Perlakuan PPN Atas Barang/Aktiva/Harta Yang Musnah (Hilang) atau Rusak Sehingga Tidak Dapat Dipakai Lagi Karena Sebab Diluar Kekuasaan Pengusaha Kena Pajak atau Keadaan Kahar
Dalam menjalankan kegiatan usahanya Pengusaha Kena Pajak (PKP) kadang-kadang mengalami kejadian yang dapat memberikan kerugian bagi kegiatan usahanya.
- Barang Produksi atau Barang Dagangan atau Aktiva atau Harta yang musnah atau rusak sehingga tidak bisa dipakai lagi karena sebab diluar kekuasaan Pengusaha Kena Pajak seperti cacat produksi, jatuh dan yang hilang karena pencurian dan lain-lain.
- Barang Produksi atau Barang Dagangan atau Aktiva atau Harta yang musnah atau rusak sehingga tidak bisa dipakai lagi karena keadaan kahar seperti peperangan, kerusuhan, revolusi, bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan bencana lainnya.
Perlakuan PPN atas barang yang musnah atau rusak sehingga tidak dapat dipakai karena sebab diluar kekuasaan atau keadaan kahar adalah berdasarkan Pasal 19 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2022 Tanggal 2 Desember 2022 Tentang Penerapan Terhadap Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yaitu :
- Pasal 19 ayat (2) :
- Pasal 19 ayat (2) :
Atas Barang Kena Pajak yang musnah atau rusak sehingga tidak dapat digunakan lagi karena di luar kekuasaan Pengusaha Kena Pajak atau keadaan kahar, tidak mengakibatkan dilakukan penyesuaian Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dikreditkan sebagai Pajak Masukan atau dibebankan sebagai biaya untuk perolehan Barang Kena Pajak yang musnah atau rusak tersebut.
- Penjeasan Pasal 19 ayat (2) :
- Penjeasan Pasal 19 ayat (2) :
Yang dimaksud dengan “keadaan kahar” atau force majeure merupakan suatu kejadian yang terjadi di luar kemampuan manusia dan tidak dapat dihindarkan sehingga suatu kegiatan tidak dapat dilaksanakan atau tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya yang meliputi bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.
Keadaan kahar atau force majeure tersebut harus dinyatakan oleh pejabat/instansi yang berwenang.
Contoh 1 :
Kasus :
PT.Sambada Tunggul Permana adalah perusahaan yang mempunyai kegiatan usaha dibidang penjualan Alat Elektronik.
PT.Sambada Tunggul Permana telah terdaftar sebagai Wajib Pajak Badan dan Pengusaha Kena Pajak sejak Januari 2020.
Selama Januari sampai dengan Agustus 2025 PT.Sambada Tunggul Permana telah melakukan kegiatan pembelian dan penjualan Alat Elektronik serta telah melaporkan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran dalam laporan SPT Masa PPN Masa Januari sampai dengan Agustus 2025.
Pada tanggal 15 September 2025, Gudang PT.Sambada Tunggul Permana telah mengalami kebakaran dan telah dilaporkan kepada pihak kepolisian.
Dalam laporan yang telah diterima dan disahkan oleh pihak kepolisian, maka PT.Sambada Tunggul dinyatakan telah mengalami kerugian atas kebakaran Alat Elektonik sebesar Rp.500.000.000 (lima ratus juta) rupiah yang berasal dari pembelian bulan Januari sampai dengan Agustus 2025.
Perlakuaan Perpajakan :
Pajak Masukan sebesar PPN : Rp.55.000.000 (11% x 500.000.000) atas pembelian Alat Listrik sebesar Rp.500.000.000 (lima ratus juta) rupiah tidak dilakukan koreksi.
Atas persediaan barang sebesar Rp.500.000.000 (lima ratus juta) rupiah dilakukan koreksi tetapi tidak terdapat penjualan.
Baca Juga :