PER-19/PJ/2015 Tanggal 20 Mei 2015 Tentang Tata Cara Pemungutan PPh Pasal 22 Atas Penjualan Barang Yang Tergolong Sangat Mewah
PER-19/PJ/2015 Tanggal 20 Mei 2015 Tentang Tata Cara Pemungutan PPh Pasal 22 Atas Penjualan Barang Yang Tergolong Sangat Mewah mengatur tentang :
- Pasal 1 dan Pasal 2 Tentang Wajib Pajak pemungut PPh Pasal 22 dan Jenis Barang Yang Tergolong Sangat Mewah.
- Pasal 3 Tentang Saat Pemungutan PPh Pasal 22 Atas Penjualan Barang Yang Tergolong Sangat Mewah.
- Pasal 4 dan Pasal 5 Tentang Tata cara pengajuan permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemungutan PPh Pasal 22 Atas Penjualan Barang Yang Tergolong Sangat Mewah.
- Pasal 6 Tentang Saat berlakunya Pemungutan PPh Pasal 22 Atas Penjualan Barang Yang Tergolong Sangat Mewah.
- Pasal 7 Tentang Saat berlakunya PER-19/PJ/2015.
PER-19/PJ/2015 Tanggal 20 Mei 2015 Tentang Tata Cara Pemungutan PPh Pasal 22 Atas Penjualan Barang Yang Tergolong Sangat Mewah adalah sebagai berikut :
Menimbang :
a. bahwa sesuai ketentuan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008, dinyatakan bahwa dasar pemungutan, kriteria, sifat, dan besarnya pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut dalam huruf a, dan telah ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2015 tentang Wajib Pajak Badan Tertentu Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah, serta kelancaran pelaksanaan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah, perlu mengatur tata cara pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2015;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Dalam Tahun Berjalan (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5183);
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 tentang Wajib Pajak Badan Tertentu Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2015 (Berita Negara Tahun 2015 Nomor 667);
4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2011 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pembebasan dari Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan Oleh Pihak Lain sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-21/PJ/2014;
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 ATAS PENJUALAN BARANG YANG TERGOLONG SANGAT MEWAH.
(1) Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 adalah Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
(2) Barang yang tergolong sangat mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. pesawat terbang pribadi dan helikopter pribadi;
b. kapal pesiar, yacht, dan sejenisnya;
c. rumah beserta tanahnya, dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau luas bangunan lebih dari 400m2 (empat ratus meter persegi);
d. apartemen, kondominium, dan sejenisnya, dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau luas bangunan lebih dari 150m2 (seratus lima puluh meter persegi);
e. kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus, dan sejenisnya, dengan harga jual lebih dari Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) atau dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000cc;
f. kendaraan bermotor roda dua dan roda tiga, dengan harga jual lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) atau dengan kapasitas silinder lebih dari 250cc.
(3) Harga jual sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan batasan harga jual sehubungan dengan pembelian barang yang tergolong sangat mewah, yaitu jumlah yang dibayarkan oleh pembeli kepada penjual.
Harga jual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) untuk:
a. barang yang tergolong sangat mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf c dan huruf d, adalah harga dasar, yaitu harga tunai atau cash keras termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah;
b. barang yang tergolong sangat mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf e, dan huruf f, adalah harga barang termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah.
(1) Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) wajib memungut Pajak Penghasilan pada saat melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
(2) Saat penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk:
a. barang yang tergolong sangat mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf c dan huruf d, adalah pada saat ditandatanganinya perjanjian pengikatan jual beli antara pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dengan pembeli, dan
b. barang yang tergolong sangat mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf e, dan huruf f, adalah berdasarkan pembukuan pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) sesuai sistem akuntansi yang lazim dipakai di Indonesia secara taat azas.
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) kepada Direktur Jenderal Pajak apabila:
a. mengalami kerugian fiskal;
b. berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal;
c. Pajak Penghasilan yang telah dibayar lebih besar dari Pajak Penghasilan yang akan terutang;
d. merupakan Wajib Pajak orang pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari pekerjaan sebagai pegawai dan telah dipotong Pajak Penghasilan oleh pemberi kerja; dan/atau
e. atas penghasilannya hanya dikenakan pajak bersifat final.
(2) Pembebasan dari pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan melalui Surat Keterangan Bebas.
(1) Tata cara pengajuan permohonan pembebasan dari pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) berpedoman pada Peraturan Direktur Jenderal yang mengatur mengenai tata cara pengajuan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain.
(2) Bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d, pengajuan permohonan pembebasan dari pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dilampiri dengan:
a. fotokopi Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi Tahun Pajak sebelum tahun diajukannya permohonan yang telah disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, dan
b. surat keterangan penghasilan bulan sebelum pengajuan permohonan dari pemberi kerja.
(3) Surat Keterangan Bebas bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d diberikan apabila Wajib Pajak telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dipungut untuk penjualan yang dilakukan mulai tanggal 30 Mei 2015.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 30 Mei 2015.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 Mei 2015
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd.
SIGIT PRIADI PRAMUDITO
Baca Juga :
- Pasal 1 dan Pasal 2 Tentang Wajib Pajak pemungut PPh Pasal 22 dan Jenis Barang Yang Tergolong Sangat Mewah.
- Pasal 3 Tentang Saat Pemungutan PPh Pasal 22 Atas Penjualan Barang Yang Tergolong Sangat Mewah.
- Pasal 4 dan Pasal 5 Tentang Tata cara pengajuan permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemungutan PPh Pasal 22 Atas Penjualan Barang Yang Tergolong Sangat Mewah.
- Pasal 6 Tentang Saat berlakunya Pemungutan PPh Pasal 22 Atas Penjualan Barang Yang Tergolong Sangat Mewah.
- Pasal 7 Tentang Saat berlakunya PER-19/PJ/2015.
PER-19/PJ/2015 Tanggal 20 Mei 2015 Tentang Tata Cara Pemungutan PPh Pasal 22 Atas Penjualan Barang Yang Tergolong Sangat Mewah adalah sebagai berikut :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER-19/PJ/2015
TENTANG
TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 ATAS PENJUALAN BARANG YANG TERGOLONG SANGAT MEWAH
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
a. bahwa sesuai ketentuan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008, dinyatakan bahwa dasar pemungutan, kriteria, sifat, dan besarnya pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut dalam huruf a, dan telah ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2015 tentang Wajib Pajak Badan Tertentu Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah, serta kelancaran pelaksanaan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah, perlu mengatur tata cara pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2015;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Dalam Tahun Berjalan (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5183);
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 tentang Wajib Pajak Badan Tertentu Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2015 (Berita Negara Tahun 2015 Nomor 667);
4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2011 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pembebasan dari Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan Oleh Pihak Lain sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-21/PJ/2014;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 ATAS PENJUALAN BARANG YANG TERGOLONG SANGAT MEWAH.
Pasal 1
(1) Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 adalah Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
(2) Barang yang tergolong sangat mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. pesawat terbang pribadi dan helikopter pribadi;
b. kapal pesiar, yacht, dan sejenisnya;
c. rumah beserta tanahnya, dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau luas bangunan lebih dari 400m2 (empat ratus meter persegi);
d. apartemen, kondominium, dan sejenisnya, dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau luas bangunan lebih dari 150m2 (seratus lima puluh meter persegi);
e. kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus, dan sejenisnya, dengan harga jual lebih dari Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) atau dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000cc;
f. kendaraan bermotor roda dua dan roda tiga, dengan harga jual lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) atau dengan kapasitas silinder lebih dari 250cc.
(3) Harga jual sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan batasan harga jual sehubungan dengan pembelian barang yang tergolong sangat mewah, yaitu jumlah yang dibayarkan oleh pembeli kepada penjual.
Pasal 2
Harga jual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) untuk:
a. barang yang tergolong sangat mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf c dan huruf d, adalah harga dasar, yaitu harga tunai atau cash keras termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah;
b. barang yang tergolong sangat mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf e, dan huruf f, adalah harga barang termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah.
Pasal 3
(1) Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) wajib memungut Pajak Penghasilan pada saat melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
(2) Saat penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk:
a. barang yang tergolong sangat mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf c dan huruf d, adalah pada saat ditandatanganinya perjanjian pengikatan jual beli antara pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dengan pembeli, dan
b. barang yang tergolong sangat mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf e, dan huruf f, adalah berdasarkan pembukuan pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) sesuai sistem akuntansi yang lazim dipakai di Indonesia secara taat azas.
Pasal 4
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) kepada Direktur Jenderal Pajak apabila:
a. mengalami kerugian fiskal;
b. berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal;
c. Pajak Penghasilan yang telah dibayar lebih besar dari Pajak Penghasilan yang akan terutang;
d. merupakan Wajib Pajak orang pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari pekerjaan sebagai pegawai dan telah dipotong Pajak Penghasilan oleh pemberi kerja; dan/atau
e. atas penghasilannya hanya dikenakan pajak bersifat final.
(2) Pembebasan dari pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan melalui Surat Keterangan Bebas.
Pasal 5
(1) Tata cara pengajuan permohonan pembebasan dari pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) berpedoman pada Peraturan Direktur Jenderal yang mengatur mengenai tata cara pengajuan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain.
(2) Bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d, pengajuan permohonan pembebasan dari pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dilampiri dengan:
a. fotokopi Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi Tahun Pajak sebelum tahun diajukannya permohonan yang telah disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, dan
b. surat keterangan penghasilan bulan sebelum pengajuan permohonan dari pemberi kerja.
(3) Surat Keterangan Bebas bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d diberikan apabila Wajib Pajak telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 6
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dipungut untuk penjualan yang dilakukan mulai tanggal 30 Mei 2015.
Pasal 7
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 30 Mei 2015.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 Mei 2015
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd.
SIGIT PRIADI PRAMUDITO
Status PER-19/PJ/2015 Tanggal 20 Mei 2015 Tentang Tata Cara Pemungutan PPh Pasal 22 Atas Penjualan Barang Yang Tergolong Sangat Mewah adalah sebagai berikut :
- PER-19/PJ/2015 Tanggal 20 Mei 2015 mulai berlaku sejak Tanggal 30 Mei 2015.
- PER-19/PJ/2015 Tanggal 20 Mei 2015 mulai berlaku sejak Tanggal 30 Mei 2015.
- PER-19/PJ/2015 Tanggal 20 Mei 2015 Telah diubah dengan PER-24/PJ/2015 Tanggal 24 Juni 2015 Tentang Perubahan PER-19/PJ/2015 Tanggal 20 Mei 2015 Tentang Tata Cara Pemungutan PPh Pasal 22 Atas Penjualan Barang Yang Tergolong Sangat Mewah
Baca Juga :