PMK-11/PMK.03/2013 Tentang Tata Cara Pembetulan
- Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak atau karena jabatannya dapat membetulkan SKP, STP dan Surat Keputusan.
- Ruang lingkup pembetulan meliputi:
1. kesalahan tulis;
2. kesalahan hitung; dan/atau
3. kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
PMK-11/PMK.03/2013 Tanggal 3 Januari 2013 Tentang Tata Cara Pembetulan selengkapnya :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11/PMK.03/2013
TENTANG
TATA CARA PEMBETULAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa berdasarkan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, Direktur Jenderal Pajak dapat membetulkan surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga, yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan;
b. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan ketentuan Pasal 22 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, telah diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 19/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pembetulan Kesalahan Tulis, Kesalahan Hitung, dan/atau Kekeliruan Penerapan Ketentuan Tertentu dalam Peraturan Perundang-undangan Perpajakan;
c. bahwa dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, perlu dilakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai tata cara pembetulan sebagaimana dimaksud pada huruf b;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 34 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pembetulan;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBETULAN.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
2. Penyampaian surat permohonan pembetulan secara elektronik yang selanjutnya disebut e Filing adalah suatu cara penyampaian surat permohonan pembetulan yang dilakukan secara on-line yang real time melalui situs web Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id) atau Penyedia Jasa Aplikasi atau Application Service Provider (ASP).
3. Bukti Penerimaan Elektronik adalah informasi yang berisi nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, tanggal, jam, Nomor Tanda Terima Elektronik (NTTE) yang tertera pada hasil cetakan bukti penerimaan, dalam hal e-Filing dilakukan melalui situs web Direktorat Jenderal Pajak, atau informasi yang berisi nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, tanggal, jam, Nomor Tanda Terima Elektronik (NTTE) dan Nomor Transaksi Pengiriman ASP (NTPA), serta nama perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP), yang tertera pada hasil cetakan surat permohonan, dalam hal e-Filing dilakukan melalui Penyedia Jasa Aplikasi atau Application Service Provider (ASP).
4. Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedure) yang selanjutnya disebut MAP adalah prosedur administratif yang diatur dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B).
5. Persetujuan Bersama adalah hasil yang telah disepakati dalam penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) oleh pejabat yang berwenang dari Pemerintah Indonesia dan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B sehubungan dengan MAP yang telah dilaksanakan.
Pasal 2
(1) Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak atau karena jabatannya dapat membetulkan:
a. Surat ketetapan pajak yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;
b. Surat Tagihan Pajak;
c. Surat Keputusan Pembetulan;
d. Surat Keputusan Keberatan;
e. Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi;
f. Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi;
g. Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak;
h. Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak;
i. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak;
j. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga;
k. Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang;
l. Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan;
m. Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan;
n. Surat Keputusan Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan; atau
o. Surat Keputusan Pengurangan Denda Pajak Bumi dan Bangunan.
yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2) Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g dapat berupa Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak atas surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak.
(3) Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h dapat berupa Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak atas surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak.
Pasal 3
(1) Ruang lingkup pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi:
a. kesalahan tulis;
b. kesalahan hitung; dan/atau
c. kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
(2) Kesalahan tulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa kesalahan penulisan nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak, nomor surat ketetapan pajak, jenis pajak, Masa Pajak atau Tahun Pajak, tanggal jatuh tempo, atau kesalahan tulis lainnya yang tidak mempengaruhi jumlah pajak terutang.
(3) Kesalahan hitung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. kesalahan yang berasal dari penjumlahan dan/atau pengurangan dan/atau perkalian dan/atau pembagian suatu bilangan; atau
b. kesalahan hitung yang diakibatkan oleh adanya penerbitan surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, surat keputusan yang terkait dengan bidang perpajakan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.
(4) Kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berupa kekeliruan dalam penerapan tarif, kekeliruan penerapan persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto, kekeliruan penerapan sanksi administrasi, kekeliruan Penghasilan Tidak Kena Pajak, kekeliruan penghitungan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan, dan kekeliruan dalam pengkreditan pajak.
(5) Pembetulan atas kesalahan atau kekeliruan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang terkait dengan pengkreditan Pajak Masukan dalam Pajak Pertambahan Nilai, hanya dapat dilakukan apabila:
a. terdapat perbedaan besarnya Pajak Masukan yang menjadi kredit pajak; dan
b. Pajak Masukan tersebut tidak mengandung sengketa antara fiskus dan Wajib Pajak.
Pasal 4
Permohonan pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. 1 (satu) permohonan diajukan untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, atau surat keputusan lain yang terkait dengan bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1);
b. permohonan harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan;
c. permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan permohonan dan menggunakan format surat permohonan sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; dan
d. surat permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf c ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat permohonan ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak, surat permohonan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang KUP.
Pasal 5
(1) Penyampaian surat permohonan pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c dapat dilakukan:
a. secara langsung;
b. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
c. dengan cara lain.
(2) Penyampaian surat permohonan pembetulan melalui pos sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah penyampaian surat permohonan pembetulan melalui pos yang mempunyai bukti pengiriman secara tercatat.
(3) Penyampaian surat permohonan pembetulan dengan cara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat; atau
b. e-Filing.
(4) Perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a adalah perusahaan yang berbentuk badan hukum yang memberikan jasa pengiriman surat jenis tertentu termasuk pengiriman surat permohonan pembetulan ke Direktorat Jenderal Pajak.
(5) Atas penyampaian surat permohonan pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, diberikan bukti penerimaan surat yang diberikan oleh petugas yang ditunjuk pada Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.
(6) Atas penyampaian surat permohonan pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b diberikan Bukti Penerimaan Elektronik.
(7) Bukti penerimaan surat sebagaimana dimaksud pada ayat (5), bukti pengiriman surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (3) huruf a, dan Bukti Penerimaan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (6), merupakan tanda bukti penerimaan surat permohonan pembetulan.
(8) Tanggal yang tercantum dalam tanda bukti penerimaan surat permohonan pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) merupakan tanggal surat permohonan pembetulan diterima.
Pasal 6
(1) Terhadap permohonan pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Direktur Jenderal Pajak meneliti pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
(2) Dalam hal permohonan pembetulan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Direktur Jenderal Pajak mengembalikan permohonan pembetulan dengan menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada Wajib Pajak sebelum jangka waktu 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) Undang-Undang KUP berakhir.
(3) Dalam hal permohonan pembetulan dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib Pajak masih dapat mengajukan permohonan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
(4) Surat pemberitahuan pengembalian permohonan pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 7
(1) Dalam hal permohonan pembetulan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti permohonan tersebut dengan meneliti permohonan Wajib Pajak.
(2) Dalam rangka meneliti permohonan pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak dapat meminta data, informasi, dan/atau keterangan yang diperlukan.
(3) Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan Surat Keputusan Pembetulan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permohonan pembetulan diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (8).
(4) Surat Keputusan Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berisi keputusan berupa:
a. mengabulkan permohonan Wajib Pajak dengan membetulkan kesalahan atau kekeliruan yang dapat berupa menambahkan, mengurangkan, atau menghapuskan jumlah pajak yang terutang; atau
b. menolak permohonan Wajib Pajak.
(5) Apabila jangka waktu 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah terlampaui tetapi Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan Surat Keputusan Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau tidak mengembalikan permohonan pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), permohonan pembetulan tersebut dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan Surat Keputusan Pembetulan sesuai dengan permohonan Wajib Pajak.
(6) Dalam hal atas suatu surat ketetapan pajak diajukan permohonan pembetulan dan keberatan, Surat Keputusan Pembetulan diterbitkan secara terpisah dengan Surat Keputusan Keberatan.
(7) Surat Keputusan Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran III atau Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 8
(1) Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Pembetulan secara jabatan dalam hal:
a. terdapat kesalahan hitung dalam surat ketetapan pajak akibat pelaksanaan MAP yang menghasilkan Persetujuan Bersama setelah surat ketetapan pajak diterbitkan dan terhadap surat ketetapan pajak tersebut tidak diajukan keberatan atau tidak diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
b. terdapat kesalahan hitung dalam Surat Keputusan Keberatan akibat pelaksanaan MAP yang menghasilkan Persetujuan Bersama setelah Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Keberatan dan terhadap Surat Keputusan Keberatan tersebut tidak diajukan banding atau Wajib Pajak mengajukan banding tetapi dicabut;
c. terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang diketahui oleh Direktur Jenderal Pajak dan belum diajukan permohonan pembetulan oleh Wajib Pajak.
(2) Surat Keputusan Pembetulan secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 9
(1) Dalam hal Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Pembetulan secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c yang mengakibatkan jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam surat ketetapan pajak berubah, Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak yang dibetulkan secara jabatan tersebut.
(2) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim Surat Keputusan Pembetulan.
Pasal 10
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Keputusan Pembetulan secara jabatan dalam hal:
a. terdapat Surat Keputusan Keberatan yang nyata-nyata tidak benar sebagai akibat adanya kesalahan dalam penghitungan pajak yang terutang atau pajak yang masih harus dibayar untuk Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya; dan
b. atas Surat Keputusan Keberatan tersebut huruf a tidak dapat diajukan Banding atau diajukan banding dengan putusan tidak dapat diterima.
Pasal 11
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, terhadap permohonan pembetulan yang diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan belum diselesaikan sampai dengan penerbitan surat keputusan, proses penyelesaian selanjutnya sampai dengan penerbitan surat keputusan dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
Pasal 12
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 19/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pembetulan Kesalahan Tulis, Kesalahan Hitung, dan/atau Kekeliruan Penerapan Ketentuan Tertentu Dalam Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 13
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Maret 2013.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 Januari 2013
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 Januari 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 14
Status PMK-11/PMK.03/2013 Tanggal 3 Januari 2013 Tentang Tata Cara Pembetulan adalah sebagai berikut :
- PMK-11/PMK.03/2013 ditetapkan pada tanggal 2 Januari 2013 dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Maret 2013.
Baca Juga :