1.
|
Ketentuan
Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal
1
(1)
|
Pemungut pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008, adalah:
a.
|
Bank Devisa dan Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai atas:
1.
impor
barang; dan
2. ekspor komoditas tambang
batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam yang dilakukan oleh
eksportir, kecuali yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang terikat
dalam perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan dan
Kontrak Karya;
|
b.
|
bendahara
pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut
pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau
lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan
dengan pembayaran atas pembelian barang;
|
c.
|
bendahara
pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang
yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
|
d.
|
Kuasa
Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar
yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan
dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang
dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS);
|
e.
|
Badan
usaha tertentu meliputi:
1)
|
Badan
Usaha Milik Negara, yaitu badan usaha yang seluruh atau
sebagian modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara
langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan;
|
2)
|
Badan
Usaha Milik Negara yang dilakukan restrukturisasi oleh
Pemerintah setelah berlakunya Peraturan Menteri ini, dan
restrukturisasi tersebut dilakukan melalui pengalihan saham milik
negara kepada Badan Usaha Milik Negara lainnya; dan
|
3)
|
badan
usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh Badan Usaha Milik Negara,
meliputi PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Petrokimia Gresik, PT
Pupuk kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Iskandar
Muda, PT Telekomunikasi Selular, PT Indonesia Power, PT Pembangkitan
Jawa-Bali, PT Semen Padang, PT Semen Tonasa, PT Elnusa Tbk, PT Krakatau
Wajatama, PT Rajawali Nusindo, PT Wijaya Karya Beton Tbk, PT Kimia
Farma Apotek, PT Kimia Farma Trading & Distribution, PT Badak
Natural Gas Liquefaction, PT Tambang Timah, PT Petikemas Surabaya,
PT Indonesia Comnets Plus, PT Bank Syariah Mandiri, PT Bank BRI
Syariah, dan PT Bank BNI Syariah,
|
berkenaan
dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan
untuk keperluan kegiatan usahanya;
|
f.
|
Badan
usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri
kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas
penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri;
|
g.
|
Agen
Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan
importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor
di dalam negeri;
|
h.
|
Produsen
atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas,
atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
|
i.
|
Industri
atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan,
pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan
untuk keperluan industrinya atau ekspornya;
|
j.
|
Industri
atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang
batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau
orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan;
|
k.
|
Badan usaha yang memproduksi
emas batangan, atas penjualan emas batangan di dalam negeri.
|
|
|
|
|
(1a)
|
Dalam hal badan usaha tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e angka 3) melakukan
perubahan nama badan usaha, badan usaha tertentu tersebut tetap
ditunjuk sebagai pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008.
|
(1b)
|
Dalam hal badan usaha tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e angka 3) tidak lagi
dimiliki secara langsung oleh badan usaha milik negara, badan usaha
tertentu dimaksud tidak lagi ditunjuk sebagai pemungut pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
|
(2)
|
Badan usaha yang bergerak dalam
bidang usaha industri baja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f,
adalah industri baja yang merupakan industri hulu, termasuk industri hulu
yang terintegrasi dengan industri antara dan industri hilir.
|
(3)
|
Izin usaha pertambangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j adalah sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan
mineral dan batu bara.
|
|
|
|
2.
|
Ketentuan Pasal 2 diubah, sehingga
berbunyi sebagai berikut:
Pasal
2
(1)
|
Besarnya pungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22 ditetapkan
sebagai berikut:
a.
|
Atas
pemungutan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas:
1.
|
impor:
a)
|
barang
tertentu sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini, sebesar 10%
(sepuluh persen) dari nilai impor;
|
b)
|
barang
tertentu lainnya sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
ini, sebesar 7,5% (tujuh koma lima persen) dari nilai impor;
|
c)
|
selain
barang tertentu dan barang tertentu lainnya sebagaimana dimaksud
pada huruf a) dan huruf b), yang menggunakan Angka Pengenal
Impor (API), sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari
nilai impor, kecuali atas impor kedelai, gandum, dan tepung
terigu sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari nilai impor;
|
d)
|
selain
barang tertentu dan barang tertentu lainnya sebagaimana dimaksud
pada huruf a) dan huruf b), yang tidak menggunakan
Angka Pengenal Impor (API), sebesar 7,5% (tujuh koma lima
persen) dari nilai impor; dan/atau
|
e)
|
barang
yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% (tujuh koma lima persen) dari
harga jual lelang;
|
|
2.
|
ekspor
komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan
logam, sesuai uraian barang dan pos tarif/Harmonized System (HS)
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini, oleh eksportir
kecuali yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang terikat dalam
perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan dan Kontrak Karya,
sebesar 1,5% (satu koma lima persen) dari nilai ekspor sebagaimana
tercantum dalam Pemberitahuan Ekspor Barang.
|
|
b.
|
Atas
pembelian barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b,
huruf c, huruf d, dan pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk
keperluan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1)
huruf e, sebesar 1,5% (satu koma lima persen) dari harga pembelian
tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
|
c.
|
Atas
penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh
produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan
pelumas adalah sebagai berikut:
1.
|
bahan
bakar minyak sebesar:
a)
|
0,
25% (nol koma dua puluh lima persen) dari penjualan
tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada
stasiun pengisian bahan bakar umum Pertamina;
|
b)
|
0,3%
(nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk
Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada stasiun pengisian
bahan bakar umum bukan Pertamina:
|
c)
|
0,3%
(nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk
Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada pihak selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan huruf b);
|
|
2.
|
bahan
bakar gas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan
tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai;
|
3.
|
pelumas
sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
|
|
d.
|
Atas
penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan
usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri
kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi:
1.
|
penjualan
semua jenis semen sebesar 0, 25% (nol koma dua puluh lima persen);
|
2.
|
penjualan
kertas sebesar 0,1 % (nol koma satu persen);
|
3.
|
penjualan
baja sebesar 0,3% (nol koma tiga persen);
|
4.
|
penjualan
semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih sebesar 0,45%
(nol koma empat puluh lima persen);
|
5.
|
penjualan
semua jenis obat sebesar 0,3% (nol koma tiga persen),
|
dari
dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
|
e.
|
Atas
penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen Tunggal
Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum
kendaraan bermotor sebesar 0,45% (nol koma empat puluh lima persen)
dari dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
|
f.
|
Atas
pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan
usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, sebesar 0,25% (nol
koma dua puluh lima persen) dari harga pembelian tidak termasuk
Pajak Pertambahan Nilai.
|
g.
|
Atas
pembelian batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan
atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan oleh industri
atau badan usaha sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga
pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
|
h.
|
Atas
penjualan emas batangan oleh produsen emas batangan, sebesar 0,45%
(nol koma empat puluh lima persen) dari harga jual emas batangan.
|
|
(2)
|
Nilai impor sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a angka 1 dan angka 2 adalah nilai berupa uang
yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk yaitu Cost Insurance and
Freight (CIF) ditambah dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya yang
dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
kepabeanan di bidang impor.
|
(3)
|
Besarnya tarif pemungutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diterapkan terhadap Wajib
Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 100%
(seratus persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak
yang dapat menunjukkan Nomor PokokWajib Pajak.
|
(4)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) berlaku untuk pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang
bersifat tidak final.
|
(5)
|
Besarnya pungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan untuk
keperluan industri atau ekspor oleh Badan Usaha Milik Negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e yang bergerak
dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan
perikanan adalah sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
f.
|
|
|
|
3.
|
Ketentuan Pasal 3 diubah, sehingga
berbunyi sebagai berikut:
Pasal
3
(1)
|
Dikecualikan dari pemungutan
Pajak Penghasilan Pasal 22:
a.
|
Impor
barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan.
|
b.
|
Impor
barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau Pajak
Pertambahan Nilai:
1.
|
barang
perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di
Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
|
2.
|
barang
untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang
bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia yang
diakui dan terdaftar dalam Peraturan Menteri Keuangan yang
mengatur mengenai tata cara pemberian pembebasan bea masuk dan
cukai atas impor barang untuk keperluan badan internasional beserta para pejabatnya yang bertugas di
Indonesia;
|
3.
|
barang
kiriman hadiah/hibah untuk keperluan ibadah umum, amal,
sosial, kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan bencana;
|
4.
|
barang
untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam dan tempat
lain semacam itu yang terbuka untuk umum;
|
5.
|
barang
untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
|
6.
|
barang
untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya;
|
7.
|
peti
atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
|
8.
|
barang
pindahan;
|
9.
|
barang
pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas,
dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan kepabeanan;
|
10.
|
barang
yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
yang ditujukan untuk kepentingan umum;
|
11.
|
persenjataan,
amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang
yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
|
12.
|
barang
dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang
bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
|
13.
|
vaksin
Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi
Nasional (PIN);
|
14.
|
buku
ilmu pengetahuan dan teknologi, buku pelajaran umum, kitab suci,
buku pelajaran agama, dan buku ilmu pengetahuan lainnya;
|
15.
|
kapal
laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal
angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap
ikan, kapal tongkang, dan suku cadangnya, serta alat keselamatan
pelayaran dan alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan
oleh perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau Perusahaan
Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa
Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan
Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional, sesuai dengan kegiatan
usahanya;
|
16.
|
pesawat
udara dan suku cadangnya serta alat keselamatan penerbangan
dan alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan dan
pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan
Udara Niaga Nasional, dan suku cadangnya, serta peralatan untuk
perbaikan atau pemeliharaan pesawat udara yang diimpor oleh pihak
yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang
digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan dan reparasi
pesawat udara kepada Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional;
|
17.
|
kereta
api dan suku cadangnya serta peralatan untuk perbaikan atau
pemeliharaan serta prasarana perkeretaapian yang diimpor dan
digunakan oleh badan usaha penyelenggara sarana perkeretaapian
umum dan/atau badan usaha penyelenggara prasarana perkeretaapian
umum, dan komponen atau bahan yang diimpor oleh pihak yang
ditunjuk oleh badan usaha penyelenggara sarana perkeretaapian umum
dan/atau badan usaha penyelenggara prasarana perkeretaapian umum
yang digunakan untuk pembuatan kereta api, suku cadang, peralatan
untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana perkeretaapian
yang akan digunakan oleh badan usaha penyelenggara
sarana perkeretaapian umum dan/atau badan usaha penyelenggara
prasarana perkeretaapian umum;
|
18.
|
peralatan
berikut suku cadangnya yang digunakan oleh Kementerian Pertahanan
atau Tentara Nasional Indonesia untuk penyediaan data batas
dan foto udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan
untuk mendukung pertahanan Nasional, yang diimpor oleh Kementerian
Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia atau pihak yang ditunjuk
oleh Kementerian Pertahanan atau Tentara Nasional Indonesia;
dan/atau;
|
19.
|
barang
untuk kegiatan hulu minyak dan gas bumi yang importasinya
dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama;
|
20.
|
barang
untuk kegiatan usaha panas bumi.
|
|
c.
|
Impor
sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk
diekspor kembali.
|
d.
|
Impor
kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor
kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang
yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan
pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
|
e.
|
Pembayaran
yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
1 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf i dan huruf j
berkenaan dengan:
1.
|
pembayaran
yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d yang jumlahnya
paling banyak Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan tidak
merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
|
2.
|
pembayaran
yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 ayat (1) huruf e yang jumlahnya paling banyak
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan tidak merupakan
pembayaran yang terpecah-pecah;
|
3.
|
pembayaran
untuk:
a)
|
pembelian
bahan bakar minyak, bahan bakar gas, pelumas, benda-benda pos;
|
b)
|
pemakaian
air dan listrik;
|
|
4.
|
pembayaran
untuk pembelian minyak bumi, gas bumi, dan/atau produk sampingan
dari kegiatan usaha hulu di bidang minyak dan gas bumi
yang dihasilkan di Indonesia dari :
a)
|
kontraktor
yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan kontrak
kerja sama; atau;
|
b)
|
kantor
pusat kontraktor yang melakukan eksplorasi dan
eksploitasi berdasarkan kontrak kerja sama;
|
|
5.
|
pembayaran
untuk pembelian panas bumi atau listrik hasil pengusahaan
panas bumi dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang usaha
panas bumi berdasarkan kontrak kerja sama pengusahaan sumber daya
panas bumi;
|
6.
|
pembayaran
atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau
ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir yang bergerak
dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan
perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf i yang
jumlahnya paling banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah)
tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan tidak merupakan pembayaran
yang terpecah-pecah;
|
7.
|
pembelian
batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam dari badan
atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf j yang telah dipungut Pajak
Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan
untuk keperluan kegiatan usaha oleh Badan Usaha Milik
Negara.
|
|
f.
|
impor
emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan
dari emas untuk tujuan ekspor.
|
g.
|
Pembayaran
untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana
Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
|
h.
|
Penjualan
kendaraan bermotor di dalam negeri yang dilakukan oleh industri
otomotif, Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek
(APM), dan importir umum kendaraan bermotor, yang telah dikenai
pemungutan Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1)
huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 dan peraturan pelaksanaannya.
|
i.
|
Penjualan
emas batangan oleh badan usaha yang memproduksi emas
batangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf k kepada
Bank Indonesia.
|
|
(2)
|
Pengecualian dari pemungutan
Pajak Penghasilan Pasal 22 atas barang impor sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b tetap berlaku dalam hal barang impor tersebut:
a.
|
dikenakan
tarif bea masuk sebesar 0% (nol persen); atau
|
b.
|
tidak
dipungut Pajak Pertambahan Nilai.
|
|
(3)
|
Pengecualian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf f dinyatakan dengan Surat Keterangan
Bebas Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur
Jenderal Pajak.
|
(4)
|
Pengecualian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, huruf g, huruf h, dan huruf i
dilakukan tanpa Surat Keterangan Bebas (SKB).
|
(5)
|
Ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dan huruf c dan ayat (2) dilaksanakan oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tata caranya diatur oleh Direktur
Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktur Jenderal Pajak.
|
|
|
|
4.
|
Di antara ayat (2) dan ayat (3)
Pasal 4 disisipkan satu ayat yakni ayat (2a) serta ketentuan ayat
(4) dan ayat (6) Pasal 4 diubah, sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal
4
(1)
|
Pajak Penghasilan Pasal 22 atas
impor barang, terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran
Bea Masuk.
|
(2)
|
Dalam hal pembayaran Bea Masuk
ditunda atau dibebaskan dan tidak termasuk dalam pengecualian dari
pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 ayat (1) huruf b, Pajak Penghasilan Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian
dokumen pemberitahuan pabean atas impor.
|
(2a)
|
Pajak Penghasilan Pasal 22 atas
ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan
logam, terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat penyelesaian
dokumen pemberitahuan pabean atas ekspor.
|
(3)
|
Pajak Penghasilan Pasal 22 atas
pembelian barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b,
huruf c, huruf d, dan pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk
keperluan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1)
huruf e, terutang dan dipungut pada saat pembayaran.
|
(4)
|
Pajak Penghasilan Pasal 22 atas
penjualan hasil produksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf f, penjualan
kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf
g, dan penjualan emas batangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1)
huruf k terutang dan dipungut pada saat penjualan.
|
(5)
|
Pajak Penghasilan Pasal 22 atas
penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf h, terutang dan dipungut pada
saat penerbitan surat perintah pengeluaran barang (delivery order).
|
(6)
|
Pajak Penghasilan Pasal 22 atas
pembelian bahan-bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1)
huruf i dan pembelian batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf j, terutang dan
dipungut pada saat pembelian.
|
|
|
|
5.
|
Di antara ayat (1) dan ayat (2)
Pasal 5 disisipkan satu ayat yakni ayat (1a), ketentuan ayat (3) Pasal
5 diubah, serta ditambahkan satu ayat yakni ayat (4), sehingga Pasal 5
berbunyi sebagai berikut:
Pasal
5
(1)
|
Pemungutan Pajak Penghasilan
Pasal 22 atas impor barang
dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh:
a.
importir
yang bersangkutan; atau
b.
Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai,
ke kas negara melalui Kantor
Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
|
(1a)
|
Pemungutan Pajak Penghasilan
Pasal 22 atas ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan
mineral bukan logam dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh eksportir
yang bersangkutan ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau
bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
|
(2)
|
Pemungutan Pajak Penghasilan
Pasal 22 oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat
(1) huruf b, huruf c, dan huruf d, wajib disetor oleh pemungut ke kas
negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh
Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah
diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak.
|
(3)
|
Pemungutan Pajak Penghasilan
Pasal 22 oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat
(1) huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, huruf j, dan huruf k wajib
disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa,
atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak.
|
(4)
|
Terhadap bukti penyetoran pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1a), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
melakukan pemeriksaan formil bukti penyetoran pajak tersebut
sebagai dokumen pelengkap pemberitahuan pabean ekspor dan dijadikan
dasar pelayanan ekspor.
|
|
|
|
6.
|
Ketentuan Pasal 6 diubah, sehingga
berbunyi sebagai berikut :
Pasal
6
(1)
|
Penyetoran Pajak Penghasilan
Pasal 22 oleh importir, eksportir komoditas tambang batubara, mineral
logam, dan mineral bukan logam, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan
pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b,
huruf c, dan huruf d dilakukan dengan menggunakan formulir Surat
Setoran Pajak yang berlaku sebagai bukti pemungutan pajak.
|
(2)
|
Pemungut pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e, huruf f, huruf g, huruf h,
huruf i, huruf j, dan huruf k wajib menerbitkan Bukti Pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22 dalam rangkap 3 (tiga), yaitu:
a.
lembar
kesatu untuk Wajib Pajak yang dipungut;
b.
lembar
kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan
Pajak (dilampirkan pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan
Pasal 22); dan
c.
lembar
ketiga sebagai arsip pemungut pajak yang bersangkutan.
|
|
|
|
7.
|
Ketentuan Pasal 7 diubah, sehingga
berbunyi sebagai berikut:
Pasal
7
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan pemungut pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f,
huruf g, huruf h, huruf i, huruf j, dan huruf k wajib melaporkan hasil
pemungutannya dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayanan
Pajak.
|
|
|
8.
|
Ketentuan Pasal 9 diubah, sehingga
berbunyi sebagai berikut:
Pasal
9
(1)
|
Pemungutan Pajak Penghasilan
Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a, huruf b,
huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf i, huruf j, dan huruf k
bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran Pajak
Penghasilan dalam tahun berjalan bagi Wajib Pajak yang dipungut.
|
(2)
|
Pemungutan Pajak Penghasilan
Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf h atas
penjualan bahan bakar minyak dan bahan bakar gas kepada:
a.
penyalur/agen
bersifat final;
b.
selain
penyalur/agen bersifat tidak final.
|
(3)
|
Pemungutan Pajak Penghasilan
Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf h atas
penjualan pelumas bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai
pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan bagi Wajib Pajak
yang dipungut.
|
|
|
|
9.
|
Ketentuan Pasal 10 diubah,
sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal
10
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang
dan kegiatan di bidang impor, ekspor komoditas tambang batubara, mineral
logam, dan mineral bukan logam oleh badan atau orang pribadi pemegang
izin usaha pertambangan, atau kegiatan usaha di bidang lain diatur dengan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
|