangannya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

(2) Daftar barang yang akan dilakukan ekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, paling sedikit memuat elemen data sebagai berikut:

a. uraian barang;

b. spesifikasi teknis barang;

c. jumlah dan satuan barang;

d. nomor dan tanggal Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas barang impor yang akan dilakukan ekspor kembali dan nomor urut barang yang akan dilakukan ekspor kembali pada Lampiran Keputusan Menteri Keuangan dimaksud;

e. Kantor Pabean tempat pemasukan barang;

f. nomor dan tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor; dan

g. tanda tangan pimpinan Kontraktor.

(3) Atas pengajuan pemberitahuan pabean ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, dilakukan pemeriksaan fisik oleh Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean tempat dilakukan ekspor kembali.

(4) Tata cara ekspor kembali dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata laksana kepabeanan di bidang ekspor.

Pasal 20

Dalam hal Kantor Pabean tempat dilakukan ekspor kembali bukan merupakan Kantor Pabean tempat pemasukan barang, Kepala Kantor Pabean tempat dilakukan ekspor kembali mengirimkan surat pemberitahuan ekspor kembali barang impor untuk dipakai yang mendapat pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK atau PKP2B kepada direktur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan dan Kepala Kantor Pabean tempat pemasukan barang.

Bagian Ketiga

Dibebaskan dari Kewajiban Membayar Bea Masuk dan/atau
Pajak Pertambahan Nilai

Pasal 21

Kontraktor yang melakukan ekspor kembali barang impor yang mendapat pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK atau PKP2B, dibebaskan dari kewajiban untuk membayar bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai yang terutang.

BAB V

PEMUSNAHAN ATAS BARANG IMPOR YANG MENDAPATKAN
FASILITAS PEMBEBASAN ATAU KERINGANAN BEA MASUK
DAN/ATAU PEMBEBASAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
DALAM RANGKA KK ATAU PKP2B

Bagian Kesatu

Jangka Waktu Pemusnahan

Pasal 22

(1) Atas barang impor yang mendapatkan pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK atau PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 5, dapat dilakukan Pemusnahan.

(2) Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor.

(3) Ketentuan mengenai jangka waktu Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal terjadi keadaan kahar (force majeure).

Bagian Kedua

Permohonan Izin Pemusnahan

Pasal 23

(1) Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1), dilakukan setelah mendapatkan izin dari Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dimusnahkan.

(2) Untuk mendapatkan izin Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kontraktor harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dimusnahkan dengan menyebutkan alasan Pemusnahan dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilampiri dengan:

a. surat rekomendasi dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;

b. surat rekomendasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal, dalam hal Pemusnahan dilakukan setelah 2 (dua) tahun sampai dengan 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor;

c. Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas barang yang akan dimusnahkan dan Lampiran Keputusan Menteri Keuangan dimaksud yang mencantumkan barang yang akan dimusnahkan;

d. pemberitahuan pabean impor yang telah mendapatkan nomor pendaftaran;

e. daftar barang yang akan dilakukan Pemusnahan;

f. surat keterangan dari instansi yang berwenang dan dilampiri dengan bukti yang mendukung keadaan kahar (force majeur), dalam hal Pemusnahan dilakukan karena keadaan kahar (force majeur);

g. foto barang yang akan dilakukan Pemusnahan; dan

h. Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), dalam hal Kontraktor melakukan perubahan bentuk pengusahaan pertambangannya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

(4) Daftar barang yang akan dilakukan Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e, paling sedikit memuat elemen data sebagai berikut:

a. uraian barang;

b. spesifikasi teknis barang;

c. jumlah dan satuan barang;

d. nomor dan tanggal Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas barang yang akan dimusnahkan dan nomor urut barang yang tercantum dalam Lampiran Keputusan Menteri Keuangan dimaksud;

e. Kantor Pabean tempat pemasukan barang;

f. nomor dan tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor; dan

g. tanda tangan pimpinan Kontraktor.

(5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara elektronik melalui SINSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

(6) Dalam hal SINSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (5) belum dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara manual dalam bentuk salinan cetak (hardcopy) atau salinan digital (softcopy).

(7) Dalam hal dokumen lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah tersedia dalam SINSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kontraktor tidak perlu menyampaikan kembali dokumen lampiran tersebut kepada Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dimusnahkan.

Pasal 24

(1) Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk di Kantor Pabean tempat barang akan dimusnahkan, melakukan penelitian terhadap pemenuhan seluruh persyaratan untuk mendapatkan izin Pemusnahan dalam permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2).

(2) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan tidak lengkap, Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dimusnahkan menerbitkan surat pengembalian dokumen dengan menyebutkan alasan pengembalian.

(3) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sesuai, Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dimusnahkan atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian izin pemusnahan barang impor dalam rangka KK atau PKP2B.

(4) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan tidak sesuai, Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dimusnahkan membuat surat penolakan permohonan Pemusnahan dengan menyebutkan alasan penolakan.

(5) Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dimusnahkan memberikan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4) paling lama 5 (lima) jam kerja terhitung sejak permohonan izin pemusnahan diterima secara lengkap dan sesuai.

(6) Dalam hal SINSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4) diberikan paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak permohonan izin pemusnahan diterima secara lengkap dan sesuai.

(7) Salinan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disampaikan kepada direktur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tugas dan fungsinya di bidang pemberian fasilitas kepabeanan.

(8) Dalam hal Kantor Pabean tempat barang yang akan dimusnahkan bukan merupakan Kantor Pabean tempat pemasukan barang, salinan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) juga disampaikan kepada Kepala Kantor Pabean tempat pemasukan barang.

(9) Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat digunakan oleh direktur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tugas dan fungsinya di bidang pemberian fasilitas kepabeanan untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pemusnahan barang impor untuk dipakai yang mendapat pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK atau PKP2B.

(10) Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku selama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak diterbitkan.

(11) Surat pengembalian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan surat penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf I, Lampiran huruf J, dan Lampiran huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 25

(1) Terhadap Pemusnahan barang impor yang mendapatkan pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 5, yang dilakukan setelah 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor, dikecualikan dari ketentuan mendapatkan izin dari Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1).

(2) Kontraktor yang telah melakukan Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib menyampaikan laporan realisasi Pemusnahan kepada Kepala Kantor Pabean tempat barang yang telah dimusnahkan.

(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pelaksanaan Pemusnahan.

(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf L.

Bagian Ketiga

Perlakuan terhadap Barang Impor yang Mendapatkan
Pembebasan atau Keringanan Bea Masuk dan/atau
Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai yang Masih Bernilai
Ekonomis Setelah Dilakukan Pemusnahan

Pasal 26

(1) Terhadap barang impor yang mendapatkan pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK atau PKP2B yang telah dimusnahkan, dibebaskan dari kewajiban membayar bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai yang terutang.

(2) Pembebasan dari kewajiban membayar bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila setelah dilakukan Pemusnahan barang tersebut masih mempunyai nilai ekonomis.

(3) Pembayaran bea masuk yang terutang untuk barang yang masih mempunyai nilai ekonomis setelah dilakukan Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan berdasarkan harga transaksi penjualan dengan ketentuan:

a. jika pembebanan bea masuknya sebesar 5% (lima persen) atau lebih, dikenakan pembebanan 5% (lima persen); atau

b. jika pembebanan bea masuknya di bawah 5% (lima persen), dikenakan pembebanan sesuai jenis barang.

(4) Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang terutang untuk barang yang masih mempunyai nilai ekonomis setelah dilakukan Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

(5) Pemenuhan kewajiban kepabeanan atas barang yang masih mempunyai nilai ekonomis setelah dilakukan Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) yang menjadi dokumen dasar pembayaran bea masuk dan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang.

(6) Pemenuhan kewajiban kepabeanan atas barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pemusnahan.

(7) Barang yang masih mempunyai nilai ekonomis setelah dilakukan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikecualikan dari kewajiban membayar bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai dengan ketentuan sebagai berikut:

a. untuk pengecualian dari kewajiban membayar bea masuk, apabila Pemusnahan dilakukan dalam jangka waktu setelah 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor; dan/atau

b. untuk pengecualian dari kewajiban membayar Pajak Pertambahan Nilai, apabila Pemusnahan dilakukan dalam jangka waktu setelah 4 (empat) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor.

Bagian Keempat

Penyelesaian Pemusnahan

Pasal 27

(1) Kontraktor yang telah memperoleh Keputusan Menteri Keuangan mengenai izin Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) dan akan melaksanakan Pemusnahan barang, harus terlebih dahulu mengajukan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dimusnahkan.

(2) Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk di Kantor Pabean tempat barang yang akan dimusnahkan melakukan pemeriksaan fisik terhadap barang yang akan dimusnahkan dan membuat laporan hasil pemeriksaan fisik.

(3) Dalam hal hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan sesuai, Pemusnahan dapat dilaksanakan dan Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) membuat berita acara Pemusnahan dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf M yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(4) Dalam hal hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan tidak sesuai, Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dimusnahkan memberitahukan kepada Kontraktor bahwa atas barang yang dinyatakan tidak sesuai tersebut tidak dapat dilaksanakan Pemusnahan.

BAB VI

KEWAJIBAN

Bagian Kesatu

Kewajiban Pembukuan

Pasal 28

KK atau PKP2B wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi keuangan.

Bagian Kedua

Penyampaian Surat, Keputusan Menteri Keuangan,
dan Laporan Realisasi

Pasal 29

(1) Penyampaian Surat, Keputusan Menteri dan Laporan Realisasi berupa:

a. Surat pengembalian dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dan Pasal 24 ayat (2);

b. Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf a dan Pasal 24 ayat (3) huruf a;

c. Surat penolakan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf b dan Pasal 24 ayat (3) huruf b;

d. Laporan realisasi Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2);

e. Laporan realisasi Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2);

dilakukan secara elektronik melalui SINSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

(2) Dalam hal SINSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, penyampaian surat, Keputusan Menteri Keuangan atau laporan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dapat disampaikan secara manual dalam bentuk salinan cetak (hardcopy) atau salinan digital (softcopy).

BAB VII

PENGAWASAN

Bagian Kesatu

Audit

Pasal 30

(1) Terhadap Kontraktor yang mendapatkan pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK atau PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 5 dapat dilakukan audit.

(2) Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal Pajak.

(3) Dalam pelaksanaan kegiatan audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kontraktor wajib memberikan keterangan dan dokumen yang diperlukan.

(4) Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai audit.

Bagian Kedua

Monitoring dan Evaluasi

Pasal 31

(1) Agar pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk lebih tepat sasaran, serta dalam rangka penyempurnaan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, dan harmonisasi kebijakan di bidang fasilitas pertambangan, direktur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan dapat melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang untuk kegiatan dalam rangka KK atau PKP2B.

(2) Kegiatan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan kepada:

a. Kontraktor KK; atau

b. Kontraktor PKP2B.

(3) Dalam hal berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan adanya indikasi pelanggaran atau penyalahgunaan atas pembebasan atau keringanan bea masuk yang telah diberikan, direktur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan dapat merekomendasikan untuk dilakukan audit atau penelitian lebih lanjut oleh unit yang tugas dan fungsinya di bidang pengawasan.

(4) Dalam pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kontraktor harus memberikan keterangan dan dokumen yang diperlukan.

BAB VIII

SANKSI

Pasal 32

(1) Dalam hal Pemindahtanganan, ekspor kembali, dan Pemusnahan, tidak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), Pasal 11 ayat (1), Pasal 18, Pasal 22 ayat (2), Pasal 23 ayat (1), dan Pasal 26 ayat (6), Kontraktor wajib membayar:

a. bea masuk yang terutang;

b. Pajak Pertambahan Nilai; dan/atau

c. sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan/atau perpajakan.

(2) Dalam hal berdasarkan hasil audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, Kontraktor ditemukan tidak menyampaikan:

a. laporan realisasi Pemindahtanganan; dan/atau

b. laporan realisasi Pemusnahan,

terhadap Kontraktor dimaksud dikenakan sanksi.

(3) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:

a. penundaan peranan pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK atau PKP2B; dan/atau

b. pemblokiran kegiatan kepabeanan berdasarkan manajemen risiko;

dikenakan sampai dengan diserahkannya laporan realisasi Pemindahtanganan dan/atau Pemusnahan.

BAB IX

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 33

Dalam hal:

a. Kontraktor melakukan perubahan bentuk pengusahaan pertambangannya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi; dan

b. Kontraktor dimaksud telah mengimpor barang dalam rangka KK atau PKP2B dengan mendapatkan fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 5,

Pemindah tanganan, ekspor kembali, dan/atau Pemusnahan terhadap barang yang telah diimpor dimaksud dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.

BAB X

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 34

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 259/PMK.04/2016 tentang Pembebasan atau Keringanan Bea Masuk dan/atau Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor Barang dalam rangka Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 28), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 35

Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 Agustus 2019

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 13 Agustus 2019

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA


BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2019 NOMOR 913




Status PMK-116/PMK.04/2019 Tanggal 13 Agustus 2019 Tentang Pembebasan Atau Keringanan Bea Masuk Dan/Atau Pembebasan PPN Atas Impor Barang Dalam Rangka Kontrak Karya Atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara sebagai berikut :  

- PMK-116/PMK.04/2019 ditetapkan pada tanggal 13 Agustus 2019 dan mulai 60 (enam puluh) hari sejak tanggal 13 Agustus 2019.   


Baca Juga :  


Peraturan Pajak Tentang Pertambangan