Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengertian Pajak

Saat ini Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara, sehingga mengetahui pengertian pajak dan jenis-jenis pajak sangat penting agar setiap warga negara paham pentingnya pajak bagi kemajuan bangsa dan negara.

Pengertian Pajak akan membahas tentang :

1. Pengertian Pajak.

2. Fungsi Pajak

3. Azas Pemungutan Pajak

4. Hukum Pajak

5. Jenis Pajak

6. Cara Pengenaan dan Pemungutan Pajak

7. Sistem Pemungutan Pajak


A. Pengertian Pajak

Pengertian Pajak Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Perubahannya

Pengertian Pajak adalah Kontribusi atau Iuran wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan (Wajib Pajak) yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang (Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan perubahannya, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan dan perubahannya serta Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah) dan perubahannya, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Jadi apabila seseorang membayar pajak tidak akan langsung menikmatinya, tidak seperti kalau membayar pajak daerah, misalnya retribusi parkir langsung bisa menikmatinya dengan cara menggunakan tempat parkir tersebut.

Pengertian Pajak Menurut Prof.DR. Rochmat Soemitro

Pengertian Pajak adalah Iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Pengertian Pajak Menurut Prof.DR.P.J.A Andriani

Pengertian Pajak adalah Iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) terutama oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara menyelenggarakan pemerintahan.

Kesimpulan Pengertian Pajak

1. Pajak dikenakan kepada Wajib Pajak.

2. Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang Perpajakan dan Peraturan Pelaksanaannya.

3. Tidak ada timbal balik secara langsung bagi yang membayarnya.

4. Pajak bersifat memaksa dan dipaksakan.

5. Pajak dipungut oleh negara melalui Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

6. Pajak dipungut untuk membiayai pengeluaran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melalui APBN dan APBD


B. Fungsi Pajak

Pajak mempunyai 2 (dua) fungsi, yaitu :

1. Fungsi Penerimaan (Budgetair)

Sebagai Fungsi Penerimaan (Budgetair), maka Pajak merupakan salah satu sumber dana bagi pemerintah yang dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran untuk pembangunan.

Penerimaan pajak dan penggunaannya dilaporkan pemerintah melalui APBN dan APBD.

2. Fungsi Mengatur (Reguleren)

Sebagai fungsi mengatur, maka pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur dan melaksanakan kebijakan dibidang ekonomi dan sosial.

Pelaksanaan fungsi ini dilakukan dengan cara menerbitkan peraturan perpajakan yang bertujuan melindungi perekonomian dan kondisi sosial didalam negeri.

Contoh :

Penerbitan peraturan pajak tentang tarif pajak impor yang tinggi yang bertujuan melindungi industri dalam negeri.


C. Asas Pemungutan Pajak

Asas pemungutan Pajak menurut Adam Smith dalam bukunya yang berjudul Wealth of Nation berpendapat bahwa adanya 4 (empat) asas dalam pemungutan pajak, meliputi :

1. Equality (keseimbangan berdasarkan kemampuan).

Pajak dikenakan kepada Wajib Pajak sesuai dengan obyek pajak dan subyek pajaknya.

2. Certainty (kepastian)

Pajak dikenakan berdasarkan peraturan perpajakan, sehingga memberikan kepastian hukum.

3. Conviniance of payment (saat dan waktu yang tepat)

Pajak dikenakan pada saat diterimanya obyek pajak.

4. Efficiency

Pemungutan pajak harus dilaksanakan dengan efisien.


D. Hukum Pajak

Pajak dikenakan kepada Wajib Pajak oleh Pemerintah melalui Kantor Pajak, sehingga perlunya hukum pajak untuk mengatur hubungan tersebut.

Hukum pajak yang mengatur hubungan antara Pemerintah dengan Wajib Pajak dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu :

1. Hukum Pajak Materiil

Hukum Pajak Materiil adalah hukum pajak yang memuat norma-norma yang menerangkan keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenakan pajak (disebut obyek pajak), siapa yang dikenakan pajak (disebut Subyek Pajak), berapa pajak yang dikenakan, segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak, serta hubungan hukum antara Pemerintah dengan Wajib Pajak.

Contoh Hukum Pajak Materiil antara lain :

a. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM).

b. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan (PPh).

c. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

d. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

e.Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 Bea Meterai

f.Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi.

2. Hukum Pajak Formal

Hukum Pajak Formal adalah memuat tata cara untuk melaksanakan hukum pajak materiil menjadi kenyataan.

Hukum Pajak Formal memuat hak dan kewajiban Wajib Pajak, hak dan kewajiban fiskus dan tata cara penetapan pajak.

Contoh Hukum Pajak Formal antara lain :

a. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

b. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ke Dua Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.

c. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak.

d. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. 


E. Jenis Pajak

Jenis pajak dapat dibagi menjadi beberapa kategori, antara lain :

1. Jenis Pajak menurut sifatnya

a. Pajak Langsung.

Pajak langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban Wajib Pajak yang bersangkutan.

Contoh Pajak Langsung :

a.1 Pajak Penghasilan Pasal 21

a.2 Pajak Penghasilan Pasal 22

a.3 Pajak Penghasilan Pasal 23

a.4 Pajak Penghasilan Pasal 24

a.5 Pajak Penghasilan Pasal 25/29 Badan

a.6 Pajak Penghasilan pasal 25/29 Orang Pribadi

a.7 Pajak Penghasilan Pasal 26

a.8 Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2

a.9 Pajak Penghasilan Pasal 15

b. Pajak Tidak Langsung

Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan ke pihak lain.

Contoh Pajak Tidak Langsung :

b.1 PPN (Pajak Pertambahan Nilai)

b.2 PPnBM (Pajak Penjualan Atas Barang Mewah)

2. Jenis Pajak Menurut Obyeknya

a. Pajak Subyektif

Pajak Subyektif adalah pajak yang dikenakan berdasarkan pada subyeknya kemudian baru dicari syarat obyeknya.

Contoh Pajak Subyektif :

a.1 Pajak Penghasilan Pasal 21

a.2 Pajak Penghasilan Pasal 22

a.3 Pajak Penghasilan Pasal 23

a.4 Pajak Penghasilan Pasal 24

a.5 Pajak Penghasilan Pasal 25/29 Badan

a.6 Pajak Penghasilan pasal 25/29 Orang Pribadi

a.7 Pajak Penghasilan Pasal 26

a.8 Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2

a.9 Pajak Penghasilan Pasal 15

b. Pajak Obyektif

Pajak Obyektif adalah pajak yang dikenakan berdasarkan pada obyeknya tanpa memperhatikan siapa dan bagaimana keadaan subyeknya.

Contoh Pajak Obyektif :

b.1 PPN (Pajak Pertambahan Nilai)

b.2 PPnBM (Pajak Penjualan Atas Barang Mewah)

3. Jenis Pajak berdasarkan siapa yang memungut dan mengelola Pajak 

a. Pajak Pusat 

Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut dan dikelola oleh Pemerintah Pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak dan digunakan untuk membiayai pengeluaran Pemerintah melalui APBN. 

Contoh Pajak Pusat meliputi :

a.1 PPh (Pajak Penghasilan)  

a.2 PPN (Pajak Pertambahan Nilai)  

a.3 PPnBM (Pajak Penjualan Barang Mewah)

a.4 PBB P3 (Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan)

b. Pajak Daerah 

Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut dan dikelola oleh Pemerintah Daerah Tingkat I (Propinsi) dan Pemerintah Daerah Tingkat II (Kabupaten dan Kotamadya) dan digunakan untuk membiayai pengeluaran Pemerintah Daerah melalui APBD.

Contoh Pajak Daerah meliputi : 

b.1 PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) selain PBB P3 antara lain PBB Sektor Perkotaan dan Pedesaan .

b.1 BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan)

b.2 Retribusi (Parkir, pertambangan dan lain-lain)

b.3 Pajak-pajak daerah lainnya.


F. Cara Pengenaan atau Pemungutan Pajak

Cara pengenaan atau pemungutan pajak antara lain :

1. Stelsel Nyata

Stelsel nyata dalah pengenaan pajak didasarkan pada keadaan sebenarnya dari penghasilan yang diterima pada suatu tahun pajak, dengan demikian pemungutannya dapat dilakukan pada akhir tahun.

Keuntungan Stelsel Nyata adalah bahwa pajak dikenakan atau dihitung berdasarkan penghasilan sebenarnya yang diterima dalam satu tahun pajak.

Kelemahan Stelsel Nyata adalah penghitungan pajak baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak setelah penghasilan sebenarnya diketahui.

Contoh Stelsel Nyata :

Wajib Pajak yang baru terdaftar memilih untuk menghitung pajak penghasilan dengan berdasarkan Pasal 17 dan Pasal 31 E Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.

Wajib Pajak tersebut dalam tahun berjalan tidak membayar pajak penghasilan, tetapi pajak penghasilan dihitung berdasarkan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak tersebut yang dilaporkan di tahun berikutnya.

2. Stelsel Fiktif

Stelsel Fiktif adalah pengenaan pajak didasarkan pada asumsi berdasarkan undang-undang perpajakan bahwa penghasilan yang diterima Wajib Pajak adalah sama dengan penghasilan tahun sebelumnya.

Keuntungan Stelsel Fiktif adalah bahwa pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu akhir tahun.

Kelemahan Stelsel Fiktif adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan penghasilan riil yang diterima atau keadaan yang sebenarnya.

3. Stelsel Campuran

Stelsel Campuran adalah kombinasi antara Stelsel Nyata dengan Stelsel Fiktif dimana pada awal tahun pajak dan masa pajak berjalan besarnya pajak dihitung berdasarkan penghasilan tahun sebelumnya kemudian pada akhir tahun pajak besarnya pajak tahun tersebut disesuaikan dengan kenyataan yang sebenarnya.

Bila hasil perhitungan pajak akhir tahun menunjukan bahwa besarnya pajak yang harus dibayar lebih besar dari asumsi awal tahun maka Wajib Pajak harus membayar kekurangannya.

Tetapi apabila kenyataannya menunjukan sebaliknya maka kelebihan pembayaran pajak dapat diminya kembali. 

Contoh Stelsel Campuran :

PT. Gatot Kaca Sumber Elektrik adalah perusahaan yang mempunyai kegiatan usaha dibidang penjualan alat listrik.

PT. Gatot Kaca Sumber Elektrik terdaftar sebagai Wajib Pajak Badan pada tanggal 18 Agustus 2014.

Pada tahun 2021 peredaran usaha bruto sebesar Rp.6.876.045.000.

Pada tahun 2022 peredaran usaha bruto sebesar Rp.7.679.234.000.

Sehingga untuk Tahun Pajak 2023 wajib membayar PPh Pasal 25 setiap bulan dari Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2023.

Pada Tahun 2023 sebelum melaporkan SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2022, maka PT. Gatot Kaca Sumber Elektrik harus menghitung terlebih dahulu Pajak terutang dikurangi yang pajak penghasilan yang telah dibayar selama Tahun 2022.

G. Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak oleh negara kepada warganya dibagi menjadi 3 metode, yaitu :

1. Metode Official assesment system

Dalam sistem pemungutan pajak metode Official assesment system adalah penentuan besarnya pajak yang harus dibayar oleh penanggung pajak ditetapkan oleh kantor pajak.

Contoh Metode Official assesment system :

Penghitungan Pajak Pajak PBB (Pajak Bumi dan Bangunan), 

Dimana besarnya PBB atas tanah dan atau bangunan setiap tahun ditetapkan oleh kantor pajak melalui SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang) PBB.

2. Metode Self Assesment System 

Dalam sistem pemungutan pajak metode Self assesment system adalah penentuan besarnya pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak dihitung sendiri oleh Wajib Pajak, setelah dilaporkan ke kantor pajak, baru petugas pajak akan meneliti apakah besarnya pajak yang terutang sudah dihitung dengan benar.

Contoh Metode Self assesment system :

Penghitungan Pajak Penghasilan PPh Badan, 

Dimana besarnya PPh Badan setiap tahun dihitung oleh Wajib Pajak kemudian dilaporkan ke Kantor Pajak melalui SPT Tahunan PPh Badan.

Kemudian petugas pajak akan meneliti apakah perhitungan PPh Badan sudah benar, apabila belum benar maka akan kantor pajak akan mengirimkan surat permintaan klarifikasi atas kebenaran laporan SPT Tahunan PPh Badan tersebut ke Wajib Pajak.

3. Metode Withholding System

Dalam sistem pemungutan pajak metode Withholding system adalah penentuan besarnya pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak dihitung oleh pihak ketiga (disebut pemotong pajak), kemudian oleh pihak ketiga tersebut dilaporkan ke kantor pajak, baru petugas pajak akan meneliti apakah besarnya pajak yang terutang sudah dihitung dengan benar.

Contoh Metode Withholding system :

Penghitungan Pajak Penghasilan PPh Pasal 21, 

Dimana besarnya PPh Pasal 21 setiap bulan dihitung oleh Pemotong Pajak kemudian dilaporkan ke Kantor Pajak melalui SPT Masa PPh Pasal 21.

Kemudian petugas pajak akan meneliti apakah perhitungan PPh Pasal 21 tersebut  sudah benar, apabila belum benar maka akan kantor pajak akan mengirimkan surat permintaan klarifikasi atas kebenaran laporan SPT Masa PPh Pasal 21 tersebut ke Pemotong Pajak PPh Pasal 21.


Baca Juga :