Pajak Untuk Bendahara Pemerintah (bendahara pengeluaran)
Bendahara Pemerintah adalah pegawai yang ditunjuk oleh pemerintah untuk membayarkan belanja barang dan atau jasa serta modal yang dikeluarkan oleh pemerintah kepada rekanan pemerintah yang dananya berasal dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) dan sumber lainnya.
Setiap Instansi Pemerintah wajib mendaftarkan diri pada KPP (Kantor Pelayanan Pajak) atau KP2KP (Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan) yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Instansi Pemerintah menurut keadaan yang sebenarnya.
Terhadap Instansi Pemerintah yang telah mendaftarkan diri diberikan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) di tempat kedudukan dan tidak terdapat NPWP cabang bagi Instansi Pemerintah.
Hal ini terjadi karena Instansi Pemerintah hanya mempunyai kewajiban Pemotongan dan Pemungutan atas pengeluaran/belanja barang/jasa/modal yang sumber dananya berasal dari APBN dan/atau APBD.
1. Bendahara Pemerintah Pusat.
2. Bendahara Pemerintah Daerah, meliputi :
a. Bendahara Pemerintah Daerah Tingkat I.
b. Bendahara Pemerintah Tingkat II.
3. Bendahara Desa.
Mulai 1 April 2020
Kewajiban perpajakan untuk Bendahara Pemerintah digantikan oleh Instansi Pemerintah, sehingga NPWP Bendahara Pemerintah harus dicabut dan diganti dengan NPWP Instansi Pemerintah.
Terhadap Instansi Pemerintah yang telah mendaftarkan diri diberikan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) di tempat kedudukan dan tidak terdapat NPWP cabang bagi Instansi Pemerintah.
Contoh Kasus :
NPWP Instansi Pemerintah digunakan oleh :
SMP Negeri 10 Purwokerto sebagai Instansi Pemerintah yang beralamat di Jl.H.Mashuri Kelurahan Rejasari Kecamatan Purwokerto Barat Kabupaten Banyumas Jawa Tengah wajib mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak untuk mendapatkan NPWP di KPP (Kantor Pelayanan Pajak) Pratama Purwokerto.
Hal ini karena alamat SMP Negeri 10 Purwokerto termasuk dalam wilayah kerja KPP Pratama Purwokerto.
1. Pengguna anggaran / kuasa pengguna anggaran
2. Pejabat penandatangan surat perintah membayar.
3. Bendahara pengeluaran.
4. Bendahara penerimaan.
5. Kepala urusan keuangan pemerintah desa
dalam pelaksanaan hak dan kewajiban Instansi Pemerintah sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak.
Instansi Pemerintah mempunyai kewajiban perpajakan yang agak berbeda dengan wajib pajak badan dan orang pribadi.
Hal ini terjadi karena Instansi Pemerintah hanya mempunyai kewajiban Pemotongan dan Pemungutan atas pengeluaran/belanja barang/jasa/modal yang sumber dananya berasal dari APBN dan/atau APBD.
Pengertian APBN dan/atau APBD termasuk juga penerimaan pemerintah yang tidak dimasukkan dalam APBN dan/atau APBD seperti penerimaan dari masyarakat yang diterima oleh BLU (Badan Layanan Umum) dan penerimaan Desa yang tertuang dalam APBDes yang tidak berasal dari APBN dan/atau APBD.
Artikel Tentang Perpajakan Untuk Bendahara Instansi Pemerintah
Instansi Pemerintah terdiri dari :
1. Instansi Pemerintah
Pusat.
2. Instansi Pemerintah Daerah, meliputi :
a. Instansi Pemerintah Daerah Tingkat I.
b. Instansi Pemerintah Daerah Tingkat II.
3. Instansi Pemerintah Desa.
Kewajiban sebagai Instansi Pemerintah dalam bidang
perpajakan adalah sebagai berikut :
1. Mendaftarkan diri untuk memperoleh
NPWP.
2. Instansi Pemerintah yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kecuali pengusaha kecil sesuai ketentuan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai batasan pengusaha kecil, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP (Pengusaha Kena Pajak).
3. Melakukan
pemungutan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) atas Belanja Barang dan Jasa (nilai pengadaan lebih dari
Rp.2.000.000, (dua juta rupiah) tidak termasuk PPN) dengan tarif 11% (sebelas persen) dari DPP (dasar pengenaan pajak),
melakukan penyetoran paling lambat tanggal 07 bulan berikut dan melaporkan
paling lambat tanggal 14 bulan berikut.
4. Melakukan pemungutan PPh Pasal 22 atas
Belanja Barang (nilai pengadaan lebih dari Rp.2.000.000 (dua juta rupiah) tidak termasuk PPN) dengan
tarif 1.5 % dari DPP (dasar pengenaan pajak), apabila rekanan tidak mempunyai
NPWP tarif pajak menjadi 1.5% + 1.5 % (atau 3 %) dari obyek PPh Pasal 22/DPP
PPN, melakukan penyetoran paling lambat pada saat pembayaran dan
melaporkan paling lambat tanggal 14 bulan berikut.
5. Melakukan
Pemotongan PPh Pasal 23 atas belanja jasa dengan tarif 2 % dari obyek PPh Pasal
23/DPP PPN, apabila rekanan tidak mempunyai NPWP tarif pajak menjadi 2% + 2 %
(atau 4 %) dari obyek PPh Pasal 23/DPP PPN, melakukan penyetoran paling lambat
tanggal 10 bulan berikut dan melaporkan paling lambat tanggal 20 bulan berikut.
Dengan kode jenis setoran (MAP) 411124-100.
6. Melakukan
Pemotongan PPh Pasal 4 (2) atas belanja jasa obyek PPh Pasal 4 (2) dengan tarif
2 %, 3 % atau 4 % dari obyek PPh Pasal 4 (2)/DPP PPN, melakukan penyetoran paling lambat
tanggal 10 bulan berikut dan melaporkan paling lambat tanggal 20 bulan berikut.
Dengan kode jenis setoran (MAP) untuk jasa perawatan gedung 411128-409.
7. Melakukan
Pemotongan PPh Pasal 21 atas belanja pegawai, melakukan penyetoran paling
lambat tanggal 10 bulan berikut dan melaporkan paling lambat tanggal 20 bulan
berikut, dengan ketentuan :
a. Untuk Gaji PNS dipotong PPh Pasal 21 sesuai Tarif Pajak
Pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan (PPh) dan perubahannya.
b. Untuk Penghasilan PNS selain dari gaji PNS Golongan II
ke bawah tidak dipotong PPh Pasal 21.
c. Untuk Penghasilan PNS selain dari gaji PNS Golongan III
dipotong PPh Pasal 21 Final sebesar 5 % dari nilai bruto
d. Untuk Penghasilan PNS selain dari gaji PNS Golongan IV
dipotong PPh Pasal 21 Final sebesar 15 % dari nilai bruto.
e. Untuk Pegawai tidak tetap non PNS (wiyata bakti atau
pegawai honorer) dipotong PPh Pasal 21 sebesar 5 % dari nilai bruto jika
nilainya diatas PTKP per bulan.
f. Untuk bukan pegawai (hanya menerima penghasilan sekali)
non PNS dipotong PPh Pasal 21 sebesar 5 % x 50 % x nilai bruto.
g. Untuk bukan pegawai (yang menerima penghasilan lebih
dari sekali) non PNS dipotong PPh Pasal 21 sebesar 5 % x 50 % x ( dari
nilai bruto – PTKP) dengan syarat yang bersangkutan telah mempunyai
Nomor Pokok Wajib Pajak dan hanya
memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21
dan/atau PPh Pasal 26 serta tidak memperoleh penghasilan lainnya
apabila tidak memenuhi syarat maka dipotong PPh Pasal 21 sebesar 5 % x 50
% dari nilai bruto (penghasilan kena pajak kumulatif).
h. Tarif PPh Pasal 21 non final dikenakan sebesar 5 % +
(20 % x 5 %) atau 6 % kepada penerima penghasilan yang tidak mempunyai
NPWP.
i. Kode jenis setoran PPh Pasal 21 final : 411121-402
j. Kode jenis setoran PPh Pasal 21 non
final : 411121-100
8. Untuk
PPh Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 4 (2) dilakukan pelaporan pajak apabila ada
transaksi, apabila tidak ada tidak perlu lapor.
9. Apabila
rekanan tidak mempunyai NPWP maka tetap disetor atas nama rekanan (khusus untuk PPh Pasal 22) dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. NPWP : 00.000.000.0-(kode KPP).000 (KPP
Purwokerto : 00.000.000.0-521.000)
b. Nama : Nama Toko / Orang / Badan Pemilik
barang/jasa
c. Alamat : Alamat Toko / Orang / Badan
Pemilik barang/jasa
10. Sanksi
administrasi bagi Instansi Pemerintah yang tidak melaksanakan kewajiban penyetoran dan
pelaporan pajak adalah akan diterbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. Sanksi tidak setor PPN adalah sebesar bunga sesuai ketentuan x bulan
terlambat x PPN yang seharusnya disetor.
b. Sanksi tidak lapor SPT Masa PPN adalah sebesar
Rp.500.000,-
c. Sanksi tidak setor PPh Pasal 21 adalah sebesar bunga sesuai ketentuan x
bulan terlambat x PPh Pasal 21 yang seharusnya disetor.
d. Sanksi tidak lapor SPT Masa PPh Pasal 21 adalah sebesar
Rp.100.000,-
e. Sanksi tidak setor PPh Pasal 22 adalah sebesar bunga sesuai ketentuan x
bulan terlambat x PPh Pasal 22 yang seharusnya disetor.
f. Sanksi tidak lapor SPT Masa PPh Pasal 22 adalah sebesar
Rp.100.000,-
g. Sanksi tidak setor PPh Pasal 23 adalah sebesar bunga sesuai ketentuan x
bulan terlambat x PPh Pasal 23 yang seharusnya disetor.
h. Sanksi tidak lapor SPT Masa PPh Pasal 23 adalah sebesar
Rp.100.000,-
i. Sanksi tidak setor PPh Pasal 4 (2) adalah sebesar bunga sesuai ketentuan x
bulan terlambat x PPh Pasal 4 (2) yang seharusnya disetor.
j. Sanksi tidak lapor SPT Masa PPh
Pasal 4 (2) adalah sebesar Rp.100.000,-
Baca Juga :
Baca Juga :
Referensi :