Petunjuk Pengisian Formulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi 1770-III (Lampiran - III)
Formulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi 1770-III (Lampiran - III) digunakan oleh Wajib
Pajak Orang Pribadi untuk melaporkan :
1. Penghasilan yang dikenakan Pajak Final dan/atau bersifat Final.
2. Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak.
3. Penghasilan Istri/Suami yang dikenakan pajak secara terpisah.
- Diisi tanda X untuk Pembukuan, apabila Wajib Pajak menggunakan pembukuan.
Petunjuk
Pengisian Formulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi 1770-III (Lampiran - III) untuk Tahun Pajak 2024 adalah
sebagai berikut :
TAHUN
PAJAK
Diisi pada kotak yang tersedia sesuai dengan Tahun
Pajak.
Contoh : Tahun Pajak 2024 diisi 2024
Periode Januari – Desember diisi 01 24 s.d 12 24
Metode
Penghitungan Penghasilan Neto
- Diisi tanda X untuk Pembukuan, apabila Wajib Pajak menggunakan pembukuan.
- Diisi tanda X untuk Pencatatan, apabila Wajib Pajak menggunakan pencatatan.
NPWP
Diisi dengan NPWP Wajib Pajak Orang Pribadi
Nama
Diisi dengan Nama Wajib Pajak Orang Pribadi
Bagian ini diisi dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri dan anggota keluarganya yang telah dikenai Pajak Penghasilan Final dan/atau Bersifat Final dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.
Dalam hal:
1. Isteri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim (HB);
2. Isteri melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan (PH);
3. Isteri menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri (MT);
penghasilan yang diterima atau diperoleh isteri yang telah dikenai Pajak Penghasilan Final dan/atau Bersifat Final, dilaporkan secara terpisah dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi isteri sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi tersendiri.
NOMOR - Kolom (1)
JENIS PENGHASILAN - Kolom (2)
Angka 1. Bunga Deposito, Tabungan, Diskonto SBI, dan Surat Berharga Negara:
- Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh, Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 51/KMK.04/2001 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia.
- Surat Berharga Negara termasuk Surat Utang Negara, Surat Berharga Syariah Negara, Surat Perbendaharaan Negara dan Obligasi sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Diskonto Surat Perbendaharaan Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan Kegiatan Usaha Berbasis Syariah.
Angka 2. Bunga dan Diskonto Obligasi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2013.
Angka 3. Penjualan Saham di Bursa Efek adalah penghasilan yang berasal dari penjualan saham (saham pendiri/saham bukan pendiri) di bursa efek berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan atas Transaksi Penghasilan dari Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 282/KMK.04/1997 tentang Pelaksanaan Pemungutan Pajak Penghasilan dari Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek.
Angka 4. Hadiah Undian berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh, Peraturan Pemerintah Nomor 132 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan atas Hadiah Undian dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ./2015 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas Hadiah dan Penghargaan.
Angka 5. Pesangon, Tunjangan Hari Tua dan Tebusan Pensiun Yang Dibayar Sekaligus adalah pesangon dari pemberi kerja dan uang yang diterima oleh pegawai tetap atau pensiunan dari Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, PT. Astek, Badan Penyelenggara Jamsostek
berdasarkan Pasal 21 ayat (8) Undang-Undang PPh, Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009 tentang Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, Dan Jaminan Hari Tua Yang Dibayarkan Sekaligus.
Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Angka 8. Bangunan yang diterima dalam rangka Bangun Guna Serah yang dibangun di atas tanah yang dimiliki Wajib Pajak sehubungan dengan berakhirnya masa perjanjian bangun guna serah, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 248/KMK.04/1995 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan terhadap Pihak-Pihak yang Melakukan Kerjasama dalam Bentuk Perjanjian Bangun Guna Serah (Built, Operate and Transfer).
Angka 10. Penghasilan dari usaha jasa konstruksi adalah Penghasilan Wajib Pajak yang bergerak di bidang usaha jasa perencanaan konstruksi, pelaksanaan konstruksi dan pengawasan konstruksi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan, dan Penatausahaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.03/2009.
Angka 12. Bunga Simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya yang merupakan orang pribadi berdasarkan Pasal 4 ayat (2) huruf a Undang-Undang PPh dan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga Simpanan yang Dibayarkan oleh Koperasi kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi.
Angka 13. Penghasilan dari transaksi derivatif
Jadi kolom tersebut tidak perlu diisi.
Penghasilan yang diterima dari dividen dikenakan tarif 10% sesuai dengan peraturan Undang-Undang PPh Pasal 17 ayat (2c) dan (2d) serta Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Dividen yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Dividen yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2008 tentang Penetapan Saat Diperolehnya Dividen oleh Wajib Pajak Dalam Negeri atas Penyertaan Modal Pada Badan Usaha Di Luar Negeri Selain Badan Usaha yang Menjual Sahamnya di Bursa Efek.
Angka 14. Yang dimaksud dengan dividen adalah bagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, istri dan anak/anak angkat yang belum dewasa selaku pemegang saham atau pemegang polis asuransi dan anggota koperasi.
Termasuk dalam pengertian dividen adalah :
1. Pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun;
2. Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;
3. Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran kecuali saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham baru dan revaluasi aktiva tetap;
4. Pembagian laba dalam bentuk saham;
5. Pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
6. Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan;
7. Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah;
8. Pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut;
9. Bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;
10. Bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;
11. Pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi;
12. Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan.
(Pasal 4 ayat (1) huruf g dan Pasal 8 Undang-Undang PPh)
Angka 15. Penghasilan istri dari satu pemberi kerja adalah penghasilan berupa gaji, tunjangan dan imbalan lainnya yang diterima atau diperoleh istri sebagai karyawati dari satu pemberi kerja yang telah dipotong PPh Pasal 21 berdasarkan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang PPh.
Dalam hal ini, istri melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya menggunakan NPWP suami atau kepala keluarga (status perpajakan suami-istri adalah KK).
Angka 16. Penghasilan Lain yang Dikenakan Pajak Final dan/atau Bersifat Final.
Untuk menampung penghasilan yang dikenakan PPh final dan/atau bersifat final lainnya yang tidak termasuk dalam penghasilan sebagaimana dimaksud Angka 1 s.d. Angka 16 di antaranya adalah penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Wajib Pajak orang pribadi yang dalam 1 (satu) Tahun Pajak sebelumnya memiliki peredaran bruto dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, tidak melebihi Rp4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Tidak termasuk Wajib Pajak orang pribadi dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya:
a. menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap; dan
b. menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.
DASAR
PENGENAAN PAJAK/PENGHASILAN BRUTO - Kolom (3)
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Kolom ini diisi dengan nilai transaksi penjualan saham pendiri/saham bukan pendiri yaitu hasil penjualan bruto dalam Tahun Pajak.
Angka 4
Kolom ini diisi dengan jumlah bruto nilai hadiah undian.
Angka 5
Kolom ini diisi dengan jumlah bruto pesangon, Tunjangan Hari Tua, dan Tebusan Pensiun yang dibayar sekaligus.
Angka 6
Kolom ini diisi dengan jumlah bruto honorarium atas beban APBN/APBD.
Angka 7
Kolom ini diisi dengan nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam Tahun Pajak berdasarkan nilai tertinggi antara akta pengalihan hak dengan NJOP, berdasarkan keputusan pejabat yang berwenang atau nilai menurut risalah lelang.
Angka 8
Kolom ini diisi dengan nilai tertinggi antara nilai menurut NJOP dengan nilai pasar bangunan yang bersangkutan.
Angka 9
Angka 10
Angka 11
Kolom ini diisi dengan jumlah nilai penjualan hasil produksi pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak di bidang Bahan Bakar Minyak.
Angka 12
Kolom ini diisi dengan penghasilan atas bunga simpanan koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi, tarif menggunakan tarif 0% untuk bunga simpanan sampai dengan Rp240.000 perbulan sedangkan tarif 10% dari jumlah bruto dikenakan pada bunga simpanan koperasi yang melebihi Rp240.000.
Angka 13
Angka 14
Kolom ini diisi dengan dasar pengenaan pajak atas dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dengan tarif 10%.
Angka 15
Kolom ini diisi dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh istri dalam Tahun Pajak yang semata-mata berasal dari satu pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan PPh Pasal 21 Undang-Undang PPh dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya.
Angka 16
Kolom ini diisi dengan dasar pengenaan pajak atau pengasilan bruto atas penghasilan lain yang dikenakan Pajak Final dan/atau Bersifat Final di antaranya adalah penghasilan bruto dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Catatan:
Jangan lupa untuk memberi tanda “X” pada Formulir 1770, Bagian G: Lampiran huruf k: “Daftar Jumlah Penghasilan Bruto dan Pembayaran PPh Final berdasarkan PP 55 Tahun 2022 per Masa Pajak".
PPh
TERUTANG - Kolom (4)
Kolom ini diisi dengan jumlah PPh yang dibayar/dipotong/dipungut dari
masing-masing jenis penghasilan sesuai dengan bukti
pemotongan /pemungutan /pembayaran yang bersifat final termasuk pembayaran pokok
pajak Surat Tagihan Pajak (STP) Pajak Penghasilan Pasal 25 ayat (7).
BAGIAN B : PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK
PAJAK
Bagian ini digunakan untuk menghitung besarnya penghasilan yang tidak
termasuk objek pajak yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri dan
anggota keluarganya dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.
Dalam hal:
1. Istri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim (HB);
2. Istri melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan (PH);
3. Istri menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri (MT);
penghasilan yang tidak termasuk objek pajak yang diterima atau diperoleh istri, dilaporkan secara terpisah dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi istri sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi tersendiri.
NOMOR
- Kolom (1)
Cukup jelas.
SUMBER/JENIS
PENGHASILAN - Kolom (2)
(Pasal 4 ayat (3) huruf a Angka 1 Undang-Undang PPh)
Harta hibahan yang diterima oleh keluarga dalam garis keturunan lurus satu derajat dan pengusaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 245/PMK.03/2008 tentang Badan-Badan dan Orang Pribadi yang Menjalankan Usaha Mikro dan Kecil yang Menerima Harta Hibah, Bantuan, atau Sumbangan yang Tidak Termasuk Sebagai Objek Pajak Penghasilan, sepanjang tidak dalam rangka hubungan kerja, hubungan usaha, hubungan kepemilikan atau hubungan penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
(Pasal 4 ayat (3) huruf a Angka 2 Undang-Undang PPh)
Angka 2. Warisan Cukup jelas.
Angka 3. Bagian Laba Anggota Perseroan Komanditer Tidak atas Saham, Persekutuan, Perkumpulan, Firma, Kongsi Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi.
(Pasal 4 ayat (3) huruf i Undang-Undang PPh)
Angka 4. Klaim Asuransi Kesehatan, Kecelakaan, Jiwa, Dwiguna, Beasiswa Penggantian atau santunan yang diterima selaku pemegang polis dari perusahaan asuransi sehubungan dengan polis asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.
(Pasal 4 ayat (3) huruf e Undang-Undang PPh).
Angka 5. Beasiswa
Beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan formal dan/atau pendidikan nonformal yang dilaksanakan di dalam negeri dan/atau di luar negeri merupakan beasiswa yang tidak termasuk objek pajak adapun jenisnya adalah biaya pendidikan (tuition fee), biaya ujian, biaya penelitian yang berkaitan dengan bidang studi yang diambil, biaya untuk pembelian buku dan/atau biaya hidup yang wajar sesuai dengan daerah lokasi tempat belajar.
(Peraturan Menteri Keuangan Nomor 246/PMK.03/2008 tentang Beasiswa Yang Dikecualikan Dari Objek Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2009).
Angka 6. Penghasilan Lain yang tidak termasuk Objek Pajak Untuk menampung penghasilan yang tidak termasuk objek pajak lainnya selain penghasilan pada angka 1 s.d. 4
seperti: penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Pemerintah untuk kepentingan umum dengan persyaratan khusus sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008, penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah dan bukan objek pajak sejenis lainnya.
PENGHASILAN BRUTO - Kolom (3)
Angka 1 s.d. 2 - Bantuan/Sumbangan/Hibah, Warisan Kolom ini diisi dengan jumlah penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam Tahun Pajak yang bersangkutan dari masing-masing jenis penghasilan.
Dalam hal bantuan/sumbangan/hibah dan warisan diterima dalam bentuk
harta berwujud maka jumlah yang dicantumkan adalah sebesar nilai sisa buku harta dari pihak yang melakukan pengalihan sepanjang pihak yang mengalihkan tersebut menyelenggarakan pembukuan.
Dalam hal Wajib Pajak yang melakukan pengalihan tidak menyelenggarakan pembukuan, maka jumlah tersebut diisi dengan jumlah nilai perolehan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Apabila nilai atau harga perolehan harta bagi yang mengalihkan harta tersebut diketahui, maka nilai perolehan bagi yang menerima penghasilan tersebut adalah sama dengan nilai atau harga perolehan harta tersebut bagi yang mengalihkan;
b. Apabila nilai atau harga perolehan bagi yang mengalihkan harta berupa tanah dan/atau bangunan tidak diketahui namun tahun perolehannya diketahui, maka nilai perolehan bagi yang menerima pengalihan harta tersebut adalah:
1) sama besarnya dengan NJOP yang tercantum dalam SPPT PBB tahun 2024 apabila tanah dan/atau bangunan tersebut diperoleh oleh yang mengalihkan dalam tahun 2024.
2) sama besarnya dengan NJOP yang tercantum dalam SPPT PBB Tahun Pajak diperolehnya harta tersebut bagi yang mengalihkan.
3) berdasarkan surat keterangan dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama jika SPPT PBB tidak ada.
c. Apabila nilai atau harga perolehan dan tahun perolehan bagi yang mengalihkan harta berupa tanah dan/atau bangunan tidak diketahui, maka nilai perolehan bagi yang menerima harta tersebut adalah sama besarnya dengan NJOP yang tercantum dalam SPPT PBB Tahun Pajak yang paling awal yang tersedia atas nama yang mengalihkan harta tersebut, atau jika SPPT PBB tidak ada, berdasarkan surat keterangan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama.
d. Untuk harta selain tanah dan/atau bangunan, apabila nilai atau harga perolehan bagi yang mengalihkan harta tersebut tidak diketahui maka nilai perolehan bagi yang menerima pengalihan harta tersebut adalah sama dengan 60% (enam puluh persen) dari harga pasar wajar harta tersebut pada saat terjadinya pengalihan.
(Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang PPh, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 245/PMK.03/2008 tentang Badan-Badan dan Orang Pribadi yang Menjalankan Usaha Mikro dan Kecil yang Menerima Harta Hibah, Bantuan, atau Sumbangan yang Tidak Termasuk Sebagai Objek Pajak Penghasilan dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-11/PJ./1995 tentang Penetapan Dasar Penilaian Bagi yang Menerima Pengalihan Harta yang Diperoleh dari Bantuan, Sumbangan, Hibahan dan Warisan yang Memenuhi Syarat Sebagai Bukan Objek Pajak Penghasilan dari Wajib Pajak Yang Tidak Menyelenggarakan Pembukuan).
Angka 4 - Klaim Asuransi Kesehatan, Kecelakaan, Jiwa, Dwiguna, Beasiswa
Kolom ini diisi dengan besarnya jumlah penggantian atau santunan yang diterima atau diperoleh dalam Tahun Pajak yang bersangkutan dari perusahaan asuransi sehubungan dengan polis asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.
Angka 5 - Beasiswa
Kolom ini diisi dengan besarnya beasiswa yang diterima dalam rangka mengikuti pendidikan formal dan/atau pendidikan nonformal yang dilaksanakan di dalam negeri dan/atau di luar negeri tetapi tidak berlaku bila penerima beasiswa mempunyai hubungan istimewa dengan Pemilik, Komisaris, Direksi ataupun Pengurus.
Angka 6 - Penghasilan Lain yang Tidak Termasuk Objek Kolom ini diisikan semua jumlah penghasilan yang diperoleh yang tidak termasuk objek pajak lainnya sebagaimana dimaksud pada angka 1 s.d 5.
JUMLAH BAGIAN B
Diisi dengan hasil penjumlahan seluruh penghasilan bruto yang tidak termasuk objek pajak.
BAGIAN
C : PENGHASILAN ISTRI/SUAMI YANG DIKENAKAN PAJAK SECARA TERPISAH
Bagian ini diisi apabila suami-istri dikenakan pajak
secara terpisah karena:
1. Suami atau istri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim (HB);
2. Dikehendaki secara tertulis oleh suami-istri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan (PH); atau
3. Dikehendaki oleh istri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri (MT).
Penghasilan neto suami-istri pada angka 2 dan 3 (status perpajakan PH dan MT) dikenai pajak berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami istri dan besarnya pajak yang harus dilunasi oleh masing-masing suami istri dihitung sesuai dengan perbandingan penghasilan neto.
(sesuai dengan Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang PPh)
Contoh 1:
Wajib Pajak A seorang dokter yang membuka praktik di rumah dan pada tahun 2024 berdasarkan norma penghitungan penghasilan neto memperoleh penghasilan neto sebesar Rp195.000.000 (seratus sembilan puluh lima juta rupiah) mempunyai seorang istri yang menjadi pegawai dengan penghasilan neto tahun 2024 sebesar Rp130.000.000 (seratus tiga puluh juta rupiah).
Selain menjadi pegawai, istri A juga menjalankan usaha salon kecantikan dengan peredaran bruto tahun 2024 sebesar Rp350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah).
Peredaran bruto dari usaha salon tahun 2023 adalah sebesar Rp300.000.000 (tiga ratus juta rupiah).
Dalam hal Wajib Pajak A dan istrinya mengadakan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan secara tertulis (PH) atau jika istri A menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri (MT) maka penghitungan pajak bagi A dan istrinya adalah sebagai berikut:
a. Penghasilan istri dari usaha salon untuk tahun pajak 2024 tidak digabung karena merupakan objek Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan peredaran usaha tahun sebelumnya (2023) yang tidak lebih dari Rp4.800.000.000 sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang tentang Pajak
Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
b. Penghasilan neto istri sebesar Rp130.000.000 digabungkan dengan penghasilan neto A sebesar Rp195.000.000 sehingga jumlah penghasilan neto suami-istri menjadi Rp325.000.000.
c. Misalnya, atas jumlah penghasilan neto suami-istri sebesar Rp325.000.000 tersebut pajak yang terutangnya adalah sebesar Rp37.075.000 (tiga puluh tujuh juta tujuh puluh lima ribu rupiah) maka untuk masing-masing suami dan istri pengenaan pajaknya dihitung sebagai berikut:
- Suami: 195.000.000 x Rp37.075.000 = Rp22.245.000
325.000.000
- Istri : 130.000.000 x Rp37.075.000 = Rp14.830.000
325.000.000
Pada SPT Suami, Bagian C ini diisi jumlah penghasilan neto istri sebesar Rp130.000.000, sedangkan pada SPT Istri, Bagian C ini diisi jumlah penghasilan neto suami sebesar Rp195.000.000.
Contoh 2:
Wajib Pajak B seorang notaris dan pada tahun 2024 berdasarkan norma penghitungan penghasilan neto memperoleh penghasilan neto sebesar Rp300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) mempunyai seorang istri yang menjadi pegawai dengan penghasilan neto tahun 2024 sebesar Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
Selain menjadi pegawai, istri B juga menjalankan usaha perdagangan eceran dengan peredaran bruto tahun 2024 sebesar Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah) dan berdasarkan pembukuan, penghasilan neto dari usaha tersebut
adalah sebesar Rp1.200.000.000 (satu miliar dua ratus juta rupiah).
Peredaran bruto dari usaha perdagangan eceran tahun 2023 adalah sebesar Rp5.200.000.000 (lima miliar dua ratus juta rupiah).
Dalam hal Wajib Pajak B dan istrinya mengadakan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan secara tertulis (PH) atau jika istri B menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri (MT) maka perhitungan pajak bagi B dan istrinya adalah sebagai berikut:
a. Penghasilan istri dari usaha perdagangan eceran untuk tahun pajak 2024 digabung dengan penghasilan dari pekerjaan karena bukan merupakan objek Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan peredaran usaha tahun sebelumnya (2023) yang melebihi Rp4.800.000.000 sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu sehingga penghasilan neto istri adalah Rp1.300.000.000 (Rp1.200.000.000 + Rp100.000.000).
b. Penghasilan neto istri sebesar Rp1.300.000.000 digabungkan dengan penghasilan neto A sebesar Rp300.000.000 sehingga jumlah penghasilan neto suami-istri menjadi Rp1.600.000.000.
c. Misalnya, atas jumlah penghasilan neto suami-istri sebesar Rp1.600.000.000 tersebut pajak yang terutangnya adalah sebesar Rp425.000.000 (empat ratus dua puluh lima juta rupiah) maka untuk masing-masing suami dan istri pengenaan pajaknya dihitung sebagai berikut:
- Suami: 300.000.000 x Rp425.000.000 = Rp79.687.500
1.600.000.000
- Istri: 1.300.000.000 x Rp425.000.000 = Rp345.312.500
1.600.000.000
Pada SPT Suami, Bagian C ini diisi jumlah penghasilan neto istri sebesar Rp1.300.000.000, sedangkan pada SPT Istri, Bagian C ini diisi jumlah penghasilan neto suami sebesar Rp300.000.000.
Baca Juga :
Referensi :