Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tax Treaty Indonesia Singapura

Tax Treaty Indonesia Singapura atau P3B Indonesia Singapura adalah Perjanjian antara Negara Indonesia dengan Negara Singapura dalam bidang perpajakan khususnya Pajak Penghasilan.

Tax Treaty Indonesia Singapura atau P3B Indonesia Singapura

Tax Treaty Indosesia Singapura atau P3B (Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda) antara Indonesia dengan Singapura disahkan pada 8 Mei 1990 dan efektif mulai tanggal  1 Januari 1992

Tax Treaty Indonesia Singapura atau P3B Indonesia Singapura disusun dalam 2 (dua) bahasa, yaitu Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia.

Tax Treaty Indonesia Singapura atau P3B Indonesia Singapura dalam Bahasa Indonesia selengkapnya :


PERSETUJUAN

ANTARA

PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

DAN

PEMERINTAH REPUBLIK SINGAPURA

TENTANG PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK ATAS PENGHASILAN

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Singapura,

BERHASRAT mengadakan suatu Persetujuan mengenai penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak yang berhubungan dengan pajak atas penghasilan.

TELAH MENYETUJUI SEBAGAI BERIKUT :
 
Pasal 1

ORANG DAN BADAN YANG TERCAKUP DALAM PERSETUJUAN

Persetujuan ini berlaku terhadap orang dan badan yang menjadi penduduk salah satu atau kedua Negara pihak pada Persetujuan.

Pasal 2

PAJAK-PAJAK YANG DICAKUP DALAM PERSETUJUAN INI

1. Persetujuan ini berlaku terhadap pajak-pajak atas penghasilan yang dikenakan oleh setiap Negara pihak pada Persetujuan, tanpa memperhatikan cara pemungutan pajak-pajak tersebut.

2. Dianggap sebagai pajak-pajak atas penghasilan adalah semua pajak yang dikenakan atas seluruh penghasilan atau bagian-bagian penghasilan, termasuk pajak-pajak atas keuntungan yang diperoleh  dari pemindahtanganan harta gerak atau harta tak gerak dan pajak-pajak atas jumlah keseluruhan  gaji atau upah yang dibayarkan oleh perusahaan.

3. Persetujuan ini harus diterapkan terhadap pajak-pajak yang berlaku sekarang ini, yaitu :

(a)  di Singapura : 

pajak penghasilan (selanjutnya disebut sebagai "pajak Singapura");          

(b) di Indonesia :

pajak penghasilan, dan sepanjang dinyatakan dalam pajak penghasilan tersebut, pajak perseroan dan pajak atas bunga, dividen dan royalti (selanjutnya disebut sebagai "pajak Indonesia").

4. Persetujuan ini berlaku pula terhadap setiap pajak yang serupa atau pada hakekatnya sama yang dikenakan setelah tanggal penandatanganan Persetujuan ini sebagai tambahan terhadap, atau sebagai pengganti dari pajak-pajak yang sekarang berlaku. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan harus saling memberitahukan satu sama lain mengenai setiap perubahan-perubahan penting yang terjadi dalam perundang-undangan perpajakan mereka.

5. Apabila karena suatu hal terdapat perubahan dalam perundang-undangan perpajakan dari Negara pihak pada Persetujuan, dan hal ini mempengaruhi untuk mengubah beberapa pasal dalam Persetujuan ini tanpa mempengaruhi prinsip-prinsip umum, perubahan-perubahan penting tersebut  dapat dibuat dengan persetujuan bersama dengan pertukaran nota diplomatik atau cara lain sesuai dengan prosedur kontitusional mereka.

Pasal 3

PENGERTIAN-PENGERTIAN UMUM

1. Kecuali jika dari hubungan kalimatnya harus diartikan lain, yang dimaksud dalam persetujuan ini  dengan :

(a)  
(i)  istilah "Singapura" meliputi wilayah Republik Singapura sebagaimana ditentukan dalam perundang-undangannya dan daerah sekitarnya dimana Republik Singapura memiliki hak-hak kedaulatan atau yurisdiksi sesuai ketentuan-ketentuan menurut  Konvensi Hukum Laut PBB, 1982;

(ii) istilah "Indonesia" meliputi wilayah Republik Indonesia sebagaimana ditentukan dalam perundang-undangannya dan daerah sekitarnya dimana Republik Indonesia  memiliki hak-hak kedaulatan atau yurisdiksi sesuai ketentuan-ketentuan menurut  Konvensi Hukum Laut PBB, 1982.

(b) istilah "Negara pihak pada Persetujuan" dan "Negara pihak lainnya pada Persetujuan" berarti Indonesia atau Singapura, tergantung dari hubungan kalimatnya;

(c) istilah "pajak" berarti Pajak Indonesia atau Pajak Singapura tergantung dari hubungan kalimatnya;

(d) istilah "orang/badan" meliputi orang pribadi, perseroan dan setiap kumpulan dari orang-orang dan/atau badan-badan yang untuk tujuan pemungutan pajak diperlakukan sebagai suatu  entitas;

(e) istilah "perseroan" berarti setiap badan hukum atau setiap entitas yang untuk tujuan pemungutan pajak diperlakukan sebagai suatu badan hukum;

(f) istilah "perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan" dan "perusahaan dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan" masing-masing berarti suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dan suatu perusahaan yang di jalankan oleh penduduk dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan;

(g) istilah "warganegara" berarti :

(i) setiap orang pribadi yang memiliki kebangsaan atau kewarganegaraan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan;

(ii) setiap badan hukum, usaha bersama, persekutuan dan entitas lainnya yang statusnya mereka peroleh berdasarkan hukum yang berlaku pada salah satu Negara pihak pada Persetujuan;"

(h) istilah "lalu lintas internasional" berarti setiap pengangkutan oleh kapal laut atau pesawat udara yang dilakukan oleh suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan, kecuali jika kapal atau pesawat udara itu semata-mata dioperasikan antara tempat-tempat di Negara pihak lainnya pada Persetujuan;

(i) istilah "pejabat yang berwenang" berarti :

(aa) di Indonesia - Menteri Keuangan atau wakilnya yang sah;

(bb) di Singapura - Menteri Keuangan atau wakilnya yang sah;

2. Sehubungan dengan penerapan Persetujuan oleh salah satu Negara pihak pada Persetujuan, setiap istilah yang tidak dirumuskan dalam Persetujuan ini mempunyai arti menurut perundang-undangan Negara pihak pada Persetujuan ini sepanjang mengenai pajak-pajak yang diatur dalam Persetujuan ini, kecuali jika dari hubungan kalimatnya harus diartikan lain.

Pasal 4

DOMISILI FISKAL

 1. Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah "penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan" berarti setiap orang dan badan, yang merupakan penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan untuk kepentingan pajak Negara pihak pada Persetujuan tersebut. Istilah ini tidak mencakup bentuk usaha tetap dari perusahaan asing yang diperlakukan sebagai penduduk bagi kepentingan pajak.

2. Jika seseorang menurut ketentuan-ketentuan pada ayat 1 menjadi penduduk di kedua Negara pihak pada Persetujuan, maka statusnya akan ditentukan menurut ketentuan-ketentuan berikut :

(a)  ia akan dianggap sebagai penduduk Negara pihak pada Persetujuan dimana ia mempunyai  tempat tinggal tetap yang tersedia baginya. Apabila ia mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia di kedua Negara, ia akan dianggap sebagai penduduk Negara di mana terdapat hubungan-hubungan pribadi dan ekonomi yang lebih erat (pusat kepentingan-kepentingan pokok);

(b) jika Negara pihak pada Persetujuan di mana pusat kepentingan-kepentingan pokoknya tidak dapat ditentukan, atau jika ia tidak mempunyai tempat tinggal tetap yang tersedia baginya di salah satu Negara, maka ia akan dianggap sebagai penduduk Negara di mana ia biasanya berdiam;

(c) jika ia mempunyai tempat kebiasaan  berdiam di kedua Negara pihak pada Persetujuan atau sama sekali tidak mempunyainya di salah satu Negara pihak pada Persetujuan tersebut maka pejabat-pejabat yang berwenang dari Negara pihak pada Persetujuan akan menyelesaikan masalahnya berdasarkan persetujuan bersama.

3. Apabila berdasarkan ketentuan-ketentuan ayat 1, suatu badan mempunyai tempat kedudukan di kedua Negara pihak pada Persetujuan, maka pejabat-pejabat yang berwenang dari Negara pihak pada Persetujuan akan menyelesaikan masalahnya berdasarkan persetujuan bersama.

Pasal 5

BENTUK USAHA TETAP 

1. Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah "bentuk usaha tetap" berarti suatu tempat usaha tetap di mana seluruh atau sebagian usaha suatu perusahaan dijalankan.

2. Istilah "bentuk usaha tetap" terutama meliputi :

(a) suatu tempat kedudukan manajemen;
(b) suatu cabang;
(c) suatu kantor;
(d) suatu pabrik;
(e) suatu bengkel;
(f) suatu pertanian atau perkebunan;
(g) suatu tambang, suatu sumur minyak atau gas, suatu penggalian sumber daya alam;
(h) suatu lokasi bangunan konstruksi, proyek instalasi atau proyek perakitan yang berlangsung untuk suatu masa yang melebihi 183 hari;
(i) pemberian jasa-jasa termasuk jasa-jasa konsultan oleh suatu perusahaan melalui seorang pegawai atau pegawai-pegawai lain (selain daripada seorang agen yang bertindak bebas sebagaimana dimaksud dalam ayat 7) dimana kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung di suatu Negara pihak pada Persetujuan dalam suatu masa yang melebihi 90 hari dalam dua belas bulan.

3. Istilah "bentuk usaha tetap" tidak dianggap meliputi :
(a) penggunaan fasilitas-fasilitas semata-mata dengan maksud untuk menyimpan atau memamerkan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan;
(b) Pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan semata-mata dengan maksud untuk disimpan atau dipamerkan;
(c) pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan semata-mata dengan maksud untuk diolah oleh perusahaan lain;
(d) pengurusan suatu tempat usaha tetap semata-mata dengan maksud untuk pembelian barang-barang atau barang dagangan atau untuk mengumpulkan informasi bagi keperluan  perusahaan;
(e) pengurusan suatu tempat usaha tetap semata-mata dengan maksud untuk tujuan periklanan, atau untuk memberikan keterangan-keterangan, untuk penelitian ilmiah atau untuk kegiatan yang sejenis yang bersifat persiapan atau penunjang bagi perusahaan;

4. Suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dianggap mempunyai suatu bentuk usaha tetap di Negara pihak lain pada Persetujuan apabila perusahaan tersebut menjalankan kegiatan pengawasan di Negara pihak lain tersebut untuk suatu masa lebih dari 6 bulan yang berhubungan  dengan suatu proyek konstruksi, proyek instalasi atau proyek perakitan yang dilakukan di Negara pihak lain tersebut.

5. Orang atau badan yang bertindak di suatu Negara pihak pada Persetujuan untuk atau atas nama perusahaan yang berkedudukan di suatu Negara pihak lain pada Persetujuan kecuali agen yang bertindak bebas sebagaimana berlaku ayat 6, dianggap sebagai bentuk usaha tetap di Negara pihak pada Perjanjian yang disebut pertama, apabila :  

(a) mempunyai, dan biasa melakukan dalam Negara pihak yang disebut pertama itu, wewenang untuk menutup kontrak-kontrak atas nama perusahaan, kecuali kegiatannya dibatasi untuk pembelian barang atau barang dagangan bagi perusahaan; atau

(b) ia biasa mengurus dalam Negara yang disebut pertama suatu persediaan barang atau barang dagangan milik perusahaan dimana ia secara teratur menyerahkan barang atau barang dagangan untuk atau atas nama perusahaan.

6. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan sebelumnya dari Pasal ini, suatu perusahaan asuransi dari suatu Negara pihak pada Persetujuan kecuali yang berhubungan dengan re-asuransi, dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Negara pihak lain pada Persetujuan jika perusahaan asuransi  tersebut memungut premi di wilayah Negara pihak lain tersebut atau menanggung resiko-resiko yang terjadi di sana melalui seorang pegawai atau perwakilan yang bukan merupakan agen yang bertindak bebas seperti dimaksud pada ayat 7.

7. Suatu perusahaan dari suatu Negara tidak akan dianggap mempunyai suatu bentuk usaha tetap di Negara pihak lain pada Persetujuan hanya karena perusahaan tersebut menjalankan usahanya melalui seorang makelar, komisioner atau setiap agen lainnya yang bertindak bebas, selama orang-orang itu bertindak dalam rangka usahanya. Namun, bila kegiatan-kegiatan agen tersebut secara keseluruhan atau hampir secara keseluruhan diperuntukkan bagi kepentingan perusahaan itu, ia tidak akan merupakan suatu agen yang berdiri sendiri seperti yang diartikan oleh ayat ini.

8. Bila suatu perseroan yang merupakan penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan mengawasi atau diawasi oleh suatu perseroan yang merupakan penduduk dari Negara pihak lain pada Persetujuan, atau yang menjalankan usahanya di Negara pihak lain tersebut (baik melalui suatu bentuk usaha tetap atau cara lain), tidak akan dengan sendirinya menjadikan salah satu perseroan tersebut bentuk usaha tetap dari yang lainnya.

Pasal 6

PENGHASILAN DARI HARTA TAK GERAK

1. Penghasilan yang diperoleh seorang penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dari harta tak gerak yang berada di Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara lain tersebut.

2. Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah "harta tak gerak" akan mempunyai arti sesuai dengan perundang-undangan Negara pihak pada Persetujuan di mana harta yang bersangkutan berada. Istilah tersebut meliputi juga benda-benda yang menyertai harta tak gerak, ternak dan peralatan yang  dipergunakan dalam usaha pertanian dan kehutanan, hak-hak terhadap mana berlaku ketentuan- ketentuan dalam hukum umum mengenai pemilikan atas lahan, hak memungut hasil atas harta tak gerak, serta hak atas pembayaran-pembayaran tetap atau tak tetap sebagai balas jasa untuk pengerjaan, atau hak untuk mengerjakan kandungan mineral, sumber-sumber dan sumber-sumber kekayaan alam lainnya. Kapal laut, perahu dan pesawat udara tidak dianggap sebagai harta tak gerak.

3. Ketentuan-ketentuan pada ayat 1 berlaku juga terhadap penghasilan yang diperoleh dari penggunaan secara langsung, dari penyewaan, atau dari penggunaan harta tak gerak dalam bentuk apapun.

4. Ketentuan-ketentuan dalam ayat-ayat 1 dan 3 berlaku juga terhadap penghasilan yang diperoleh dari harta tak gerak suatu perusahaan dan terhadap penghasilan dari harta tak gerak yang digunakan  dalam menjalankan jasa-jasa profesional.

Pasal 7

LABA USAHA

1. Laba suatu perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di Negara itu kecuali jika perusahaan itu menjalankan usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan melalui suatu bentuk usaha tetap. Apabila perusahaan tersebut menjalankan usahanya sebagaimana dimaksud di atas, maka laba perusahaan itu dapat dikenakan pajak di negara lainnya tetapi hanya atas bagian laba yang berasal dari bentuk usaha tetap tersebut.

2. Jika suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan menjalankan usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di sana, maka yang akan diperhitungkan sebagai laba bentuk usaha tetap itu oleh masing-masing negara ialah laba yang diperolehnya seandainya bentuk usaha tetap tersebut merupakan suatu perusahaan yang terpisah dan bertindak bebas yang melakukan kegiatan-kegiatan yang sama atau serupa, dalam keadaan yang sama atau serupa, dan mengadakan hubungan yang sepenuhnya bebas dengan perusahaan yang memiliki bentuk usaha tetap itu.

3. Dalam menentukan besarnya laba suatu bentuk usaha tetap, dapat dikurangkan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan usaha dari bentuk usaha tetap itu termasuk biaya-biaya pimpinan dan biaya-biaya administrasi umum, yang dapat dikurangkan seandainya bentuk usaha tetap adalah            perusahaan yang berdiri sendiri, sepanjang biaya-biaya tersebut dialokasikan secara wajar terhadap bentuk usaha usaha tetap, baik yang dikeluarkan di Negara di mana bentuk usaha tetap tersebut berada atau dimanapun.

4. Seandainya informasi yang tersedia pada pihak yang berwenang tidak mencukupi untuk menentukan keuntungan-keuntungan yang diperoleh bentuk usaha tetap atau perusahaan, Pasal ini tidak akan mempengaruhi berbagai ketentuan dari negara tersebut sehubungan penentuan pajak yang terhutang      terhadap orang atau badan dengan suatu kebijaksanaan atau berdasarkan suatu taksiran oleh pejabat berwenang, sepanjang undang-undang memungkinkannya dan informasi yang tersedia memungkinkannya, asalkan sesuai dengan prinsip yang dianut oleh Pasal ini.

5. Demi penerapan ayat-ayat terdahulu, besarnya laba bentuk usaha tetap harus ditentukan dengan cara yang sama dari tahun ke tahun, kecuali jika terdapat alasan yang kuat dan cukup untuk melakukan penyimpangan.

6. Jika dalam jumlah laba termasuk bagian-bagian penghasilan yang diatur secara tersendiri pada pasal-pasal lain dalam Persetujuan ini, maka ketentuan pasal-pasal tersebut tidak akan terpengaruh oleh ketentuan-ketentuan Pasal ini.

7. Laba yang semata-mata berasal dari pembelian barang atau barang dagangan yang dilakukan oleh suatu bentuk usaha tetap untuk perusahaan, tidak dihitung sebagai laba dari bentuk usaha tetap.

Pasal 8

PERKAPALAN DAN PENGANGKUTAN UDARA

1. Laba yang diperoleh oleh suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dari pengoperasian pesawat udara di jalur lalu lintas internasional hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.

2. Laba yang diperoleh oleh suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dari pengoperasian kapal-kapal laut di jalur lalu lintas internasional dapat dikenakan pajak di Negara pihak lain pada Persetujuan, tetapi pajak yang dikenakan di Negara pihak lain tersebut akan dikurangi sebesar 50%.

3. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan ayat 2 berlaku pula terhadap bagian laba dari pengoperasian kapal-kapal laut atau pesawat udara yang diperoleh suatu perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan melalui penyertaan dalam suatu gabungan perusahaan, suatu usaha bersama atau dari suatu perwakilan untuk operasi internasional.

Pasal 9

PERUSAHAAN-PERUSAHAAN YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA

Apabila

(a) suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan baik secara langsung maupun  tidak langsung turut serta dalam manajemen, pengawasan atau modal suatu perusahaan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, atau

(b) orang atau badan yang sama baik secara langsung maupun tidak langsung turut serta dalam manajemen, pengawasan atau modal suatu perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan dan suatu perusahaan dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan; dan dalam kedua hal itu antara kedua perusahaan dimaksud dalam hubungan dagangnya atau hubungan keuangannya diadakan atau diterapkan syarat-syarat yang menyimpang dari yang lazimnya berlaku antara perusahaan-perusahaan yang sama sekali bebas satu sama lain, maka setiap laba yang seharusnya diterima oleh salah satu perusahaan jika syarat-syarat itu tidak ada, namun tidak diterimanya karena adanya syarat-syarat tersebut, dapat ditambahkan pada laba perusahaan itu dan dikenakan pajak.

Pasal 10

DIVIDEN

1. Dividen yang dibayarkan oleh suatu perseroan yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada Persetujuan kepada penduduk Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara lain tersebut.

2. Namun demikian, dividen itu dapat juga dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan di mana perseroan yang membayarkan dividen tersebut  berkedudukan, dan sesuai dengan perundang- undangan Negara tersebut, akan tetapi apabila penerima dividen adalah pemilik saham yang menikmati dividen itu, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi :

(a) 10 persen dari jumlah kotor dividen apabila penerima dividen tersebut adalah perseroan yang memegang secara langsung paling sedikit 25 persen dari modal perseroan yang membagikan dividen itu;

(b) 15 persen dari jumlah bruto dividen dalam hal-hal lainnya.

Pejabat-pejabat yang berwenang dari Negara pihak pada Persetujuan akan menetapkan cara penerapan dari pembatasan ini dengan persetujuan bersama.
Ketentuan-ketentuan dalam ayat ini tidak akan mempengaruhi pengenaan pajak atas laba perseroan darimana pembayaran dividen dibayarkan.

3. Menyimpang dari ketentuan ayat 2 Pasal ini sepanjang Singapura tidak mengenakan pajak atas dividen sebagai tambahan terhadap pajak yang dikenakan terhadap laba atas keuntungan perusahaan, dividen yang dibayarkan oleh suatu perusahaan yang merupakan penduduk Singapura kepada penduduk Indonesia dibebaskan dari pemungutan pajak di Singapura yang dapat dikenakan pada dividen sebagai tambahan terhadap pajak yang dikenakan terhadap laba atau keuntungan perusahaan. Namun demikian apabila Singapura mengenakan pajak atas dividen sebagai tambahan terhadap pajak yang dikenakan terhadap laba atau keuntungan perusahaan, tarif yang berlaku adalah sesuai dengan ketentuan ayat 2 Pasal ini.

4.Istilah "dividen" sebagaimana digunakan dalam pasal ini berarti penghasilan dari saham-saham, atau hak-hak lainnya yang bukan merupakan surat-surat piutang, yang berhak atas pembagian laba, maupun penghasilan lainnya dari hak-hak perseroan yang oleh undang-undang perpajakan Negara di mana perseroan yang membagikan dividen itu berkedudukan, dalam pengenaan pajaknya diperlakukan sama dengan penghasilan dari saham-saham sesuai perundang-undangan Negara dimana perusahaan yang mendistribusikan berkedudukan.

5. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 tidak akan berlaku apabila penerima dividen, yang merupakan penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan, memiliki suatu bentuk usaha tetap di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, di mana perseroan yang membayarkan dividen itu berkedudukan, mempunyai hubungan yang efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap itu. Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 7.

6. Apabila suatu perseroan yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada Persetujuan memperoleh laba atau penghasilan dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan, Negara lain tersebut tidak boleh mengenakan pajak apapun juga atas dividen yang dibayarkan oleh perseroan itu kepada orang atau badan yang bukan penduduk Negara pihak lainnya pada Persetujuan, juga tidak boleh mengenakan pajak atas laba yang tidak dibagikan sekalipun dividen-dividen yang dibayarkan atau laba yang tidak dibagikan itu terdiri seluruhnya atau sebagian dari laba atau penghasilan yang berasal dari negara lain tersebut.

Dividen dianggap timbul :

(a) di Singapura :

jika dibayarkan oleh perusahaan yang berkedudukan di Singapura; atau

(b) di Indonesia

jika dibayarkan oleh perusahaan yang berkedudukan di Indonesia.

Pasal 11

BUNGA

 1. Bunga yang berasal dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dan dibayarkan kepada penduduk Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara pihak lainnya pada Persetujuan tersebut.

2. Namun demikian, bunga tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan tempat bunga itu berasal, dan sesuai dengan perundang-undangan Negara tersebut, akan tetapi apabila penerima dan pemilik bunga adalah pemberi pinjaman yang menikmati bunga itu, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 10 persen dari jumlah bruto bunga.

3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 2, bunga yang berasal di suatu Negara pihak pada Persetujuan dan dibayarkan kepada penduduk Negara pihak lainnya dari Persetujuan hanya dapat dikenakan pajak di Negara pihak lain tersebut, apabila bunga yang dibayarkan berasal dari :

(a) obligasi, surat-surat hutang atau obligasi lainnya yang sejenis dari Pemerintah Negara pihak yang disebut pertama atau suatu bagian ketatanegaraan atau pemerintah daerahnya; atau

(b) pinjaman, garansi atau jaminan atau kredit yang dijamin oleh Badan Keuangan Singapura atau Bank Indonesia (Bank Sentral Indonesia) atau institusi pemberi pinjaman lainnya, yang dikhususkan dan disetujui dalam pertukaran nota diantara pejabat yang berwenang Negara pihak pada Persetujuan.

4. Pejabat-pejabat berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan akan menetapkan cara penerapan pembatasan-pembatasan pada ayat-ayat sebelumnya berdasarkan persetujuan bersama.

5. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 2 dan 3, bunga diterima oleh Pemerintah Negara pihak pada Persetujuan yang berasal dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan akan dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara pihak lainnya tersebut.

6. Untuk keperluan-keperluan ayat 5, istilah "Pemerintah" :

(a) dalam hal Singapura berarti Pemerintah Singapura dan meliputi :

(i) Badan Keuangan Singapura atau Dewan Komisi yang bersangkutan;

(ii) Pengelola Singapore Investment Corporation Pte. Ltd.

(iii)  (aa) Port of Singapore Authority;

(bb) Public Utilities Board;

(cc) Badan Telekomunikasi Singapura dan

(iv) setiap badan hukum publik, badan atau institusi publik yang disetujui oleh Pejabat yang berwenang dari Negara pihak pada Persetujuan.

(b) dalam hal Indonesia berarti Pemerintah Republik Indonesia dan mencakup :

(i) pemerintah daerah;

(ii) Bank Indonesia (Bank Sentral Indonesia);

(iii) setiap badan hukum publik, badan atau institusi publik yang disetujui oleh Pejabat yang berwenang dari Negara pihak pada Persetujuan.

7. Istilah "bunga" yang digunakan dalam Pasal ini berarti penghasilan dari semua jenis tagihan hutang, baik yang dijamin dengan hipotik maupun yang tidak dan baik yang mempunyai hak atas pembagian laba maupun yang tidak dan khususnya penghasilan dari surat-surat perbendaharaan Negara dan surat-surat obligasi atau surat-surat hutang, termasuk premi dan hadiah yang terikat pada surat-surat berharga, obligasi atau surat-surat hutang tersebut.

8. Ketentuan-ketentuan ayat 1, 2 dan 3 tidak akan berlaku apabila pemberi pinjaman yang menikmati bunga tadi berkedudukan di suatu Negara pihak pada Persetujuan, melakukan kegiatan usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan di mana tempat bunga itu berasal melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di sana, dan tagihan hutang yang menghasilkan bunga itu mempunyai hubungan yang efektif dengan suatu bentuk usaha tetap. Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya, berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 7.

9. Bunga dianggap berasal dari suatu Negara pihak pada Persetujuan apabila yang membayarkan bunga adalah Negara itu sendiri, bagian ketatanegaraannya, pemerintah daerahnya, badan hukum publiknya atau penduduk Negara tersebut. Namun demikian, apabila orang atau badan yang membayar bunga itu, tanpa memandang apakah ia penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan atau tidak, mempunyai bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap di suatu Negara pihak pada Persetujuan di mana bunga yang dibayarkan menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap tersebut, maka bunga itu akan dianggap berasal dari Negara pihak pada Persetujuan di mana bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap itu berada.

10. Jika karena alasan adanya hubungan istimewa antara pembayar bunga dengan pemilik yang menikmati bunga atau antara keduanya dengan orang atau badan lain dengan memperhatikan besarnya tagihan hutang yang menghasilkan bunga itu, jumlah bunga yang dibayarkan melebihi  jumlah yang seharusnya disetujui antara pembayar dan pemilik yang menikmati bunga seandainya hubungan istimewa itu tidak ada, maka ketentuan-ketentuan Pasal ini akan berlaku hanya atas jumlah  yang telah disetujui tersebut. Dalam hal demikian, jumlah kelebihan pembayaran tersebut akan tetap dikenakan pajak sesuai dengan perundang-undangan masing-masing Negara pihak pada Persetujuan,            dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini.

Pasal 12

ROYALTI

1. Royalti yang berasal dari Negara pihak pada Persetujuan dan dibayarkan kepada penduduk dari suatu Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di negara lain tersebut.

2. Namun demikian, royalti tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan dimana royalti tersebut berasal, dan sesuai dengan perundang-undangan Negara tersebut, tetapi apabila penerima royalti adalah pemilik hak yang menikmati royalti, pajak yang dikenakan tidak akan          melebihi 15 persen dari jumlah bruto royalti tersebut.

Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan akan menetapkan cara penerapan pembatasan ini melalui persetujuan bersama.

3. Istilah "royalti" dalam pasal ini berarti segala jenis pembayaran yang diterima atas penggunaan, hak penggunaan, setiap karya tulisan, kesusasteraan atau karya ilmiah termasuk film-film bioskop dan film-film atau rekaman untuk siaran radio atau televisi, setiap hak paten, merek dagang, disain atau model, rencana rumus atau cara pengolahan, atau penggunaan, atau cara menggunakan, peralatan industri, alat-alat perdagangan atau pengetahuan, atau untuk informasi mengenai pengalaman di bidang industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan.

4. Ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2 dari Pasal ini tidak berlaku apabila pihak yang memiliki hak menikmati royalti, yang merupakan penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan tempat royalti berasal, memiliki suatu bentuk usaha tetap, dimana hak atau harta yang menghasilkan royalti itu mempunyai hubungan efektif. Dalam hal demikian berlaku ketentuan Pasal 7.

5. Royalti dapat dianggap berasal dari Negara pihak pada Persetujuan apabila pembayarnya adalah Negara itu sendiri, suatu bagian ketatanegaraan, pemerintah daerah, badan hukum publik atau penduduk dari Negara tersebut. Namun demikian, apabila orang atau badan yang membayarkan  royalti itu, tanpa memandang apakah ia penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan atau bukan, memiliki bentuk usaha tetap di suatu Negara pihak pada Persetujuan di mana kewajiban membayar royalti timbul, dan royalti tersebut menjadi beban bentuk usaha tetap tersebut, maka royalti itu dianggap berasal dari Negara di mana bentuk usaha tetap itu berada.

6. Ketentuan-ketentuan ayat 1, 2 dan 5 Pasal ini dapat diterapkan untuk penghasilan yang diterima dari pemindahan hak atas hak cipta dari ilmu pengetahuan, hak paten, merek dagang, disain atau model, perencanaan, rumus atau cara pengolahan yang dirahasiakan.

7. Jika karena alasan adanya hubungan istimewa antara pembayar dengan pemilik hak yang menikmati atau antara kedua-duanya dengan orang/badan lain, berkenaan dengan penggunaan hak atau keterangan yang mengakibatkan pembayaran itu, jumlah royalti yang dibayarkan itu melebihi jumlah yang seharusnya disepakati oleh pembayar dan pemilik hak seandainya tidak ada hubungan istimewa, maka ketentuan-ketentuan Pasal ini hanya akan berlaku terhadap jumlah yang disebut terakhir.

Dalam hal demikian, jumlah kelebihan pembayaran tersebut akan tetap dikenakan pajak sesuai dengan perundang-undangan masing-masing Negara pihak pada Persetujuan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini.

Pasal 13

PEKERJAAN BEBAS

1. Penghasilan yang diperoleh penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan sehubungan dengan jasa-jasa profesional atau pekerjaan bebas lainnya hanya akan dikenakan pajak di Negara itu kecuali apabila ia berada di Negara pihak lainnya itu selama suatu masa atau masa-masa yang melebihi 90 hari dalam masa dua belas bulan. 

Apabila ia berada di Negara pihak lainnya itu selama masa atau masa-masa tersebut di atas, maka penghasilan tersebut dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya itu tetapi hanya sepanjang penghasilan itu dianggap berasal dari tempat usaha tetap tersebut atau diperoleh di Negara lain itu selama masa atau masa-masa tersebut di atas.

2. Istilah "jasa-jasa profesional" terutama meliputi kegiatan-kegiatan di bidang ilmu pengetahuan, kesusasteraan, kesenian, pendidikan atau pengajaran yang dilakukan secara independen, demikian juga pekerjaan-pekerjaan bebas yang dilakukan oleh para dokter, ahli teknik, ahli hukum, dokter gigi, arsitek dan para akuntan.

Pasal 14

PEKERJAAN DALAM HUBUNGAN KERJA

1. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan Pasal-pasal 15, 17, 18, 19 dan 20 gaji, upah dan imbalan lainnya yang serupa yang diperoleh penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan karena pekerjaan dalam hubungan kerja, hanya akan dikenakan pajak di Negara itu, kecuali pekerjaan tersebut dilakukan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan. Dalam hal demikian, maka imbalan yang diterima dari pekerjaan dimaksud dapat dikenakan pajak di Negara pihak lainnya itu.

2. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 1, imbalan yang diterima atau diperoleh penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dari pekerjaan yang dilakukan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, hanya akan dikenakan pajak di Negara yang disebut pertama apabila :

(a) penerima imbalan berada di Negara pihak lainnya itu dalam suatu masa atau masa-masa yang jumlahnya tidak melebihi 183 hari dalam tahun takwim yang bersangkutan; dan

(b) imbalan itu dibayarkan oleh atau atas nama pemberi kerja yang merupakan penduduk Negara pihak yang disebut pertama tersebut; dan

(c) imbalan itu tidak menjadi beban bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh pemberi kerja di Negara pihak lain tersebut.

3. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 dan 2, imbalan yang diperoleh karena pekerjaan yang dilakukan di atas kapal laut atau pesawat udara yang dioperasikan dalam jalur lalu lintas internasional oleh suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.

Pasal 15

IMBALAN PARA DIREKTUR

1. Imbalan para direktur dan pembayaran-pembayaran serupa lainnya yang diperoleh penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan dalam kedudukannya sebagai anggota dewan direktur suatu perseroan yang berkedudukan di suatu Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara pihak lainnya tersebut.

2. Imbalan yang diterima atau diperoleh seseorang sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dari perseroan sehubungan dengan melakukan fungsi sehari-hari sebagai pimpinan atau teknisi dapat dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan  pada Pasal 14.

Pasal 16

PARA ARTIS DAN ATLIT

1. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan Pasal 13 dan 14, penghasilan yang diperoleh penduduk dari Negara pihak pada Persetujuan sebagai artis, seperti artis teater, film, artis radio atau televisi, atau pemain musik, atau sebagai atlit, dari kegiatan-kegiatan pribadinya yang dilakukan di Negara pihak lainnya pada persetujuan, dapat dikenakan pajak di Negera lainnya tersebut.

Penghasilan tersebut, dapat dikecualikan dari pengenaan pajak di Negara pihak lain pada Persetujuan jika kegiatan-kegiatan tersebut di atas ditunjang baik keseluruhan maupun sebagian oleh pemerintah yang berasal dari dana masyarakat suatu Negara pihak pada Persetujuan atau suatu pemerintah          daerah atau badan hukum publiknya.

2. Apabila penghasilan sehubungan dengan kegiatan-kegiatan pribadi yang dilakukan oleh artis atau atlit tersebut diterima bukan oleh artis atau atlit itu sendiri tetapi oleh orang atau badan lain, menyimpang dari ketentuan-ketentuan Pasal 7, 13 dan 14, maka penghasilan tersebut dapat dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan dimana kegiatan-kegiatan artis atau atlit itu  dilakukan.

Penghasilan tersebut, dapat dikecualikan dari pengenaan pajak di Negara pihak lain pada Persetujuan jika kegiatan-kegiatan tersebut di atas ditunjang baik keseluruhan maupun sebagian oleh pemerintah yang berasal dari dana masyarakat suatu Negara pihak pada Persetujuan atau suatu pemerintah daerah atau badan hukum publiknya.

Pasal 17

PENSIUN

Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan Pasal 18, pensiun atau imbalan sejenis lainnya yang bersumber dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan dan dibayarkan kepada penduduk dari suatu Negara pihak lain pada Persetujuan sehubungan dengan pekerjaan di masa lampau hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak yang disebut pertama.

Pasal 18

PEJABAT PEMERINTAH

1. (a) Imbalan, selain dari pensiun, yang dibayarkan oleh Negara pihak pada Persetujuan atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya atau badan hukum publik di bawahnya kepada seseorang sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikan kepada Negara tersebut atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya atau kepada badan hukum publik dibawahnya hanya akan dikenakan pajak di Negara itu.

(b) Namun demikian, imbalan tersebut hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak lainnya pada Persetujuan apabila jasa-jasa tersebut diberikan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya dan orang tersebut adalah penduduk Negara itu yang :

(i) merupakan warganegara dari Negara itu; atau

(ii) tidak menjadi penduduk Negara itu semata-mata hanya untuk maksud memberikan jasa-jasa tersebut.

2. Setiap pensiun yang dibayarkan oleh, atau dari dana-dana yang dibentuk oleh suatu Negara pihak pada Persetujuan atau bagian ketatanegaraan atau pemerintah daerahnya atau badan hukum publik dibawahnya kepada seseorang sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikannya kepada Negara itu atau bagian ketatanegaraan atau pemerintah daerahnya atau badan hukum publik lainnya hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan itu.

3. Ketentuan-ketentuan dalam Pasal-pasal 14, 15 dan 17 akan berlaku terhadap imbalan dari jasa-jasa yang diberikan sehubungan dengan usaha yang dijalankan oleh suatu Negara pihak pada Persetujuan atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya atau badan hukum publik lainnya.                                                             
Pasal 19

GURU DAN PENELITI

1. Seseorang yang menjadi penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan sesaat sebelum mengunjungi Negara pihak pada Persetujuan lainnya, yang atas undangan sebuah universitas, perguruan tinggi, sekolah atau lembaga pendidikan sejenis, mengunjungi Negara lainnya untuk masa tidak lebih dari 2 tahun semata-mata dengan maksud untuk mengajar dan melakukan penelitian atau keduanya pada lembaga pendidikan tersebut, akan dibebaskan dari pajak atas semua pembayaran yang diterima dari kegiatan mengajar dan penelitian tersebut.

2. Pasal ini tidak berlaku untuk penghasilan dari kegiatan penelitian jika penelitian tersebut untuk kepentingan seseorang atau orang-orang tertentu.

Pasal 20

PELAJAR DAN PESERTA LATIHAN

Seseorang yang merupakan penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan segera sebelum mengunjungi Negara pihak pada Persetujuan lainnya dan tinggal untuk sementara di Negara lain semata-mata:

(a) sebagai seorang pelajar pada sebuah universitas yang diakui, perguruan tinggi, sekolah atau lembaga pendidikan lain yang diakui di Negara tersebut;

(b) sebagai seorang pengusaha atau teknisi yang magang; atau

(c) seorang penerima bantuan, tunjangan atau penghargaan untuk maksud belajar, riset atau latihan dari Pemerintah dari salah satu Negara atau dari organisasi ilmiah, pendidikan, keagamaan atau sosial atau dalam rangka program bantuan teknik yang diadakan oleh Pemerintah dari salah satu Negara;
akan dibebaskan dari pajak di Negara lain atas :

(a) seluruh pembayaran dari luar negeri untuk keperluan biaya hidupnya, pendidikan, belajar, riset atau latihan;

(b) seluruh hibah, tunjangan atau penghargaan; dan

(c) setiap pembayaran yang tidak melebihi 2.200 dolar Amerika per tahun dalam hubungan dengan jasa yang diberikan di Negara lain, asalkan jasa tersebut dilakukan sehubungan dengan kegiatan belajarnya, riset atau latihan atau perlu untuk membiayai hidupnya.

Pasal 21

PENGHASILAN YANG TIDAK DIATUR SECARA TEGAS

Undang-undang yang berlaku di masing-masing Negara pihak pada Persetujuan masih berlaku untuk mengatur masalah pengenaan pajak atas penghasilan di Negara pihak pada Persetujuan kecuali bila ditentukan lain dalam Persetujuan ini.
 
Pasal 22

PEMBATASAN DARI PUNGUTAN

Jika persetujuan ini menetapkan (dengan atau tanpa kondisi-kondisi lainnya) bahwa penghasilan yang berasal dari Negara pihak pada Persetujuan dapat dikecualikan dari pengenaan pajak, atau dikenakan pemungutan pajak dengan pengurangan tarif di Negara tersebut dan sesuai hukum yang berlaku di Negara pihak pada Persetujuan lainnya yang menyatakan penghasilan sebagai subyek pajak berdasarkan acuan dari jumlah yang dikirimkan atau diterima di Negara pihak lainnya dan bukan berdasarkan acuan dari jumlah keseluruhan, maka pengecualian atau pengurangan dari pemungutan pajak yang diperbolehkan berdasarkan Persetujuan ini di Negara pihak yang disebut pertama diterapkan sebatas jumlah penghasilan yang dikirimkan atau diterima di Negara pihak lainnya tersebut.  
                                 
Pasal 23

METODE PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

1. Tunduk kepada perundang-undangan Indonesia mengenai kelonggaran atas kredit terhadap pajak Indonesia, yaitu pajak yang dibayar di Negara lain di luar Indonesia (sepanjang tidak mempengaruhi prinsip umum), pajak yang dibayar berdasarkan perundang-undangan Singapura dan sesuai dengan Persetujuan ini, baik secara langsung atau dengan pengurangan, atas keuntungan atau penghasilan  yang bersumber dari Singapura akan diperbolehkan sebagai kredit pajak yang telah diperhitungkan di Indonesia dengan perlakuan yang sama terhadap keuntungan atau penghasilan yang telah diperhitungkan pajaknya di Singapura. 

Namun demikian kredit yang diberikan itu tidak akan melebihi    jumlah pajak yang dikenakan di Indonesia sesuai dengan perhitungan sebelum kredit tersebut diberikan.

2. Tunduk kepada perundang-undangan Singapura mengenai kelonggaran atas kredit terhadap pajak Singapura, yaitu pajak yang dibayar di Negara lain di luar singapura (sepanjang tidak mempengaruhi prinsip umum), pajak yang dibayar berdasarkan perundang-undangan Indonesia dan sesuai dengan Persetujuan ini, baik secara langsung atau dengan pengurangan, atas keuntungan atau penghasilan yang bersumber dari Indonesia akan diperbolehkan sebagai kredit pajak yang telah diperhitungkan di Singapura dengan perlakuan yang sama terhadap keuntungan atau penghasilan yang telah diperhitungkan pajaknya di Indonesia. 

Namun demikian kredit yang diberikan itu tidak akan melebihi jumlah pajak yang dikenakan di Indonesia sesuai dengan perhitungan sebelum kredit tersebut diberikan.

Pasal 24

NON DISKRIMINASI

1. Warga negara dari suatu Negara pihak pada Persetujuan tidak akan dikenakan pajak atau kewajiban apapun sehubungan dengan pengenaan pajak di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, yang berlainan atau lebih memberatkan daripada pengenaan pajak dan kewajiban-kewajiban yang bersangkutan dengan itu, yang dikenakan atau dapat dikenakan terhadap warganegara dari Negara pihak lainnya dalam keadaan yang sama.

2. Pengenaan pajak atas bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh suatu perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, tidak akan dilakukan dengan cara yang kurang menguntungkan di Negara pihak pada Persetujuan lainnya tersebut, dibandingkan dengan pengenaan pajak atas perusahaan-perusahaan yang menjalankan kegiatan-kegiatan yang sama di Negara pihak lainnya yang menjalankan kegiatan yang sama.

3. Perusahaan di suatu Negara pihak pada Persetujuan, yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki atau dikuasai baik secara langsung atau tidak langsung oleh penduduk dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan, tidak akan dikenakan pajak atau kewajiban apapun yang berkaitan dengan pengenaan pajak di Negara yang disebut pertama yang berlainan atau lebih memberatkan daripada pengenaan pajak dan kewajiban-kewajiban dimaksud yang dikenakan atau dapat dikenakan terhadap perusahaan-perusahaan lainnya yang serupa di Negara yang disebut pertama.

4.Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1, 2 dan 3 dari Pasal ini tidak akan ditafsirkan sebagai mewajibkan atas :

(a) mewajibkan salah satu Negara pihak pada Persetujuan untuk memberikan bantuan kepada penduduk Negara pihak pada Persetujuan lainnya pada Persetujuan setiap kelonggaran pribadi, keringanan dan pengurangan yang mana bantuan ini diberikan juga kepada penduduknya sendiri;

(b) mempengaruhi ketentuan-ketentuan dalam perundang-undangan pajak dari Negara pihak pada Persetujuan tentang penipuan pajak oleh orang atau badan yang bukan penduduk;

(c) mewajibkan salah satu Negara pihak pada Persetujuan untuk memberikan bantuan kepada  yang berkebangsaan Negara pihak pada Persetujuan lainnya potongan pribadi, keringanan dan pengurangan untuk kepentingan perpajakan yang diberikan kepada warga negaranya sendiri yang bukan penduduk Negara pihak tersebut atau kepada orang atau badan lain yang dirinci dalam Undang-undang pajak Negara tersebut; dan

(d) mempengaruhi ketentuan-ketentuan Undang-undang pajak dari Negara pihak pada Persetujuan mengenai setiap konsesi pajak yang diberikan kepada orang atau badan yang memenuhi kondisi-kondisi tertentu.

5. Dalam Pasal ini istilah "pajak" berarti pajak-pajak yang dicakup dalam Persetujuan ini.

Pasal 25

TATA CARA PERSETUJUAN BERSAMA

1. Apabila seseorang atau suatu badan menganggap bahwa tindakan-tindakan salah satu atau kedua Negara pihak pada Persetujuan mengakibatkan atau akan mengakibatkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan Persetujuan ini, maka terlepas dari cara-cara penyelesaian yang diatur oleh perundang-undangan nasional dari masing-masing Negara, maka ia dapat mengajukan masalahnya kepada pejabat yang berwenang di Negara pihak pada Persetujuan di mana ia berkedudukan. 

Masalah tersebut harus diajukan dalam waktu tiga tahun sejak pemberitahuan pertama dari tindakan yang mengakibatkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan Persetujuan ini.

2. Pejabat yang berwenang akan berusaha, apabila keberatan yang diajukan itu beralasan dan apabila ia tidak dapat menemukan suatu penyelesaian yang tepat, untuk menyelesaikan masalah itu melalui persetujuan bersama dengan Negara pihak pada Persetujuan lainnya, dengan maksud untuk menghindarkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan Persetujuan ini. 

Apabila telah dicapai kesepakatan, kesepakatan tersebut harus diterapkan tanpa memandang batas waktu yang diatur dalam perundang-undangan pajak Negara pihak pada Persetujuan.

3. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan melalui suatu persetujuan bersama harus berusaha untuk menyelesaikan setiap kesulitan atau keragu-raguan yang timbul dalam penafsiran atau penerapan Persetujuan ini. Mereka dapat juga berkonsultasi bersama untuk mencegah    pengenaan pajak berganda dalam hal tidak diatur dalam Persetujuan.

4. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan dapat berhubungan langsung satu sama lain untuk mencapai persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat-ayat sebelumnya.

Pasal 26

PERTUKARAN INFORMASI

1. Para pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan akan melakukan tukar menukar informasi yang diperlukan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini atau untuk mencegah tindak pidana fiskal atau penggelapan pajak. Setiap informasi yang dipertukarkan akan diperlakukan secara rahasia dan hanya akan diungkapkan kepada orang atau badan atau yang berwenang (termasuk pengadilan atau pejabat penilai), dalam penetapan, penagihan pelaksanaan atau penyidikan atau yang memberi keputusan atas banding dalam kaitannya dengan pajak-pajak yang termasuk dalam ketentuan Persetujuan ini.

2. Ketentuan-ketentuan ayat 1 sama sekali tidak akan ditafsirkan untuk mewajibkan suatu Negara pihak  pada Persetujuan :

(a) untuk melaksanakan tindakan-tindakan administratif yang bertentangan dengan perundang-undangan atau praktek administrasi yang berlaku di Negara itu atau di Negara pihak lainnya pada Persetujuan;

(b) untuk memberikan informasi yang tidak dapat diperoleh berdasarkan perundang-undangan  atau praktek administrasi yang lazim di Negara tersebut atau di Negara pihak lainnya pada Persetujuan;

(c) untuk memberikan informasi yang mengungkapkan rahasia apapun di bidang perdagangan, usaha, industri, perniagaan atau keahlian, atau tata cara perdagangan atau informasi lainnya yang pengungkapannya bertentangan dengan kebijaksanaan Negara.

Pasal 27

PEJABAT DIPLOMATIK DAN KONSULER

Persetujuan ini tidak akan mempengaruhi hak-hak istimewa di bidang fiskal dari anggota-anggota misi diplomatik dan konsuler berdasarkan peraturan-peraturan umum hukum internasional atau berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam suatu persetujuan khusus.

Pasal 28

BERLAKUNYA PERSETUJUAN

1. Persetujuan ini akan diratifikasi oleh Pemerintah-pemerintah dari Negara pihak pada Persetujuan dan instrumen ratifikasi akan dipertukarkan di Singapura secepat mungkin.

2. Persetujuan ini akan diberlakukan pada saat pertukaran instrumen ratifikasi dan berlaku :

(a) di Singapura :

mengenai pajak Singapura untuk tahun ketetapan pajak yang dimulai pada atau setelah 1 Januari dalam tahun kalender kedua, tahun berikutnya sesudah pertukaran instrumen ratifikasi berlangsung dan tahun-tahun ketetapan pajak berikutnya;

(b) mengenai pajak Indonesia untuk tahun pajak yang dimulai pada atau setelah 1 Januari dalam tahun kalender, tahun berikutnya sesudah pertukaran instrumen ratifikasi berlangsung dan tahun-tahun pajak berikutnya.

Pasal 29

BERAKHIRNYA PERSETUJUAN

Persetujuan ini akan tetap berlaku sampai diakhiri oleh salah satu Negara pihak pada Persetujuan. Masing-masing Negara pihak pada Persetujuan dapat mengakhiri berlakunya Persetujuan ini, melalui saluran-saluran diplomatik, dengan menyampaikan pemberitahuan tertulis tentang berakhirnya Persetujuan pada atau sebelum tanggal tigapuluh bulan Juni setiap tahun takwim berikutnya setelah jangka waktu 5 (lima) tahun sejak berlakunya Persetujuan. Dalam hal demikian, Persetujuan ini akan tidak berlaku lagi :

(a) di Singapura :

mengenai pajak Singapura untuk tahun ketetapan pajak yang dimulai pada atau setelah 1 Januari dalam tahun kalender kedua, tahun berikutnya dimana pemberitahuan diberikan dan tahun ketetapan pajak berikutnya;

(b) di Indonesia :

mengenai pajak Indonesia untuk tahun pajak yang dimulai pada atau setelah 1 Januari dalam tahun kalender, tahun berikutnya dimana pemberitahuan diberikan dan tahun-tahun pajak berikutnya.

DENGAN KESAKSIAN para penandatangan di bawah ini, yang telah memperoleh kuasa yang sah telah menandatangani Persetujuan ini.

Dibuat dalam rangkap dua di Singapura pada tanggal 8 Mei 1990, dalam Bahasa Inggis.

Untuk Pemerintah                                                    Untuk Pemerintah

Republik Indonesia                                                  Republik Singapura

          ttd.                                                                               ttd.

 

TUK SETYOHADI                                                    HSU TSE-KWANG

 
PROTOKOL

1. Pada saat penandatanganan Persetujuan penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak yang berhubungan dengan pajak penghasilan, antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Republik Singapura, kedua Pemerintah telah bermufakat bahwa ketentuan-ketetuan yang berikut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Persetujuan ini.

2. Sehubungan dengan ayat 2 (h) Pasal 5 "Bentuk Usaha Tetap" disepakati bahwa batas waktu 3 bulan diterapkan untuk suatu proyek perakitan atau proyek instalasi yang dilakukan oleh suatu orang atau badan selain kontraktor utama.

3. Sehubungan dengan Pasal 7 "Laba Usaha", Pasal ini tidak akan mencegah Negara pihak pada Persetujuan dari pengenaan, bagian dari pajak penghasilan usaha, pajak tambahan setelah pajak atas keuntungan dari bentuk usaha tetap, ditetapkan bahwa pengenaan pajak ini tidak akan melebihi 15 %.

4. Dalam hubungan dengan Pasal 10 "Dividen" :

(a) Pasal ini tidak mengatur ketentuan-ketentuan yang termuat dalam setiap kontrak Bagi Hasil yang berhubungan dengan eksploitasi dan produksi minyak dan gas alam yang telah dirundingkan dengan Pemerintah Indonesia atau Perusahaan Minyak Negara Indonesia yang berhubungan, ditetapkan bahwa perusahaan yang berkedudukan di Singapura menerima penghasilan dari kontrak bagi hasil tidak akan diperlakukan dengan cara yang kurang menguntungkan dalam hubungan dengan perpajakan dari pada yang terhutang atas badan usaha dari negara ketiga penerima penghasilan dari suatu kontrak bagi hasil yang sama.

(b) Pasal VII dari Persetujuan antara Pemerintah Republik Singapura dengan Pemerintah Malaysia atas Penghindaran Pajak Berganda dan Penghindaran Pengelakan atas Pajak Penghasilan yang ditandatangani di Singapura tanggal 26 Desember 1968, yang akan menjadi suatu pertimbangan.

SEBAGAI BUKTI para penanda tangan dibawah ini, yang telah diberi kuasa yang sah, telah menandatangani Persetujuan ini.

DIBUAT dalam rangkap dua di Singapura pada tanggal 8 Mei 1990 dalam Bahasa Inggris.

Untuk Pemerintah                                                    Untuk Pemerintah

Republik Indonesia                                                  Republik Singapura

          ttd.                                                                               ttd.

 

TUK SETYOHADI                                                    HSU TSE-KWANG
 

Baca Juga :