Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PER-08/PJ/2014 Tanggal 21 Maret 2014 Tentang Pengawasan Terhadap Pemotongan/Pemungutan dan Penyetoran Pajak Yang Dilakukan Oleh Bendahara Pengeluaran SatuanKerja Perangkat Daerah/Kuasa Bendahara Umum Daerah

PER-08/PJ/2014 Tanggal 21 Maret 2014 Tentang Pengawasan Terhadap Pemotongan/Pemungutan dan Penyetoran Pajak Yang Dilakukan Oleh Bendahara Pengeluaran SatuanKerja Perangkat Daerah/Kuasa Bendahara Umum Daerah mengatur tentang:

Pengawasan terhadap pemotongan/pemungutan dan penyetoran pajak yang dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran SKPD/Kuasa BUD.

Laporan Rekapitulasi Transaksi Harian Belanja Daerah (RTH) dan Daftar Transaksi Harian Belanja Daerah (DTRH).


PER-08/PJ/2014 Tanggal 21 Maret 2014 Tentang Pengawasan Terhadap Pemotongan/Pemungutan dan Penyetoran Pajak Yang Dilakukan Oleh Bendahara Pengeluaran SatuanKerja Perangkat Daerah/Kuasa Bendahara Umum Daerah selengkapnya : 


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR : PER - 08/PJ/2014

TENTANG

PENGAWASAN TERHADAP PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN PAJAK YANG DILAKUKAN OLEH BENDAHARA PENGELUARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH/KUASA BENDAHARA UMUM DAERAH

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang :

a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 64/PMK.05/2013 tentang Mekanisme Pengawasan terhadap Pemotongan/Pemungutan dan Penyetoran Pajak yang dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran Satuan Kerja Perangkat Daerah/Kuasa Bendahara Umum Daerah;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Pengawasan terhadap Pemotongan/ Pemungutan dan Penyetoran Pajak yang dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran Satuan Kerja Perangkat Daerah/Kuasa Bendahara Umum Daerah;

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);

4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011;

9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 64/PMK.05/2013 tentang Mekanisme Pengawasan terhadap Pemotongan/Pemungutan dan Penyetoran Pajak yang dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran Satuan Kerja Perangkat Daerah/Kuasa Bendahara Umum Daerah;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PENGAWASAN TERHADAP PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN PAJAK YANG DILAKUKAN OLEH BENDAHARA PENGELUARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH/KUASA BENDAHARA UMUM DAERAH.

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:

1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.

2. Belanja Daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.

3. Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat SKPKD adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku pengguna anggaran/pengguna barang yang juga melaksanakan pengelolaan keuangan daerah.

4. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat PPKD adalah Kepala SKPKD yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai Bendahara Umum Daerah.

5. Bendahara Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BUD adalah PPKD yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak dalam kapasitas sebagai BUD serta mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah.

6. Kuasa Bendahara Umum Daerah yang selanjutnya disebut Kuasa BUD adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian tugas BUD dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada BUD.

7. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku pengguna anggaran/barang.

8. Bendahara Pengeluaran Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut Bendahara Pengeluaran SKPD adalah pejabat fungsional yang ditunjuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan APBD pada SKPD.

9. Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan/bendahara pengeluaran untuk mengajukan permintaan pembayaran.

10. Surat Penyediaan Dana yang selanjutnya disingkat SPD adalah dokumen yang menyatakan tersedianya dana untuk melaksanakan kegiatan sebagai dasar penerbitan SPP.

11. Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang digunakan/diterbitkan oleh pengguna anggaran / kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan SP2D atas beban pengeluaran SKPD.

12. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah dokumen yang digunakan sebagai dasar pencairan dana yang diterbitkan oleh BUD berdasarkan SPM.

13. Daftar Transaksi Harian Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat DTH adalah daftar yang dibuat oleh Bendahara Pengeluaran SKPD dan Kuasa BUD yang memuat rincian transaksi harian belanja daerah per Surat Perintah Membayar/Surat Penyediaan Dana (SPM/SPD) dan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).

14. Rekapitulasi Transaksi Harian Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat RTH adalah daftar yang dibuat oleh Kuasa BUD yang memuat rekapitulasi dari DTH dalam satu wilayah Provinsi/Kabupaten/Kota.

15. Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.

16. Surat Setoran Pajak yang selanjutnya disingkat SSP adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas Negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

Pasal 2

Pengawasan terhadap pemotongan/pemungutan dan penyetoran pajak yang dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran SKPD/Kuasa BUD meliputi:

a. Perhitungan potensi pajak atas Belanja Daerah;

b. Penerimaan dan penatausahaan DTH dan RTH;

c. Pengujian kebenaran perhitungan dan penyetoran pajak;

d. Konfirmasi kebenaran perhitungan dan penyetoran pajak; dan

e. Pemeriksaan/verifikasi atas perhitungan dan penyetoran pajak.

Pasal 3


(1) Perhitungan potensi pajak atas Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a meliputi:

a. Penghimpunan data pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD);

b. Metode perhitungan potensi pajak atas Belanja Daerah;dan

c. Pendokumentasian hasil perhitungan potensi pajak atas Belanja Daerah.

(2) Tata cara perhitungan potensi pajak atas Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 4

(1) Dalam rangka penerimaan dan penatausahaan DTH dan RTH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b perlu ditetapkan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) penerima DTH dan RTH dari Kuasa BUD.

(2) KPP yang ditetapkan menerima DTH dan RTH dari Kuasa BUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan KPP tempat masing-masing BUD terdaftar sebagai Wajib Pajak.

(3) Kepala KPP yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menyampaikan surat pemberitahuan mengenai kewajiban penyampaian DTH dan RTH oleh Kuasa BUD.

(4) Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat jenis dokumen, batas waktu penyampaian dokumen dan alamat penyampaian dokumen DTH dan RTH.

(5) Penyampaian surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran dengan ketentuan sebagai berikut:

1. untuk tahun anggaran berjalan, pertama kali disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan sejak ditetapkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini; dan

2. untuk tahun anggaran berikutnya, pertama kali disampaikan paling lambat akhir bulan Januari tahun anggaran berkenaan.

Pasal 5

(1) Kuasa BUD menyampaikan DTH dan RTH kepada KPP yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (2).

(2) Penyampaian DTH dan RTH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan:

a. secara langsung kepada KPP; atau

b. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau

c. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman surat.

(3) Penyampaian DTH dan RTH melalui pos sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah penyampaian DTH dan RTH melalui jasa pos yang mempunyai bukti pengiriman secara tercatat.

(4) Perusahaan jasa ekspedisi atau jasa pengiriman lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c adalah perusahaan yang berbentuk badan hukum yang memberikan jasa pengiriman surat termasuk pengiriman DTH dan RTH kepada Direktorat Jenderal Pajak dengan bukti pengiriman secara tercatat.

(5) Atas penyampaian DTH dan RTH secara langsung kepada KPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diberikan bukti penerimaan surat yang diterbitkan oleh petugas yang ditunjuk pada KPP yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2).

(6) Bukti penerimaan surat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan/atau bukti pengiriman surat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c, merupakan tanda bukti penerimaan DTH dan RTH.

(7) Tanggal yang tercantum dalam bukti penerimaan surat dan/atau bukti pengiriman surat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merupakan tanggal penerimaan DTH dan RTH.

(8) Tata cara penerimaan dan penatausahaan DTH dan RTH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b ditetapkan dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 6

(1) Pengujian kebenaran perhitungan dan penyetoran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c meliputi:

a. Pengujian kebenaran pemotongan/pemungutan pajak; dan

b. Pengujian kebenaran penyetoran pajak.

(2) Konfirmasi kebenaran perhitungan dan penyetoran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d dilaksanakan dalam hal terdapat ketidaksesuaian pemotongan/pemungutan dan/atau penyetoran pajak berdasarkan hasil pengujian kebenaran perhitungan dan penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Tata cara pengujian kebenaran perhitungan dan penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta tata cara konfirmasi kebenaran perhitungan dan penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 7

(1) Pemeriksaan/verifikasi atas perhitungan dan penyetoran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf e dilaksanakan dalam hal hasil pengujian kebenaran perhitungan dan penyetoran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan/atau konfirmasi kebenaran perhitungan dan penyetoran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) masih terdapat selisih kurang pajak yang belum dipotong/dipungut dan/atau disetor oleh Bendahara Pengeluaran SKPD/Kuasa BUD.

(2) Tata cara pemeriksaan/verifikasi atas perhitungan dan penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur tentang verifikasi dan pemeriksaan pajak.

Pasal 8

Dokumen terkait pengawasan pemotongan/pemungutan dan penyetoran pajak yang dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran SKPD/Kuasa BUD berupa:

a. Perhitungan potensi pajak atas Belanja Daerah;

b. Surat pemberitahuan penyampaian DTH dan RTH oleh Kuasa BUD;

c. Surat pengantar pengiriman RTH dan DTH kepada KPP lain tempat SKPD terdaftar;

d. Nota Dinas pemberitahuan Kuasa BUD tidak menyampaikan RTH dan DTH sesuai batas waktu yang ditentukan;

e. Surat pemberitahuan Kuasa BUD tidak menyampaikan RTH dan DTH sesuai batas waktu yang ditentukan;

f. Kertas Kerja Pengujian;

g. Surat permohonan konfirmasi Surat Setoran Pajak kepada KPPN;

h. Surat konfirmasi kebenaran pemotongan/pemungutan dan penyetoran pajak kepada Bendahara Pengeluaran SKPD/Kuasa BUD;

i. Uraian Hasil Pengujian/Konfirmasi;

j. Surat pemberitahuan hasil konfirmasi kebenaran pemotongan / pemungutan dan penyetoran pajak kepada Bendahara Pengeluaran SKPD/Kuasa BUD; dan

k. Surat pemberitahuan kewajiban penyetoran pajak terutang,

dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 9

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.


Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Maret 2014

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


ttd,


A. FUAD RAHMANY


Status PER-08/PJ/2014 Tanggal 21 Maret 2014 adalah sebagai berikut :

- PER-08/PJ/2014 Tanggal 21 Maret 2014 mulai berlaku sejak Tanggal 21 Maret 2014.