Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Objek Pajak Penghasilan PPh Wajib Pajak Badan Non Final

Yang menjadi objek pajak penghasilan non final bagi wajib pajak badan dalam pengisian SPT Tahunan PPh Badan adalah sebagai berikut :

1. Hadiah  penghargaan.

2. Untuk perusahaan dagang adalah penjualan bruto dan komisi penjualan.

3. Untuk perusahaan industri adalah penjualan bruto dan penjualan by product (barang sisa dalam proses produksi).

4. Untuk perusahaan jasa angkutan adalah pendapatan bruto atau setoran sopir.

5. Untuk perusahaan bank adalah pendapatan bunga (pinjaman), provisi, administrasi lain, denda keterlambatan angsuran, sewa safety box, pengelolaan wealth managemen dan penghasilan lain sehubungan dengan usaha perbankan.

6. Untuk perusahaan jasa (hotel dll) penghasilan bruto jasa.

7. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :

a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.

b. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya.

c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.

e. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan.

8. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak. 
Sebagai contoh, Pajak Bumi dan Bangunan yang sudah dibayar dan dibebankan sebagai biaya, yang karena sesuatu sebab dikembalikan, maka jumlah sebesar pengembalian tersebut merupakan penghasilan

9. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.

10. Dividen dengan syarat :

a. Dividen tidak berasal dari cadangan laba yang ditahan.

b. Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen kurang dari 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor

c. Firma, perseroan komanditer, yayasan dan organisasi sejenis dan sebagainya, penghasilan berupa dividen atau bagian laba tersebut tetap merupakan objek pajak

11. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.

12. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. 
Dalam pengertian sewa termasuk imbalan yang diterima atau diperoleh dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan penggunaan harta gerak atau harta tak gerak, misalnya sewa mobil (kecuali tanah dan bangunan karena merupakan objek pajak penghasilan final).

13. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 
Pembebasan utang oleh pihak yang berpiutang dianggap sebagai penghasilan bagi pihak yang semula berutang, sedangkan bagi pihak yang berpiutang dapat dibebankan sebagai biaya. Namun, dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan bahwa pembebasan utang debitur kecil misalnya Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Usaha Rakyat (KUR), kredit untuk perumahan sangat sederhana, serta kredit kecil lainnya sampai dengan jumlah tertentu dikecualikan sebagai objek pajak.

14. Keuntungan selisih kurs mata uang asing.
Keuntungan yang diperoleh karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.

15. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.

16. Premi asuransi termasuk premi reasuransi.

17. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.

18. Penghasilan dari usaha berbasis syariah.

19. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan .

20. Surplus Bank Indonesia.

21. Pendapatan Klaim Asuransi (Kebakaran, kehilangan dan lain-lain).

Penjelasan Perhitungan Pajak Penghasilan

a. Untuk Tahun Pajak 2013 sampai dengan Juni 2018

Wajib Pajak Badan yang menerima penghasilan tersebut diatas dan memenuhi syarat sesuai PP (Peraturan Pemerintah) nomor 46 Tahun 2013 Tentang PPh Pasal 4 ayat 2 Atas Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu, maka atas penghasilan yang diterimanya dikenakan Pajak Penghasilan Final sebesar 1 %  x Peredaran Usaha Bruto.

Perhitungan PPh Pasal 4 ayat 2 Final sebesar 1 % x Peredaran Usaha Bruto dilakukan setiap bulan dan disetorkan paling lambat tanggal 15 bulan berikut.

Pada Laporan SPT Tahunan PPh Badan tidak ada PPh Badan yang harus dibayar.

bUntuk Masa Pajak mulai Juli 2018 sampai dengan sekarang.

Wajib Pajak Badan yang menerima penghasilan tersebut diatas dan memenuhi syarat sesuai PP (Peraturan Pemerintah) nomor 23 Tahun 2018 Tentang PPh Pasal 4 ayat 2 Atas Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu, maka atas penghasilan yang diterimanya dikenakan Final sebesar 0,5 % .

Perhitungan PPh Pasal 4 ayat 2 Final sebesar 0,5 % x Peredaran Usaha Bruto dilakukan setiap bulan dan disetorkan paling lambat tanggal 15 bulan berikut.

Pada Laporan SPT Tahunan PPh Badan tidak ada PPh Badan yang harus dibayar.

c. Wajib Pajak Badan tidak memenuhi syarat sesuai PP (Peraturan Pemerintah) nomor 46 Tahun 2013 dan PP (Peraturan Pemerintah) nomor 23 Tahun 2018

Wajib Pajak Badan yang menerima penghasilan tersebut diatas dan tidak memenuhi syarat sesuai PP (Peraturan Pemerintah) nomor 46 Tahun 2013 dan PP (Peraturan Pemerintah) nomor 23 Tahun 2018 tentang PPh Pasal 4 ayat 2 Atas Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto Tertentu, maka atas penghasilan yang diterimanya dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat tidak final berdasarkan Pasal 17 dan atau 31 E Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.

Pembayaran angsuran PPh Pasal 25 dilakukan setiap bulan dan disetorkan paling lambat tanggal 15 bulan berikut.

Apabila perhitungan akhir tahun pada SPT Tahunan PPh Badan terdapat kurang bayar, maka harus dibayarkan sebelum SPT Tahunan PPh Badan dilaporkan.

Wajib Pajak Badan yang menerima penghasilan tersebut diatas dan dikenakan Pajak Penghasilan non final (Tarif Pajak Pasal 17 dan atau Pasal 31 E Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang PPh) adalah :

1) Wajib Pajak Badan dengan peredaran usaha tahun sebelumnya melebihi Rp.4.800.000.000,00.

2) Wajib Pajak Badan berbentuk BUT (Bentuk Usaha Tetap).

3) Wajib Pajak memilih untuk dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a, Pasal 17 ayat (2a), atau Pasal 31E Undang-Undang Pajak Penghasilan.

4) Wajib Pajak badan berbentuk persekutuan komanditer atau firma yang dibentuk oleh beberapa Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki keahlian khusus menyerahkan jasa sejenis dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas.

5) Wajib Pajak badan memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan :

- Pasal 31A Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.

- Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 Tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan beserta perubahan atau penggantinya.

6) Wajib Pajak badan selain yang berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, atau perseroan terbatas.



Artikel Yang Perlu Diketahui :

Artikel Tentang PPh Badan