PER-02/PJ/2019 Tanggal 23 Januari 2019 Tentang Tata Cara Penyampaian, Penerimaan, dan Pengolahan Surat Pemberitahuan
PER-02/PJ/2019 Tanggal 23 Januari 2019 Tentang Tata Cara Penyampaian,
Penerimaan, dan Pengolahan Surat Pemberitahuan mengatur tentang :
1. Ketentuan umum tentang istilah yang digunakan dalam PER-02/PJ/2019.
2. Kewajiban Wajib Pajak dalam mengisi dan melaporkan SPT Masa dan SPT Tahunan.
3. Jenis dan bentuk SPT, serta kewajiban penyampaian SPT dalam bentuk dokumen elektronik.
4. Tata cara penyampaian SPT Masa dan SPT Tahunan.
5. Tata cara penerimaan SPT Masa dan SPT Tahunan.
6. Tata cara pengolahan SPT Masa dan SPT Tahunan.
7. Lampiran I tentang :
a. Tata cara pelaporan SPT dalam bentuk dokumen
elektronik secara langsung atau melalui pos, perusahaan ekspedisi, jasa kurir
dengan bukti pengiriman surat ke KPP (Kantor Pelayanan Pajak).
b. Tata cara pelaporan SPT e-filling melalui laman
Direktorat Jenderal Pajak.
c. Tata cara pelaporan SPT e-filling melalui laman
penyalur SPT Elektronik.
d. Tata cara pelaporan SPT e-filling melalui
jaringan komunikasi data yang terhubung khusus antara Direktorat Jenderal Pajak
dengan Wajib Pajak.
e. Tata cara pelaporan SPT e-filling melalui lain
yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
f. Tata cara penyampain kelengkapan SPT e-filling.
PER-02/PJ/2019 Tanggal 23 Januari 2019 Tentang Tata Cara Penyampaian, Penerimaan, dan Pengolahan Surat Pemberitahuan selengkapnya :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 02/PJ/2019
TENTANG
TATA CARA PENYAMPAIAN, PENERIMAAN, DAN PENGOLAHAN SURAT PEMBERITAHUAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
a. bahwa ketentuan mengenai tata cara penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan Tahunan telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-01/PJ/2016 tentang Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan Tahunan;
b. bahwa ketentuan mengenai tata cara penyampaian Surat Pemberitahuan dalam bentuk dokumen elektronik telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-01/PJ/2017 tentang Penyampaian Surat Pemberitahuan Elektronik;
c. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan serta memberikan kepastian hukum kepada Wajib Pajak sehubungan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan, peraturan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu dilakukan penyesuaian;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, serta untuk melaksanakan Pasal 26 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2018, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Penyampaian, Penerimaan, dan Pengolahan Surat Pemberitahuan;
Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2011 nomor 162);
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan tentang Surat Pemberitahuan (SPT) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 174) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2018 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 180);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENYAMPAIAN, PENERIMAAN, DAN PENGOLAHAN SURAT PEMBERITAHUAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:
1. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2. Pengusaha Kena Pajak yang selanjutnya disebut dengan PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN Tahun 1984 dan perubahannya.
3. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disebut dengan Pemungut PPN adalah bendahara pemerintah, badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendahara pemerintah, badan, atau instansi pemerintah tersebut.
4. Surat Pemberitahuan yang selanjutnya disebut SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
5. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut SPT Tahunan PPh adalah SPT PPh untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak, yang meliputi SPT Tahunan Orang Pribadi dan SPT Tahunan Badan.
6. SPT Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
7. SPT Pembetulan adalah SPT yang disampaikan Wajib Pajak dalam rangka membetulkan SPT yang telah disampaikan sebelumnya.
8. e-Filing adalah cara penyampaian SPT melalui saluran tertentu yang ditetapkan Direktur Jenderal Pajak.
9. SPT e-Filing adalah SPT dalam bentuk dokumen elektronik yang disampaikan Wajib Pajak melalui e-Filing.
10. Tempat Pelayanan Terpadu yang selanjutnya disebut TPT adalah tempat pelayanan perpajakan yang terintegrasi pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) termasuk Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP).
11. Layanan Pajak di Luar Kantor adalah tempat pelaksanaan sebagian tugas pelayanan perpajakan berupa penyuluhan, pelayanan, dan konsultasi perpajakan bagi masyarakat atau Wajib Pajak dalam melaksanakan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan yang bertempat di lokasi atau daerah tertentu dalam wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan yang dilaksanakan di luar kantor baik secara manual maupun menggunakan sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak.
12. Penyalur SPT Elektronik adalah pihak yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menyalurkan SPT dalam bentuk dokumen elektronik ke Direktorat Jenderal Pajak melalui laman Penyalur SPT Elektronik.
13. Perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir adalah perusahaan yang berbentuk badan hukum yang memberikan jasa pengiriman surat jenis tertentu termasuk pengiriman SPT ke Direktorat Jenderal Pajak
14. Penelitian dalam Penerimaan SPT yang selanjutnya disebut Penelitian SPT adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian SPT dan lampiran-lampirannya.
15. Pengolahan SPT adalah serangkaian kegiatan yang meliputi validasi data, perekaman, dan pengemasan SPT.
16. Perekaman SPT adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memasukkan semua unsur SPT ke dalam basis data perpajakan dengan cara antara lain merekam, mengunggah (upload), dan/atau memindai (scan).
17. Unit Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan yang selanjutnya disebut UPDDP adalah unit pelaksana teknis yang melaksanakan fungsi pengolahan data dan dokumen perpajakan, meliputi Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan (PPDDP) serta Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan (KPDDP).
BAB II
KEWAJIBAN WAJIB PAJAK
Pasal 2
(1) Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke KPP, atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(2) Wajib Pajak badan yang diizinkan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat, wajib menyampaikan SPT PPh Wajib Pajak badan beserta lampirannya dalam bahasa Indonesia kecuali lampiran berupa laporan keuangan, dan menggunakan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat.
BAB III
JENIS DAN BENTUK SPT, SERTA KEWAJIBAN PENYAMPAIAN
SPT DALAM BENTUK DOKUMEN ELEKTRONIK
Bagian Kesatu
Jenis dan Bentuk SPT
Pasal 3
(1) SPT meliputi:
a. SPT Masa, yang terdiri dari:
1. SPT Masa PPh;
2. SPT Masa PPN; dan
3. SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN, dan
b. SPT Tahunan PPh, yang terdiri dari:
1. SPT Tahunan PPh untuk satu Tahun Pajak; dan
2. SPT Tahunan PPh untuk Bagian Tahun Pajak.
(2) SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk:
a. dokumen elektronik; atau
b. formulir kertas (hardcopy).
Bagian Kedua
Kewajiban Penyampaian SPT Dalam Bentuk Dokumen Elektronik
Pasal 4
(1) SPT Masa wajib disampaikan dalam bentuk dokumen elektronik oleh Wajib Pajak yang:
a. terdaftar di KPP Madya, KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar; dan/atau
b. sudah pernah menyampaikan SPT Masa dalam bentuk dokumen elektronik.
(2) SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk dokumen elektronik wajib digunakan oleh pemotong pajak, sepanjang pemotong pajak dimaksud memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. melakukan pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 terhadap pegawai tetap dan penerima pensiun atau tunjangan hari tua/jaminan hari tua berkala dan/atau terhadap aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia/Polisi Republik Indonesia, pejabat negara dan pensiunannya yang jumlahnya lebih dari 20 (dua puluh) orang dalam 1 (satu) Masa Pajak;
b. melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Tidak Final) dan/atau Pasal 26 selain pemotongan PPh sebagaimana dimaksud dalam huruf a dengan bukti pemotongan yang jumlahnya lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1 (satu) Masa Pajak;
c. melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Final) dengan bukti pemotongan yang jumlahnya lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1 (satu) Masa Pajak; dan/atau
d. melakukan penyetoran pajak dengan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan Surat Setoran Pajak yang jumlahnya lebih dari 20 (dua puluh) dokumen dalam 1 (satu) Masa Pajak.
(3) SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk dokumen elektronik wajib digunakan oleh pemotong pajak, sepanjang pemotong pajak dimaksud memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. menerbitkan lebih dari 20 (dua puluh) bukti pemotongan PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 dalam 1 (satu) Masa Pajak; dan/atau
b. jumlah penghasilan bruto yang menjadi dasar pengenaan PPh lebih dari Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dalam satu bukti pemotongan.
(4) SPT Masa PPN wajib disampaikan setiap Pengusaha Kena Pajak dalam bentuk dokumen elektronik.
(5) SPT Masa PPN bagi pemungut PPN wajib disampaikan dalam bentuk dokumen elektronik oleh setiap pemungut PPN, selain:
a. Bendahara Pemerintah Pusat;
b. Bendahara Pemerintah Daerah; dan
c. Kepala Urusan Keuangan,
yang belum memenuhi kewajiban penyampaian SPT dalam bentuk dokumen elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(6) SPT Tahunan wajib disampaikan dalam bentuk dokumen elektronik oleh Wajib Pajak yang:
a. terdaftar di KPP Madya, KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar;
b. sudah pernah menyampaikan SPT Tahunan dalam bentuk dokumen elektronik;
c. diwajibkan menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dalam bentuk dokumen elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2);
d. diwajibkan menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau PPh Pasal 26 dalam bentuk dokumen elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3);
e. diwajibkan menyampaikan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai dalam bentuk dokumen elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (4), dan ayat (5);
f. menggunakan jasa konsultan pajak dalam pemenuhan kewajiban pengisian SPT Tahunan Pajak Penghasilan; dan/atau
g. laporan keuangannya diaudit oleh Akuntan Publik.
(7) Wajib Pajak yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), atau ayat (6) dapat menyampaikan SPT dalam bentuk formulir kertas (hardcopy).
Pasal 5
Penyampaian SPT dalam bentuk dokumen elektronik mengikuti tata cara sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
BAB IV
TATA CARA PENYAMPAIAN SPT
Pasal 6
Penyampaian SPT oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dapat dilakukan melalui:
a. e-Filing;
b. cara langsung;
c. pos dengan bukti pengiriman surat; atau
d. perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
Pasal 7
(1) Saluran e-Filing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a meliputi:
a. laman Direktorat Jenderal Pajak;
b. laman penyalur SPT Elektronik;
c. saluran suara digital yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak untuk Wajib Pajak tertentu;
d. jaringan komunikasi data yang terhubung khusus antara Direktorat Jenderal Pajak dengan Wajib Pajak; dan
e. saluran lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(2) Penyampaian SPT melalui saluran e-Filing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam jangka waktu 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu dengan standar Waktu Indonesia Barat.
Pasal 8
(1) SPT Tahunan Badan wajib disampaikan melalui e-Filing bagi Wajib Pajak yang terdaftar di KPP Madya, KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar.
(2) SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 wajib disampaikan melalui e-Filing bagi Wajib Pajak Badan yang diwajibkan untuk menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 dalam bentuk dokumen elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2).
(3) SPT Masa PPN wajib disampaikan melalui e-Filing bagi Pengusaha Kena Pajak yang diwajibkan untuk menyampaikan SPT Masa PPN dalam bentuk dokumen elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), ayat (4), dan ayat (5).
(4) Wajib Pajak yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), atau ayat (3), dapat menyampaikan SPT dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b, huruf c, atau huruf d.
Pasal 9
(1) Penyampaian SPT secara langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b wajib dilakukan di:
a. TPT tempat Wajib Pajak Terdaftar; atau
b. tempat lain berupa Layanan Pajak di Luar Kantor yang disediakan KPP atau KP2KP tempat Wajib Pajak terdaftar.
(2) Dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bagi Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Tahunan 1770S atau SPT Tahunan 1770SS yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. SPT dengan status Nihil atau Kurang Bayar;
b. bukan merupakan SPT Pembetulan;
c. disampaikan dalam bentuk formulir kertas; dan
d. disampaikan sampai dengan batas akhir pelaporan SPT Tahunan,
dapat menyampaikan SPT tersebut ke TPT atau Layanan Pajak di Luar Kantor selain tempat Wajib Pajak terdaftar.
Pasal 10
(1) Penyampaian SPT melalui:
a. pos dengan bukti pengiriman surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c; atau
b. jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d,
disampaikan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(2) Atas penyampaian SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak:
a. harus menyampaikan satu SPT dalam satu amplop tertutup dengan satu tanda bukti pengiriman surat;
b. membubuhi informasi pada amplop sebagaimana dimaksud pada huruf a dengan:
1. NPWP;
2. jenis SPT;
3. Masa/Tahun Pajak; dan
4. status SPT; dan
c. harus menyediakan informasi pada tanda bukti pengiriman surat sebagaimana dimaksud pada huruf a, yang sekurang-kurangnya memuat:
1. nama dan NPWP;
2. jenis SPT; dan
3. Masa/Tahun Pajak.
(3) Dalam hal SPT dengan status Lebih Bayar disampaikan melalui pos, jasa ekspedisi, atau jasa kurir, dengan bukti pengiriman surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak harus menggunakan layanan pengiriman khusus sehingga SPT diterima KPP selambat-lambatnya 3 (tiga) hari setelah tanggal pada tanda bukti pengiriman surat.
BAB V
TATA CARA PENERIMAAN SPT
Bagian Kesatu
Pengecekan Validitas NPWP dan Penelitian SPT
Pasal 11
(1) Terhadap SPT yang disampaikan Wajib Pajak dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dilakukan pengecekan validitas NPWP.
(2) NPWP dinyatakan valid dalam hal NPWP yang tertera pada SPT telah sesuai dan tersedia dalam sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak.
(3) Dalam hal NPWP yang tertera pada SPT dinyatakan tidak valid, Wajib Pajak harus terlebih dahulu mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.
(4) Dalam hal NPWP yang tertera pada SPT dinyatakan valid, atas SPT yang disampaikan Wajib Pajak dilakukan Penelitian SPT.
Pasal 12
(1) Penelitian SPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) dilakukan untuk memastikan SPT telah memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. SPT ditandatangani oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang KUP;
b. SPT disampaikan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan satuan mata uang selain Rupiah, terhadap Wajib Pajak yang telah mendapatkan izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan dengan mata uang selain Rupiah;
c. SPT diisi dengan lengkap dan sepenuhnya dilampiri keterangan dan/atau dokumen yang dipersyaratkan;
d. SPT Lebih Bayar disampaikan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun setelah berakhirnya Masa Pajak, Tahun Pajak, atau Bagian Tahun Pajak dan telah ditegur secara tertulis; dan
e. SPT disampaikan sebelum Direktur Jenderal Pajak melakukan Pemeriksaan, Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka, atau menerbitkan surat ketetapan pajak.
(2) Terhadap SPT Pembetulan, selain dilakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga dilakukan penelitian atas pemenuhan ketentuan sebagai berikut:
a. pembetulan atas SPT yang menyatakan rugi harus disampaikan paling lama 2 (dua) tahun sebelum daluwarsa penetapan; dan
b. pembetulan atas SPT Tahunan karena Wajib Pajak menerima surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali Tahun Pajak sebelumnya atau beberapa Tahun Pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam SPT Tahunan yang akan dibetulkan tersebut, pembetulan disampaikan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah menerima Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.
(3) Dalam hal SPT disampaikan dalam bentuk dokumen elektronik, penelitian terhadap penandatanganan SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan memastikan adanya:
a. tanda tangan biasa pada induk SPT yang dicetak; atau
b. tanda tangan digital.
(4) Tanda tangan digital sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dapat dilakukan dengan menggunakan:
a. Sertifikat Elektronik;
b. kode verifikasi yang dikirimkan oleh Direktorat Jenderal Pajak; atau
c. tanda tangan elektronik lainnya yang ditentukan Direktorat Jenderal Pajak.
(5) Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, SPT dinyatakan tidak lengkap dalam hal:
a. terdapat elemen SPT Induk yang diisi tidak lengkap;
b. Lampiran "Daftar Pemotongan/Pemungutan yang Dipotong Pihak Lain atau Ditanggung Negara, Daftar Harta dan Kewajiban Pada Akhir Tahun dan Daftar Susunan Anggota Keluarga" dalam SPT Tahunan Orang Pribadi dilampirkan tetapi diisi tidak lengkap;
c. Lampiran "Daftar Pemegang Saham/Pemilik Modal dan Daftar Susunan Pengurus dan Komisaris" dalam SPT Tahunan Badan dilampirkan tetapi diisi tidak lengkap;
d. Lampiran Khusus dalam SPT Tahunan Badan dilampirkan tetapi diisi tidak lengkap;
e. SPT yang ditandatangani oleh kuasa Wajib Pajak tetapi tidak dilampirkan dengan Surat Kuasa Khusus dan dokumen yang harus dilampirkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan;
f. SPT Tahunan Orang Pribadi yang ditandatangani oleh ahli waris tetapi tidak dilampirkan dengan Surat Keterangan Kematian dari instansi yang berwenang;
g. SPT dengan status Kurang Bayar tetapi tidak dilampirkan Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP; dan
h. keterangan dan/atau dokumen yang dipersyaratkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini belum sepenuhnya dilampirkan pada penyampaian SPT Tahunan atau SPT Masa.
(6) Kewajiban penyampaian keterangan dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dikecualikan bagi SPT Tahunan 1770S dan SPT Tahunan 1770SS dengan status Nihil atau Kurang Bayar yang disampaikan melalui e-Filing.
(7) Keterangan dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c yang berupa SSP atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP dianggap telah disampaikan dalam hal:
a. SPT disampaikan melalui e-Filing; dan
b. Nomor Transaksi Penerimaan Negara pada SSP atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP telah dicantumkan dalam SPT.
Bagian Kedua
Penerimaan SPT Melalui e-Filing
Pasal 13
(1) Atas penyampaian SPT melalui e-Filing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, dilakukan:
a. proses pengecekan validitas NPWP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;
b. penelitian SPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1); dan
c. penelitian SPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), dalam hal SPT Pembetulan.
(2) Proses pengecekan validitas NPWP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan secara otomatis melalui sistem pada saluran penyampaian SPT melalui e-Filing sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (1).
(3) Penelitian SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan:
a. secara otomatis melalui sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak; dan
b. oleh KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.
(4) Dalam hal berdasarkan penelitian SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a diperoleh hasil:
a. NPWP valid;
b. SPT memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1); dan
c. SPT memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), dalam hal SPT Pembetulan,
kepada Wajib Pajak diterbitkan Bukti Penerimaan Elektronik.
(5) Dalam hal berdasarkan penelitian SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a tidak diperoleh hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (4), kepada Wajib Pajak tidak diterbitkan Bukti Penerimaan Elektronik.
Pasal 14
(1) Terhadap SPT yang diterima melalui laman penyalur SPT Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, tanggal dan Bukti Penerimaan Elektronik yang diterbitkan laman penyalur SPT Elektronik dianggap sebagai tanggal dan bukti penerimaan SPT sepanjang SPT tersebut telah lengkap dan dapat diterima sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak.
(2) Sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pengecekan validitas NPWP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) dan penelitian SPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) huruf a dan memberitahukan kepada penyalur SPT Elektronik mengenai:
a. SPT dapat diproses dan diterima oleh sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak;
b. SPT harus diunggah kembali, dalam hal SPT tidak dapat diproses sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak; atau
c. SPT ditolak, dalam hal berdasarkan penelitian SPT tidak diperoleh hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4).
(3) Pengunggahan kembali SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b harus dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) hari sejak pemberitahuan disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Dalam hal Wajib Pajak tidak melakukan pengunggahan kembali dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tanggal dan bukti penerimaan SPT yang sebelumnya telah diterbitkan tidak berlaku sebagai tanggal dan bukti penerimaan SPT.
Pasal 15
(1) Berdasarkan penelitian SPT yang dilakukan KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) huruf b, KPP dapat:
a. menerbitkan Surat Permintaan Kelengkapan SPT dalam hal SPT e-Filing tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf c; atau
b. menerbitkan Surat Pemberitahuan SPT Dianggap Tidak Disampaikan dalam hal SPT e-Filing:
1. tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf d, atau huruf e; atau
2. tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf d, atau huruf e, atau Pasal 12 ayat (2), untuk SPT Pembetulan.
(2) Penerbitan Surat Permintaan Kelengkapan SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat dilakukan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal pada Bukti Penerimaan Elektronik.
(3) Dalam hal permintaan kelengkapan dilakukan atas SPT Lebih Bayar dengan permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak, penerbitan Surat Permintaan Kelengkapan SPT dilaksanakan dalam jangka waktu yang lebih dahulu antara batas waktu penyelesaian permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal Surat Permintaan Kelengkapan SPT diterbitkan, Wajib Pajak harus menyampaikan kelengkapan SPT dalam bentuk Portable Document Format (PDF) atau format lainnya yang ditentukan Direktorat Jenderal Pajak dengan cara:
a. diunggah melalui e-Filing;
b. disampaikan langsung ke TPT KPP tempat Wajib Pajak terdaftar;
c. disampaikan melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
d. disampaikan melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
(5) Atas penyampaian kelengkapan SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (4), KPP meneliti kesesuaian kelengkapan SPT yang disampaikan Wajib Pajak dengan Surat Permintaan Kelengkapan SPT.
(6) Atas penyampaian kelengkapan SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, kepada Wajib Pajak diberikan Bukti Penerimaan Elektronik.
(7) Atas penyampaian kelengkapan SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b yang telah sesuai dengan Surat Permintaan Kelengkapan SPT, kepada Wajib Pajak diberikan bukti penerimaan kelengkapan SPT.
(8) Tanggal dan bukti penyampaian kelengkapan SPT sebagaimana dimaksud dalam:
a. Bukti Penerimaan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (6); atau
b. bukti pengiriman surat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c dan huruf d,
merupakan tanggal dan bukti penerimaan kelengkapan SPT sepanjang kelengkapan SPT telah sesuai dengan Surat Permintaan Kelengkapan SPT.
(9) Tanggal pada bukti penerimaan kelengkapan SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8) dianggap sebagai tanggal penerimaan SPT.
(10) Dalam hal Wajib Pajak:
a. tidak menyampaikan kelengkapan SPT dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4); atau
b. menyampaikan kelengkapan SPT namun tidak sesuai dengan Surat Permintaan Kelengkapan SPT,
kepada Wajib Pajak diterbitkan Surat Pemberitahuan SPT Dianggap Tidak Disampaikan.
Pasal 16
(1) Dalam hal setelah batas waktu penerbitan Surat Permintaan Kelengkapan SPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) ditemukan adanya keterangan dan/atau dokumen yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf c, KPP tidak dapat menerbitkan Surat Permintaan Kelengkapan SPT;
(2) Atas SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada Wajib Pajak dapat diberikan himbauan pembetulan SPT.
(3) Dokumen berupa:
a. Bukti Penerimaan Elektronik;
b. Surat Permintaan Kelengkapan SPT; dan
c. Surat Pemberitahuan SPT Dianggap Tidak Disampaikan,
dibuat dengan menggunakan format sesuai dengan contoh tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
Bagian Ketiga
Penerimaan SPT Secara Langsung
Pasal 17
(1) Terhadap SPT yang disampaikan dengan cara langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b, petugas penerima SPT melakukan:
a. proses pengecekan validitas NPWP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;
b. penelitian SPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1); dan
c. penelitian SPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), dalam hal SPT Pembetulan.
(2) Selain penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, petugas penerima SPT juga meneliti pemenuhan kriteria sebagai berikut:
a. SPT belum pernah disampaikan;
b. bagi Wajib Pajak yang memenuhi ketentuan kewajiban penyampaian SPT dalam bentuk dokumen elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, tidak menyampaikan SPT dalam bentuk formulir kertas (hard copy);
c. dalam hal SPT disampaikan dalam bentuk dokumen elektronik, induk SPT yang dicetak dan ditandatangani sesuai dengan induk SPT dalam media penyimpanan elektronik;
d. dalam hal SPT disampaikan dalam bentuk dokumen elektronik, SPT dimaksud dapat diproses pada sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak;
e. SPT Pembetulan disampaikan dalam bentuk dokumen elektronik, dalam hal SPT sebelumnya disampaikan dalam bentuk dokumen elektronik; dan
f. bukan termasuk Wajib Pajak yang memenuhi ketentuan kewajiban penyampaian SPT e-Filing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
(3) Dalam hal berdasarkan kegiatan penerimaan SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diperoleh hasil:
a. NPWP valid;
b. SPT memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1);
c. SPT memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), dalam hal SPT Pembetulan; dan
d. memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
petugas penerima SPT memberikan Bukti Penerimaan Surat.
(4) Dalam hal SPT yang disampaikan secara langsung tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), petugas penerima SPT mengembalikan SPT kepada Wajib Pajak.
(5) Bukti Penerimaan Surat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat dengan menggunakan format sesuai dengan contoh tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
Pasal 18
(1) Dalam hal di kemudian hari ditemukan adanya keterangan dan/atau dokumen yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf c, namun belum dilampirkan pada SPT yang telah diberikan Bukti Penerimaan Surat, KPP tidak dapat menerbitkan Surat Permintaan Kelengkapan SPT.
(2) Atas SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPP dapat menerbitkan himbauan pembetulan SPT.
Bagian Keempat
Penerimaan SPT Melalui Pos, Jasa Ekspedisi, atau Jasa Kurir, dengan Bukti Pengiriman Surat
Pasal 19
(1) Atas SPT yang disampaikan melalui pos dengan bukti pengiriman surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, atau jasa ekspedisi dan jasa kurir dengan bukti pengiriman surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d, petugas penerima SPT melakukan:
a. proses pengecekan validitas NPWP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11;
b. penelitian SPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1); dan
c. penelitian SPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), dalam hal SPT Pembetulan.
(2) Selain penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, petugas penerima SPT juga meneliti pemenuhan kriteria sebagai berikut:
a. isi amplop merupakan SPT;
b. SPT belum pernah disampaikan;
c. bagi Wajib Pajak yang memenuhi ketentuan kewajiban penyampaian SPT dalam bentuk dokumen elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, tidak menyampaikan SPT dalam bentuk formulir kertas (hard copy);
d. dalam hal SPT disampaikan dalam bentuk dokumen elektronik, induk SPT yang dicetak dan ditandatangani sesuai dengan induk SPT dalam media penyimpanan elektronik;
e. dalam hal SPT disampaikan dalam bentuk dokumen elektronik, SPT dimaksud dapat diproses pada sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak;
f. SPT Pembetulan disampaikan dalam bentuk dokumen elektronik, dalam hal SPT sebelumnya disampaikan dalam bentuk dokumen elektronik; dan
g. bukan termasuk Wajib Pajak yang memenuhi ketentuan kewajiban penyampaian SPT e-Filing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
(3) Dalam hal berdasarkan kegiatan penerimaan SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diperoleh hasil:
a. NPWP valid;
b. SPT memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1);
c. SPT memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), dalam hal SPT Pembetulan; dan
d. memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
tanda bukti dan tanggal pengiriman pada bukti pengiriman surat dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan SPT.
(4) Petugas penerima SPT menerbitkan Surat Pemberitahuan SPT Dianggap Tidak Disampaikan dalam hal:
a. SPT tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf d, dan/atau huruf e; atau
b. SPT Pembetulan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf d, dan/atau huruf e serta Pasal 12 ayat (2).
(5) Dalam hal SPT tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf c, petugas penerima SPT menerbitkan Surat Permintaan Kelengkapan SPT.
(6) Dalam hal SPT tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2), petugas penerima SPT mengembalikan amplop SPT beserta isinya dan menerbitkan Surat Pemberitahuan Status Penyampaian SPT yang menyatakan tanda bukti pengiriman surat tidak berlaku sebagai bukti penerimaan SPT.
Pasal 20
(1) Penerbitan Surat Permintaan Kelengkapan SPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (5) dapat dilakukan KPP dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal yang tercantum dalam bukti pengiriman SPT.
(2) Wajib Pajak harus menyampaikan kelengkapan SPT berdasarkan Surat Permintaan Kelengkapan SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung setelah tanggal Surat Permintaan Kelengkapan SPT, dengan cara:
a. langsung ke TPT KPP tempat Wajib Pajak terdaftar;
b. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
c. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
(3) Atas penyampaian kelengkapan SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (2), KPP meneliti kesesuaian kelengkapan SPT yang disampaikan Wajib Pajak dengan Surat Permintaan Kelengkapan SPT.
(4) Atas penyampaian kelengkapan SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a yang telah sesuai dengan Surat Permintaan Kelengkapan SPT, kepada Wajib Pajak diberikan bukti penerimaan kelengkapan SPT.
(5) Tanggal dan bukti pengiriman surat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c, merupakan tanggal dan bukti penerimaan kelengkapan SPT sepanjang kelengkapan SPT telah sesuai dengan Surat Permintaan Kelengkapan SPT.
(6) Tanggal pada bukti penerimaan kelengkapan SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dianggap sebagai tanggal penerimaan SPT.
(7) Dalam hal Wajib Pajak:
a. tidak menyampaikan kelengkapan SPT dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2); atau
b. menyampaikan kelengkapan SPT namun tidak sesuai dengan Surat Permintaan Kelengkapan SPT,
kepada Wajib Pajak diterbitkan Surat Pemberitahuan SPT Dianggap Tidak Disampaikan.
Pasal 21
(1) Dalam hal setelah batas waktu penerbitan Surat Permintaan Kelengkapan SPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) ditemukan adanya keterangan dan/atau dokumen yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf c, KPP tidak dapat menerbitkan Surat Permintaan Kelengkapan SPT.
(2) Atas SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPP dapat menerbitkan himbauan pembetulan SPT.
(3) Dokumen berupa:
a. Surat Permintaan Kelengkapan SPT;
b. Surat Pemberitahuan Status Penyampaian SPT;
c. Surat Pemberitahuan SPT Dianggap Tidak Disampaikan,
dibuat dengan menggunakan format sesuai dengan contoh tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
BAB VI
PENGOLAHAN SPT
Pasal 22
(1) Terhadap SPT yang disampaikan dalam bentuk kertas dan telah diberikan Bukti Penerimaan Surat, dilakukan perekaman isi SPT.
(2) Perekaman isi SPT dilakukan oleh KPP atau UPDDP yang menjadi mitra Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan ketetapan Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 23
(1) Apabila di kemudian hari diketahui:
a. SPT tidak ditandatangani oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang KUP;
b. SPT disampaikan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan satuan mata uang selain Rupiah, terhadap Wajib Pajak yang belum mendapatkan izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan dengan mata uang selain Rupiah;
c. SPT disampaikan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan satuan mata uang Rupiah, terhadap Wajib Pajak yang telah mendapatkan izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan dengan mata uang selain Rupiah;
d. SPT yang menyatakan Lebih Bayar disampaikan setelah 3 (tiga) tahun sesudah berakhirnya bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dan Wajib Pajak telah ditegur secara tertulis;
e. SPT disampaikan setelah Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka, atau menerbitkan surat ketetapan pajak;
f. SPT Pembetulan yang menyatakan rugi disampaikan melewati jangka waktu 2 (dua) tahun sebelum daluwarsa penetapan; atau
g. pembetulan atas SPT Tahunan karena Wajib Pajak menerima surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali Tahun Pajak sebelumnya atau beberapa Tahun Pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam SPT Tahunan yang akan dibetulkan tersebut, tidak disampaikan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah menerima Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali,
KPP dapat menerbitkan Surat Pemberitahuan SPT Dianggap Tidak Disampaikan.
(2) Dalam hal Surat Permintaan Kelengkapan SPT telah dikirimkan sesuai dengan alamat Wajib Pajak pada sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak namun surat tersebut tidak sampai kepada Wajib Pajak dan diterima kembali oleh KPP, KPP menerbitkan Surat Pemberitahuan SPT Dianggap Tidak Disampaikan dan mengumumkannya di TPT KPP.
(3) Dalam hal:
a. Surat Pemberitahuan Status Penyampaian SPT; atau
b. Surat Pemberitahuan SPT Dianggap Tidak Disampaikan,
telah dikirimkan sesuai dengan alamat Wajib Pajak pada sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak namun surat tersebut tidak sampai kepada Wajib Pajak dan diterima kembali oleh KPP, KPP mengumumkan daftar surat dimaksud di TPT KPP.
BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 24
(1) SPT Lebih Bayar yang disampaikan oleh Wajib Pajak dianggap tidak terdapat kelebihan pembayaran pajak, dalam hal:
a. Status Lebih Bayar dalam SPT tersebut disebabkan karena perbedaan pembulatan penghitungan pajak dalam sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
b. SPT Lebih Bayar tersebut disampaikan oleh aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia/Polisi Republik Indonesia, dan pejabat negara yang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1. menerima penghasilan hanya dari bendahara gaji instansi yang bersangkutan; dan
2. kelebihan pembayaran pajak tersebut berasal dari perhitungan Pajak Penghasilan terutang menurut Wajib Pajak lebih kecil daripada Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang berdasarkan bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 (1721 A2).
(2) Atas SPT Lebih Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pasal 25
Dalam hal SPT yang disampaikan Wajib Pajak melalui:
a. e-Filing;
b. pos dengan bukti pengiriman surat; atau
c. perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat,
merupakan SPT dengan status Lebih Bayar dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian dihitung sejak tanggal SPT diterima lengkap.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 26
(1) Atas SPT e-Filing yang diterima dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini, dapat dilakukan permintaan kelengkapan SPT dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini.
(2) Kewajiban penyampaian SPT e-Filing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 berlaku dalam hal jenis SPT yang diwajibkan tersebut telah dapat disampaikan melalui laman DJP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku:
1. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-215/PJ/2001 tentang Tata Cara Penerimaan Surat Pemberitahuan;
2. Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-179/PJ/2007 tentang Tempat Lain yang Dapat Digunakan Untuk Menerima Surat Pemberitahuan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2009;
3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-2/PJ/2011 tentang Tata Cara Penerimaan Surat Pemberitahuan Masa PPN sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-21/PJ/2013;
4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-01/PJ/2016 tentang Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan SPT Tahunan; dan
5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-01/PJ/2017 tentang Penyampaian SPT Elektronik,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 28
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Januari 2019
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
ttd.
ROBERT PAKPAHAN
Lampiran PER-02/PJ/2019 Tanggal 23 Januari 2019 Tentang Tata Cara Penyampaian, Penerimaan, dan Pengolahan Surat Pemberitahuan selengkapnya silahkan KLIK DISINI
Status PER-02/PJ/2019 Tanggal 23 Januari 2019 Tentang Tata Cara Penyampaian, Penerimaan, dan Pengolahan Surat Pemberitahuan adalah sebagai berikut :
1. PER-02/PJ/2019 mulai berlaku sejak tanggal 23 Januari 2019.
2. PER-03/PJ/2019 mencabut :
a. KEP-215/PJ/2001 tentang Tata Cara penerimaan Surat Pemberitahuan.
b.PER-179/PJ/2007 dan PER-11/PJ/2009 Tentang Tempat lain yang dapat digunakan untuk menerima Surat Pemberitahuan Direktur Jenderal Pajak.
c. PER-2/PJ/2001 dan PER-21/PJ/2013 Tentang Tata cara penerimaan SPT Masa PPN.
d. PER-01/2016 Tentang Tata cara Penerimaan dan Pengolahan SPT Tahunan.
e. PER-01/PJ/2017 Tentang Penyampaian SPT Elektronik.
Baca Juga :