Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Penagihan Pajak

Apabila Wajib Pajak tidak membayar tagihan pajak yang tercantum dalam  Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKB) setelah jatuh tempo pembayaran, maka Kantor Pajak akan melakukan tindakan penagihan pajak.

Oleh karena itu Wajib Pajak perlu memahami tentang Penagihan Pajak yang dilakukan oleh Kantor Pajak, sehingga  pada kesempatan kali ini akan dibahas mengenai :

A. Pengertian Penagihan Pajak

B. Tata Cara Penagihan Pajak


A. Pengertian Penagihan Pajak

Pengertian Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan  pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.

Pengertian Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pengertian Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pengertian Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.

Pengertian Biaya Penagihan adalah adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang, Jasa Penilai dan biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak.

Penagihan Pajak dilakukan oleh Juru Sita Pajak

Pengertian Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan  seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan.


B. Tata Cara Penagihan Pajak

Yang menjadi dasar bagi Kantor Pajak untuk melakukan tindakan penagihan pajak kepada Wajib Pajak antara lain :

1. Surat Tagihan Pajak (STP).

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

4. Surat Keputusan Pembetulan.

5. Surat Keputusan Keberatan.

6. Putusan Banding,

7. Putusan Peninjauan Kembali,

yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah.

Tata Cara Penagihan Pajak

1. Saat dimulainya Penagihan Pajak

Penagihan Pajak dimulai sejak saat jatuh tempo pembayaran :

a. Surat Tagihan Pajak (STP).

b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

d. Surat Keputusan Pembetulan.

e. Surat Keputusan Keberatan.

f. Putusan Banding,

g. Putusan Peninjauan Kembali,

apabila Wajib Pajak tidak melunasi pajak yang seharusnya dibayar.
Jatuh tempo pembayaran dapat dilihat di Surat tersebut diatas.

2. Surat Tegoran

Setelah jatuh tempo pembayaran tersebut diatas, Kantor Pajak akan menerbitkan Surat Tegoran.

3. Surat Paksa 

Setelah Surat Tegoran dikirimkan dan Wajib Pajak  ternyata tidak membayar pajak yang seharusnya dibayar, maka akan diterbitkan Surat Paksa.

Pemberitahuan Surat Paksa dituangkan dalam Berita Acara yang sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggal pemberitahuan Surat Paksa, nama Jurusita Pajak, nama yang menerima, dan tempat pemberitahuan Surat Paksa.

Surat Paksa terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada :

a. Penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau di tempat lain yang memungkinkan;

b. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja di tempat usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai;

c. Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi; atau

d. Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi.

Surat Paksa terhadap Wajib Pajak Badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada :

a. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik di tempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain yang memungkinkan; atau

b. Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan yang bersangkutan apabila Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

4. Penyitaan

Apabila setelah lewat waktu 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam sejak Surat Paksa diberitahukan kepada Penanggung Pajak sebagaimana dan utang pajak tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak, Pejabat menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.

Penyitaan dilaksanakan terhadap barang milik Penanggung Pajak yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau di tempat lain termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu yang dapat berupa :

a. Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang 
dipersamakan dengan itu, obligasi saham, atau surat berharga lainnya,  piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain; dan atau

b. Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi kotor tertentu.

Penyitaan terhadap Penanggung Pajak Badan dapat dilaksanakan terhadap barang milik perusahaan, pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik di tempat kedudukan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain.

5. Lelang

Apabila utang pajak dan atau biaya penagihan pajak tidak dilunasi setelah 
dilaksanakan penyitaan, Pejabat berwenang melaksanakan penjualan secara lelang terhadap barang yang disita melalui Kantor Lelang.

Barang yang dikecualikan dari penjualan secara lelang antara lain :

a. Uang tunai.

b. Dposito berjangka.

c. Tabungan.

d. Saldo rekening  koran.

e. Oligasi.

f. Saham.

g. Surat berharga lainnya

h. Piutang.

i. Penyertaan modal pada perusahaan lain. 

Barang yang dikecualikan dari penjualan secara lelang tersebut digunakan untuk membayar biaya penagihan pajak dan utang pajak dengan cara :

a. Uang tunai disetor ke Kas Negara atau Kas Daerah;

b. Deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, dipindahbukukan ke Kas Negara atau Kas Daerah atas permintaan Pejabat kepada Bank yang bersangkutan;

c. Obligasi, saham, atau surat berharga lainnya yang diperdagangkan di bursa efek dijual di bursa efek atas permintaan Pejabat;

d. Obligasi, saham, atau surat berharga lainnya yang tidak diperdagangkan di bursa efek segera dijual oleh Pejabat;

e. Piutang dibuatkan berita acara persetujuan tentang pengalihan hak menagih dari Penanggung Pajak kepada Pejabat;

f. Penyertaan modal pada perusahaan lain dibuatkan akte persetujuan pengalihan hak menjual dari Penanggung Pajak kepada Pejabat.

Hasil Lelang dipergunakan terlebih dahulu untuk membayar biaya penagihan pajak yang belum dibayar dan sisanya untuk membayar utang pajak.

Dalam hal hasil lelang sudah mencapai jumlah yang cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak, pelaksanaan lelang dihentikan oleh pejabat walaupun barang yang akan dilelang masih ada.

Sisa barang beserta kelebihan uang hasil lelang dikembalikan oleh Pejabat kepada Penanggung Pajak segera setelah pelaksanaan lelang.




Referensi :




- Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tanggal  2 Agustus 2000 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.

- Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 Tanggal  27 Mei 1997 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa